Sabtu, 19 April 2025

KAA Ke-60, Tersisihnya Bandung Spirit

JAKARTA- Satu dasawarsa lalu, tepatnya pada tanggal 22-24 April 2005, Indonesia juga menjadi tuan rumah peringatan 50 tahun Konferensi Asia Afrika. Sebagaimana dikutip dari laman resmi Asian African Conference Commemoration Indonesia 2015, seluruh peserta yang hadir pada tahun peringatan KAA 2005 meyakini bahwa Bandung Spirit senantiasa menjadi dasar yang kokoh untuk memelihara hubungan yang lebih baik di antara bangsa-bangsa Asia dan Afrika serta untuk menyelesaikan isu-isu global. Peringatan KAA tahun 2005 mengarah pada penciptaan Kemitraan Strategis Baru Asia Afrika (NAASP). Demikian Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD), Agus Jabo Priyono kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (20/4).

 

“Namun, jika kita melakukan refleksi, perjalanan sejarah menunjukkan semakin merosotnya peran mayoritas negara-negara peserta Konferensi Asia Afrika 1955 dalam konstelasi global. Seiring dengan bubarnya Uni Sovyet dan berakhirnya perang dingin, Bandung Spirit sebagai suatu gerakan yang kemudian mengkristal dalam Gerakan Non Blok (1961) pun semakin tersisih,” jelasnya.

Cengkeraman Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya menurutnya makin hegemonik ditandai pula dengan cengkeraman kapitalisme global dengan berbagai instrumennya baik melalui lembaga keuangan maupun organisasi perdagangan dunia.

“Negara-negara di Asia-Afrika yang mayoritasnya negara berkembang jatuh dalam perangkap imperialism atau neo-kolonialisme, politik perang minyak, serta perdagangan bebas. Semangat KAA (Bandung Spirit) makin ditinggalkan,” ujarnya.

Ia mengatakan, banyak di antara pemimpin-pemimpin negara berkembang (Selatan) menjadi abdi yang setia bagi kapitalisme global dan gagal menjadi agen perubahan sebagaimana semangat KAA 1955.

“Sebagai pengecualian, perkembangan di Amerika Latin memberi angin segar dengan bangkitnya semangat berdaulat, menolak dikte negara-negara yang lebh maju,” jelasnya.

Pada saat yang sama menurutnya, rakyat di negeri-negeri maju (developed country) atau jantung kapitalisme global itu juga mulai tercerahkan, dan bersikap kritis kepada pemerintahnya. Peristiwa demonstrasi besar-besaran anti globalisasi terjadi dalam berbagai forum ekonomi dunia, seperti pada pertemuan WTO di Seattle (November 1999), pertemuan G-8 di Montreal (November 2000), Genoa (Juli 2008), penyelenggaraan forum tandingan World Social Forum, dan lain sebagainya. Mereka menyuarakan tuntutan tatanan dunia baru yang lebih baik. Slogan “Another World is Possible”, “Globalise Resistance”, “Global Justice”, “Fair Trade not Free Trade” menyebar seperti wabah.

“Pada akhirnya ‘Let a new Asia and a new Africa be born’ begitu kata Bung Karno dalam pidatonya di depan peserta Konferensi Asia Afrika 60 tahun lalu. Kami, percaya bahwa seruan Bung Karno ini bisa diwujudkan apabila para pemimpin negara Selatan-Selatan teguh menjiwai Bandung Spirit,” tegasnya.

Peringatan KAA ke-60 sendiri mengambil tema “Penguatan Kerjasama Selatan-Selatan dalam Rangka Meningkatkan Kesejahteraan dan Perdamaian Dunia”. Diperkirakan sebanyak 109 negara Asia dan Afrika, 16 negara pengamat dan 25 organisasi internasional berpartisipasi dalam acara penting tersebut.

Adapun rangkaian pertemuan ini akan diawali dengan pertemuan tingkat pejabat tinggi (Senior Official Meeting) pada tanggal 19 April 2015, diikuti oleh pertemuan tingkat menteri (Ministerial Meeting) pada 20 April dan pertemuan tingkat kepala negara (Leaders Meeting) pada 22—23 April 2015. Selain itu, Asia-Africa Business Summit akan diselenggarakan pada 21—22 April di Jakarta sebagai acara pendamping. (Enrico N. Abdielli)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru