JAKARTA- Pemerintah tidak bisa serta merta menggunakan alokasi APBNP 2014 yang sudah disepakati oleh DPR untuk membiayai ketiga kartu sakti Jokowi KIS (Kartu Indonesia Sehat), KIP (Kartu Indonesia Pintar) dan KKS (Kartu Keluarga Sejahterah) yang saat ini menjadi kontroversi dikalangan pemerintahan dan DPR-RI. Hal ini ditegaskan oleh Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR, Bambang Soesatyo kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (10/11).
“Tidak bisa otomatis gitu. Penggunaan dana APBN-P itu harus dibahas dulu oleh DPR. Jangan sampai perjalanan panjang Kabinet Kerja ini sarat dengan kontroversi dan lebih buruk dari era SBY,” tegasnya.
Menurutnya, baru belasan hari bekerja, Kabinet Kerja pimpinan Presiden Joko Widodo sudah melahirkan kontroversi. Tak terbantahkan bahwa aspek pembiayaan KIS, KIP dan KKS kini sudah menjadi kontroversi.
“Dan itu memprihatinkan karena memperlihatkan kabinet yang belum terkonsolidasikan dengan baik dan efektif,” ujarnya.
Kabinet yang belum terkonsolidasi itu bisa dilihat menurutnya dari kesimpangsiuran serta tidak adanya keseragaman penjelasan mengenai sumber pembiayaan KIP, KIS dan KKS. Presiden dan para menteri memberikan penjelasan yang berbeda-beda.
“Tidak adanya keseragaman itu menambah bobot kontroversi tentang pembiayaan tiga kartu sakti itu. Kini, publik bertanya dan menunggu penjelasan yang benar dan bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Ia menjelaskan Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Wapres Jusuf Kalla dan Presiden Joko Widodo menyajikan penjelasan yang tidak seragam mengenai sumber pembiayaan KIP, KIS dan KKS.
“Pratikno Mengatakan bahwa pencetakan tiga kartu itu dibiaya dengan dana CSR BUMN. Mensos Khofifah menuturkan, sumber pendanaan ketiga kartu itu adalah dana bantuan sosial yang masuk dalam APBN. Sedangkan Presiden Jokowi dan Wapres Kalla menegaskan, sumber pendanaan KIS, KIP dan KKS berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014,” katanya.
Partai pendukung pemerintah, PDI-P, pun menurutnya coba memberi kepastian bahwa anggaran itu dari APBN 2014. Bukan APBN-P 2014.
“Publik pun kini bertanya, penjelasan siapa yang paling benar dan bisa dipertanggungjawabkan?,” katanya.
Keinginan presiden untuk bekerja cepat patut diapresiasi, tetapi realiasi setiap program idealnya dipersiapkan dengan matang.
“Untuk mengakhiri kesimpangsiuran itu, presiden sebaiknya menggelar rapat terbatas dengan para menteri terkait, mendudukan persoalan secara proporsional utk kemudian memberi penjelasan terbuka kepada masyarakat,” jelasnya.
“Jangan sampai perjalanan panjang Kabinet Kerja ini sarat dengan kontroversi dan lebih buruk dari era SBY,” tegasnya lagi. (Web Warouw)