JAKARTA – Negara-negara anggota BRICS secara cerdas memulai agenda dedolarisasi dengan menempatkan mata uang lokal di atas dolar AS untuk perdagangan global.
Dengan demikian negara-negara anggota tidak lagi bergantung pada dollar dalam perdagangan internasional dan lebih memperkuat ekonomi mereka dengan meningkatkan mata uang lokal mereka di pasar internasional.
Dedolarisasi tentu saja akan segera meruntuhkan dominasi Amerika di bidang ekonomi global dan membebaskankan negara-negara yang selama ini dikuasai oleh imperialisme Amerika Serikat.
Berikut ini adalah tiga cara negara-negara anggota BRICS dalam melakukan proses dedolarisasi.
1) Penyelesaian Pembayaran dalam Mata Uang Lokal
Para anggota BRICS sedang mengerjakan kembali kesepakatan perdagangan bilateral dan menyelesaikan transaksi lintas batas dalam mata uang lokal. Mereka menunjukkan kepada negara-negara lain bagaimana dedolarisasi perlu dilakukan.
2) Meyakinkan Negara Lain untuk Meninggalkan Dolar AS
Rusia dan China sedang melakukan tur dunia untuk meyakinkan negara-negara berkembang lainnya agar mulai melakukan perdagangan dengan mata uang lokal. Mereka mengedukasi negara-negara berkembang tentang perlunya memperkuat ekonomi lokal dengan meningkatkan mata uang mereka di panggung global.
3) Mengintegrasikan Sistem Pembayaran Baru Tanpa Dolar AS
Negara-negara anggota BRICS juga mengintegrasikan mekanisme pembayaran baru untuk kelancaran transaksi mata uang lokal. Sistem pembayaran baru ini tidak akan menyertakan dolar AS untuk transaksi sehingga mendorong agenda dedolarisasi.
China Buang Obligasi AS Rp860 Triliun
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebelumnya, bank-bank sentral BRICS dan negara-negara berkembang sedang melakukan aksi beli emas dan secara bersamaan melepas dolar AS dari cadangan mereka.
World Gold Council melaporkan bahwa BRICS adalah pembeli emas terbesar di 2022 dan 2023, dan akan melanjutkan pembelian emas di tahun 2024. Sambil mengumpulkan emas, anggota BRICS, Rusia dan China, melepas obligasi treasury AS dan aset-aset lainnya. China memilih melepas obligasi pemerintah AS senilai USD53,3 miliar atau setara Rp860 triliun dan mengakumulasi miliaran emas.
Negara-negara BRICS lainnya juga mengikuti langkah tersebut meskipun jumlahnya lebih kecil dibandingkan dengan pelepasan obligasi pemerintah AS oleh China.
Emas kini menjadi aset yang paling digemari oleh bank sentral, sementara dolar AS mulai dijauhi.
Pendiri Matterhorn Asset Management, Egon von Greyerz mengatakan bahwa ini adalah “era keemasan BRICS”.
Greyerz menjelaskan bahwa negara-negara BRICS semakin banyak membeli emas sementara Bank Sentral mereka membuang Treasury AS di pasar. Ia memprediksi bahwa akan tiba saatnya bank sentral memegang lebih sedikit dolar AS dan memiliki lebih banyak emas untuk melindungi ekonomi mereka.
“Saat kita memasuki era keemasan dengan negara-negara BRICS yang meningkatkan pembelian mereka secara terus menerus dan bank-bank sentral menjual Treasury AS untuk membeli emas. Tidak ada negara dan Bank Sentral yang akan menyimpan dolar di masa depan sebagai aset cadangan.
“Emas fisik adalah satu-satunya aset cadangan yang tepat, seperti yang telah terjadi sepanjang sejarah,” kata Greyerz dikutip dari Watcher Guru, Jumat (12/7/2024).
Langkah tersebut akan berdampak drastis pada perdagangan global dan memperkuat mata uang lokal dan ekonomi asli negara-negara berkembang. Di sisi lain, ekonomi AS akan terpukul pertama kali dan berusaha keras untuk melindungi kepentingannya. (Web Warouw)