Oleh: Toga Tambunan*
PROKLAMASI 17 AGUSTUS 1945 usai disampaikan Bung Karno yang didampingi Bung Hatta dan disaksikan sejumlah pejuang muda kelompok Menteng 31, PETA dan beberapa masyarakat, besok harinya 18 Agustus 1945, PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) segra melangsungkan sidang yang berlanjut pada 19 serta 22 Agustus 1945.
PPKI itu kelanjutan BPUKI yang dibubarkan Jepang menjelang ditaklukkan Sekutu di Pasifik pada Perang Dunia II. Sebelumnya pada 1 Juni 1945 PPKI menyetujui Pancasila yang diungkap Bung Karno dan pada Mei 1945 telah menyiapkan Undang Undang Dasar.
Sidang PPKI tiga hari itu menetap-sahkan kelengkapan negara RI. Yaitu menetapkan lembaga kepresidenan serta memilih aklamasi Ir. Soekarno menjabat Presiden R.I, didampingi wakilnya Mr. Mohammad Hatta.
Berikutnya mengesahkan Undang-undang Dasar yang sebelumnya sudah dibahas dalam BPUKI yang memuat Pancasila menjadi dasar Negara.
Juga mendirikan KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) berfungsi membantu lembaga presiden selaku MPR/DPR.
PPKI menetapkan 8 Propinsi Indonesia; Kabinet pertama bercorak presidentil terdiri dari 12 Kementerian / Menteri dan 4 Pejabat Negara : Mahkamah Agung, Kejaksaan, Sekretaris Negara dan Juru bicara Negara; menetapkan personel KNIP seraya memutuskan tiap daerah memiliki lembaga Komite Nasional Indonesia tingkat daerah.
Dalam tiga hari PPKI sukses merampungkan kelengkapan Negara RI.
Bung Karno mengibaratkan kemerdekaan itu jembatan emas menuju kemakmuran rakyat dan bangsa Indonesia, sesuai amanat UUD 1945 yang baru disahkan, dalam pasal 33: “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”
Bung Karno berjuang tekun teguh mewujudkan kemakmuran, amanat UUD 1945 pasal 33 itu. Dalam masa14 tahun berikutnya Bung Karno telah membangun infrastruktur politik strategis Demokrasi Terpimpin sehingga mengesahkan Garis-garis Besar Haluan Negara Manipol-Usdek, tatanan Trisakti yang memuat Berdikari dalam bidang ekonomi, disamping mempersiapkan tenaga kerja ahli terampil kualifikasi berbobot yang disekolahkan ke luarnegri. Kini yang tadinya mahasiswa itu jadi eksil, kebanyakan kelayapan di Eropah.
Bung Karno terhalang memakmurkan rakyat dan bangsanya akibat dikudeta Jend. Soeharto. Padahal mulanya AD yang getol mengangkat Bung Karno jadi Presiden seumur hidup.
Selanjutnya pada periode romos (rezim orba militeris oleh Soeharto), RI dijadikan bancakan negara-negara nekolim yang berlanjut dalam penguasa rezim pro-romos. Bahkan SBY saat meninggalkan kursi pemerintahannya mewujudkan pundi Negara RI nyaris isinya hampa. Hal itu menggadang siasat licik terulangnya lagi tsunami BLBI, Century, Asuransi Jiwasraya, Asabri, Hambalang. Maka bergerombol menjebloskan Joko Widodo ke kursi rusak kepresidenan agar RI terperosok lebih hancur. Itulah tadinya gelaran karpet merah bagi nekolim rekayasa rezim pro Soeharto.
Ternyata Jokowi berani bertindak tutup subsidi BBM, dan subsidi lainnya yang tadinya instrumen pintar kebanggaan SBY. Justru dibuang Jokowi sebagai sampah meski langkahnya itu tidak populis.
Jokowi berhasil mencetak beragam infrastruktur, mengeluarkan kebijakan pemantik kreasi peluang berusaha UMKM, dana desa, BOS pendidikan, KIP, meningkatkan standar dengan vokasional kompetensi kerja, mengerahkan aset mengucur ke warga.
Kepuasan atas kinerja Jokowi memang luar biasa. Survei independen pada Agustus 2023 mencatat hampir mencapai angka 90%. Tingkat kepuasan setinggi 90% itu terhadap pemerintah, baru kali ini terjadi diantara semua negara di dunia sejak dulu kala.
Kerja pemerintahnya sukses, berhubung Jokowi teguh berparadigma Reformasi Birokrasi merombak proses menjadi berorientasi pada hasil recovery dan meningkatkan produktivitas.
Meski kreasi kerja kerja kerja Jokowi banting waktu begitu perkasa, ternyata, tetap juga kemakmuran belum sepadan dengan kenaikan tinggi pencapaian kerja tringginas Jokowi. Kemakmuran masih tetap tersembunyi misteri. Kenapa?
Padahal perangkat UUD sudah jelas, sekalipun kini versi amandemen. Perundangan-undangan sekalipun masih banyak kekurangan, setidaknya bisa lebih menggerakkan. Lembaga negara lengkap. Aparat berjenjang cukup. Dana sudah dikerahkan.
Tetapi outputnya tentang kesejahteraan terutama segi ekonomi nggak optimal? Kok pemampiran kemakmuran tetap saja misteri. Apalagi yang kurang?
Secara cermat jujur, ternyata fakta nihil perangkat borNas Nasionalis yakni pemain lapangan bidang pembangun perekonomian.
Memang ada BorNas dalam pengertian cakupan wilayah, tapi terbukti bukan berjiwa Nasionalis.
Kalaupun ada BorNas Nasionalis hanya di tingkat daerah yakni pengusaha kecil. Artinya BorNas berjiwa Nasionalis pelaku bisnis skala nasional apalagi go internasional ternyata nihil, sekalipun di sektor jasa perdagangan. Itu fakta, perlu pengakuan jujur berhubung rentetan sejarah.
Adanya borNas domestik sekarang ini, adalah keturunan induknya borjuasi kapitalis penjajah VOC & Hindia Belanda, di sektor jasa perdagangan agrikultur. Lagi pula bukan borjuasi kapitalis di sektor industri.
Seturut induknya borjuasi kapitalis asing penjajah, bidang sektor jasa perdagangan agrikultur tersebut, borjuasi domestik nusantara meneruskan karakter dan kepentingan borjuasi kapitalis penjajah itu. Motif kerjanya hanya fokus meraih laba atau rente; mengumpul komoditi hasil sda nusantara dan alergi terlibat jauh ke proses produksi yang memang amat ribet. Mekanisme bisnis sektor jasa perdagangan agrikultur itu merakit kodrat mental kompetensi pengusahanya tergantung pada mitra, non-inovatif, berpandangan pendek, lemah, gamang, kemandirian tipis, enggan keberanian, takut bersaing sengit, lembek kreasi, tidak memproduksi idee varian atau jenis baru kebutuhan masyarakat.
Tehnik utama perjuangannya bergulat menservis relasi yang sering berubah selera, demi koneksi berkelanjutan akur dengan mitra pelanggan berbasis sikap oportunis, motifnya melulu menggaruk profit. Pokoknya kualitas jiwa kepribadiannya dibawah kualifikasi kemandirian insan borjuis industrialis.
Pendirian sosialnya oportunis mengamankan posisi individualnya, turuti genapi kepentingan induk & majikannya konglomerasi penjajah itu, maka berkarakter komprador. Pendirian kokoh utamakan nasionalisme yang dikreasi pergerakan kemerdekaan dari pada uang rente, diformulasi sebagai kemauan tidak masuk akal. Jiwanya tidak mungkin mitigasi jadi berkarakter Nasionalis apalagi mutasi jadi Patriotik Pancasilais.
BorNas keturunan borjuasi kapitalis penjajah ini, wajib digodok di sekolah Nasionalisme. Jika tidak manut ya, singkirkan.
Bung Karno tempo hari sudah bentuk komando Retuling termasuk atas borjuasi domestik nusantara dan aparatur Negara. Belum sempat tuntas, beliau dikudeta rezim Soeharto.
Kini Jokowi membentuk BPIP diketuai Megawati Soekarnoputri. Adakah hasil konkritnya mendidik borNas komprador menjadi borNas Nasionalis? Apakah punggawa PDIP bersih korupsi? Tolong ibu Ketum PDIP memverifikasi dan meretul biang kerok itu.
Tanpa pemain lapangan berkarakter riil nasionalis dalam proyek perekonomian, kondisi kemakmuran yang diidam-idamkan, tetap terpendam misteri betapa pun rancak beragam dikeluarkan politik kebijakan nasional dan digencarkan instrumen pengakselerasi ekonomi seperti hilirisasi, smelterisasi.
Nation NKRI membutuhkan riil adanya borNas setidaknya minimal berkarakter Nasionalis. Kita seluruh unsur nation, termasuk kaum buruh wajib bersama serentak segra mencetak elemen tersebut.
Presiden Jokowi telah berketetapan mengolah mandiri sumber daya alam nasional milik NKRI.
Hilirisasi dan smelterisasi prakarsa Jokowi selain melejitkan pendapatan Negara sekaligus menjadi medan trainingnya borNas membuktikan diri mutasi jadi Nasionalis tulen sekaligus mitigasi ke borjuasi industri.
Kemakmuran tidak tercapai bila perekonomian bertumpu pada sektor jasa perdagangan, melainkan kontinu peningkatan konstruksi pembangunan maju sektor ekonomi industri dibarengi sektor jasa perdagangan.
Modal kecil yang semula jadi alasan borNas tetap tergantung di sektor jasa perdagangan dan jadi jongos konglomerasi borjuasi kapitalis global sudah saatnya dihapus.
Nation RI membutuhkan borjuasi industri Nasionalis. Borjuasi industri itu tipikal berkepribadian akal tajam berpandangan jauh, melansir komoditi yang dibutuhkan orang per orang dan publik yang kebutuhannya berkembang maju, berani memodifikasi, inovatif, wajar dan siap beradu kreasi digelanggang persaingan, tringginas, sikap pendirian mandiri seraya selaras dengan pasar atau publik.
Presiden telah berketetapan mengolah mandiri sumber daya alam nasional milik NKRI. Salah satu faktor keberhasilannya dengan
Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja.
Untuk kurun waktu berlanjut kaum buruh, petani, nelayan dan kaum miskin kota & desa lainnya memang masih tetap menderita seperti kondisi sekarang. Jauh dari sejahtera dampak permainan borNas komprador borjuasi kapitalis global penjajah.
Dengan hilirisasi smelterisasi semakin mencakup semua sumber daya alam nasional dan berjalan kencang dipastikan secara bertahap, insya Allah kita akan memasuki kondisi kemakmuran yang diidamkan.
Patut belajar dari Tiongkok. Berprinsip teguh mengejar kemakmuran yang di mulai pimpinan mereka Ketua Mao, Teng Xiao Ping yang berlanjut hingga kini Xi Jinping mencetak borjuasi nasionalnya Nasionalis bahkan Patriotik Internasional dan mengangkat borjuasi Nasional tersebut jadi sokoguru Sosialisme ala Tiongkok mendampingi sokoguru semula Buruh, Tani dan Prajurit. Kini pada bendera RRT sudah berisi 4 bintang. Kini dengan empat sokoguru tersebut Tiongkok melecit dalam waktu sangat singkat menyaingi AS. Bahkan dalam beberapa jenis komoditi tertentu telah melampaui AS, apalagi sektor finansialnya tiada tandingannya.
Merdeka!
Bekasi, 23 Agustus 2023.
*Penulis Toga Tambunan, pengamat ekonomi politik