Sabtu, 14 September 2024

Kedua Capres Tidak Paham Geopolitik Global

JAKARTA- Debat publik kedua calon presiden (Capres) pada putaran ketiga Minggu (22/6) menunjukkan keduanya kurang paham geopolitik global dan hanya concern pada pertumbuhan ekonomi di Asia. Hal ini ditegaskan oleh pengamat ekonomi-politik internasional, Sigit Wibowo kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (24/6).
“Pada hal yang utama dibutuhkan Indonesia saat ini adalah renegosiasi kontrak atau nasionalisasi perusahaan asing agar bisa memiliki kepastian bergaining position dan kedaulatan NKRI,” tegasnya.
 
Atau menurutnya, minimal Indonesia bisa mendapatkan 51 persen dari saham di setiap perusahaan asing dan dalam 5 tahun setiap perusahaan asing harus mau dinasionalisasi. 
 
“Jokowi tawarannya lebih humanis dalam politik luar negeri, tetapi tidak menyentuh masalah mendasar. Dia tidak berani tegas pada persoalan TKI yang sudah jelas-jelas ditindas dan dihisap sebagai budak dinegeri orang,” jelasnya.
 
Sedangkan Prabowo Subianto hanya menyampaikan retorika politik makro tentang nasionalisme semu yang berbau chauvinisme.
 
“Hanya teriakan nggak jelas.Nanti Indonesia perang dengan tujuan yang nggak jelas,” ujarnya.
 
 
Kekuatan Penyeimbang
 
Menurutnya, Indonesia harus kuat secara ekonomi dengan cara renegosiasi kontrak dan nasionalisasi. Cara meningkatkan pendapatan maka setiap warga negara di atas 21 tahun atas harus punya NPWP. Setelah pendapatan naik dan kekayaan alam dikonsolidasi maka ASEAN harus dipimpin Indonesia.
 
“Indonesia harus menggunakan SDA dan SDM untuk jadi pemimpin. Setelah jadi bangsa besar Asia Tenggara, maka geopolitik Indonesia akan menjadi kekuatan penyeimbang dua negara besar yakni China dan India,” ujarnya.
 
Sebelum Orde Baru, secara geopolitik Indonesia itu sejajar dengan China dan India.  Namun dalam masa orde baru sampai  saat ini, politik luar negeri Indonesia di sangat kacau karena hanya menjadi komprador atau kaki tangan Amerika Serikat dan Blok Barat.
 
“Indonesia mustinya lebih merapat ke BRICS untuk mengimbangi hegemoni Amerika Serikat di dunia. Tapi Prabowo bagus juga, kalau jadi presiden maka China adalah yg ingin dikunjunginya,” ujarnya.
Walau Sigit Wibowo memuji keinginan Prabowo Subianto untuk belajar dari Cina, tapi ia mengkritik Prabowo yang masih ingin melanjutkan Politik luar negeri Soesilo Bambang Yudhoyon.
 
“Inikan sama aja Prabowo ingin kembali menjadi Indonesia sebagai antek imperialis Amerika,” ujarnya.

Sementara itu menurutnya Jokowi memang didasari cara pandang kapitalis yang tetap tunduk pada syrat-syarat World Trade Organization (WTO)

“Mustinya Jokowi harus selalu menekankan peran negara untuk meningkatkan daya saing melalui regulasi pada pelaku ekonomi. Karena negara harus berada di atas pasar dan bukan sebaliknya. Artinya WTO diterima tapi hulu ekonomi dikuasai kepentingan Indonesia,” tegasnya.
 
Kepercayaan Jokowi pada Mahkamah Internasional  menurutnya menandakan Jokowi tidak paham geopolitik internasional, bahwa Mahkamah Internasional melindungi kapitalis global.

“ Makanya WTO dengan struktur ekonomi-politik saat ini hanya menguntungkan kelas menengah oportunis,” ujarnya.
 
Indonesia menurutnya seharusnya mencontoh pembangunan BUMN China atau Rusia yang jadi pemain kelas internasional. 
 
“Semua korporasi asing atau swasta domestik harus menyerahkan minimal 51 persen menjadi BUMN/BUMD,” tegasnya. (Dian Dharma Tungga)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru