Senin, 28 April 2025

Kegagalan Menghapus Bung Karno Dari Sejarah

Ditengah Penjajahan Kolonialisme Belanda pada 6 Juni 1900, seorang perempuan, Ida Ayu Nyoman Rai, yang sehari-hari dipanggil Nyoman, melahirkan seorang putra bernama Soekarno. Pada 1 Juni 1945, dihadapan Badan Penyelidik Usaha Persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Soekarno, pertama kali berpidato tentang Pancasila yang selanjutnya menjadi dasar Ideologi Negara Republik Indonesia. Sehingga Setiap 1 Juni dikenal sebagai Hari Kelahiran Pancasila. Ia menjadi menjadi Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia yang berdiri pada 17 Agustus 1945. Pada 22 Juni 1966 Soekarno dipaksa meletakkan jabatan lewat penolakan oleh MPRS atas Pidato Pertanggung Jawaban Presiden Soekarno,–setelah sebuah kudeta militer yang didukung Amerika Serikat pada 30 September 1965.  Presiden Soekarno meninggal dunia di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta pada 21 Juni 1970. Sebagai penghormatan terhadap Bulan Bung Karno, selama sebulan Bergelora.com akan menurunkan berbagai tulisan tentang Bung Karno.

 

Oleh : Ernawati*

Ir Soekarno atau yang lebih dikenal dengan sebutan Bung Karno,  Presiden pertama RI yang sosoknya hingga kini masih hidup dalam kenangan rakyat Indonesia,– pandangan-pandangannya kembali menguat berpengaruh di dunia politik nasional. Berbagai tulisan sejarah baik yang resmi maupun tidak resmi tentang sosok Bung Karno memperkaya pengetahuan sejarah tentang lika-liku perjuangan rakyat Indonesia mencapai kemerdekaan di tahun 1945 sampai tahun 1965.

Walaupun sempat dihitamkan oleh rezim Orde Baru selama 32 tahun dari tahun 1966-1998, namun aura perjuangan Bung Karno semakin menerobos disanubari dalam setiap generasi muda pada setiap peringatan Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus. Setiap tahun rakyat mendengar, pidato Proklamasi kemerdekaan dibacakan oleh Bung Karno. Bagi generasi kami yang lahir dan besar dimasa Orde Baru, Pidato itu terdengar sepintas namun terpatri di dalam hati. Tidak ada yang mampu menghapus sejarah Soekarno sebagai bapak pendiri dan proklamator Republik Indonesia,–sampai saat ini.

Namun pandangan saya mulai berubah ketika pertamakali saya membaca buku karya Bung Karno, Sarinah. Buku itu sangat memukau dan membuka pandangan saya mengenai Bung Karno. Saya tidak lagi hanya melihatnya sebagai tokoh biasa yang harus saya hafalkan dalam buku sejarah. Pandangan-pandangan, aktivitas politik dan terutama pendirian politiknya membuat saya tertarik untuk menggali lebih dalam tentang arti perjuangannya. Walaupun begitu saya tidak dapat mengatakan bahwa saya cukup mengenal beliau. Karena untuk sungguh -sungguh mengenalnya saya harus lebih banyak lagi membaca karya-karyanya yang lain, juga pidato-pidato politiknya yang sarat idealisme.

Sebagai sebuah generasi yang lahir ditahun 1970’an, secara diam-diam kami bisa mendapatkan karya dan pidato bung Karno di toko-toko loak atau jaringan bawah tanah. Semua orang yang pernah membaca atau mendengar akan mengakui kekuatan tulisan dan pidato politiknya. Sehingga mimpi untuk memiliki seorang pemimpin seperti Bung Karno tidak pernah hilang dalam hati rakyat Indonesia.

Keberanian dan kegigihan yang telah diperlihatkannya dari sejak usia muda, menjadi nafas dalam perjuangannya. Dalam situasi yang penuh keterbatasan dan tekanan dari pihak penjajah, Bung Karno menunjukkan tekad lebih kuat untuk melepaskan rakyat dari cengkeraman penjajahan dan itu dimulai dari diri sendiri.

Benar sekali! Kami tak pernah tedeng aling-aling, bahwa kami mengejar kemerdekaan. Kami tak pernah tedeng aling-aling, bahwa PNI punya idam-idaman ialah Indonesia merdeka! Tetapi kami tidak begitu tolol untuk mengira atau mengatakan bahwa kemerdekaan itu dalam satu helaan nafas saja akan datang! (Pidato Pembelaan Bung Karno di depan pengadilan kolonial (Landraad) Bandung, 1930)

Walaupun menghadapi penjara dan pembuangan oleh pihak kolonial, Bung Karno tidak pernah berhenti belajar, karena ia yakin seyakin-yakinnya bahwa Indonesia pasti akan bisa merdeka dari kolonialisme Belanda. Keyakinan ini menyebar semakin kuat dan menakutkan bagi pihak penjajah kolonial.  Secara singkat Bung Karno mmenggambarkan perjuangan rakyat Indonesia saat kemerdekaan itu dikumandangkan :

….Gelombang aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya dan ada turunnya, tetapi jiwa kita tetap menuju ke arah cita-cita. Juga di dalam jaman Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti-hentinya. Di dalam jaman Jepang ini, tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka, tetapi pada hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga sendiri, tetapi kita percaya kepada kekuatan sendiri.Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil sikap nasib bangsa dan nasib tanah air kita di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri akan dapat berdiri dengan kuatnya. Maka kami, tadi malah telah mengadakan musyawarat dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia. Permusyawaratan itu seia sekata berpendapat bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita. Saudara-saudara! Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu.Dengarkanlah proklamasi kami….. (Pidato Bung Karno mengantar pembacaan Teks Proklamasi, 17 Agustus 1945)

Terlebih lagi Bung Karno memiliki pandangan jauh ke depan mengenai kebangsaan dan negara. Hal ini tercermin dalam konsep Pancasila yang disusunnya menjadi dasar ideologi Bangsa Indonesia. Dapat dibayangkan sulitnya situasi pada saat itu dengan peralatan komunikasi dan transportasi yang terbatas namun mampu menyatukan perjuangan dari berbagai daerah hingga terbentuk negara kesatuan Republik Indonesia.

Tanpa menafikan peran dari tokoh-tokoh lainnya, peran Bung Karno cukup menonjol hingga di daulat oleh para pemuda yang ‘menculiknya’ untuk membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan.

 

Pada masa awal Republik yang baru lahir ini Presiden Soekarno menghadapi tantangan yang tidak kecil karena harus segera melakukan pembenahan kondisi rakyat yang morat-marit akibat penjajahan kolonial. Belum lagi perbedaan pandangan dengan elit-elit politik pada saat itu. Perbedaan pandangan semakin tajam ketika Presiden Soekarno mencetuskan ide tentang Nasakom di tahun 1960-an. Gesekan terutama terjadi dengan partai-partai berhalauan kanan.

Namun diatas semua itu Bung Karno memiliki prinsip yang mengedepankan persatuan dan kesejahteraan rakyat dan keberpihakan pada rakyat kecil yang disebutnya sebagai kaum marhaen.

Pendirian Bung Karno yang tegas tentang kedaulatan ekonomi ditunjukkan dengan keberaniannya untuk menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing diberbagai bidang diantaranya pertambangan minyak dan perkebunan. Indonesia bagi Soekarno,– tidak akan tunduk pada modal asing.

Dibidang budayapun Bung Karno tidak henti-hentinya menggembleng kepribadian Indonesia yang menjunjung tinggi kebudayaan Indonesia. Sampai-sampai melarang anak-anak muda untuk mendengarkan musik-musik barat seperti the Beatles yang pada waktu itu sedang trend. Grup musik Koes Plus pernah meringkuk dalam penjara karena mencoba menyanyikan musik ala barat. Karena menurut Bung Karno, musik ala barat  itu melemahkan bahkan menghancurkan semangat joang revolusioner rakyat Indonesia.

Pandangan mengenai kedaulatan sebuah bangsa yang merdeka juga dibawanya ke negara-negara sahabat hingga tercetus gagasan untuk menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung pada tahun 1955 . Konferensi inilah yang melahirkan gerakan Non-Blok,–gerakan yang tidak berpihak pada Blok Amerika ataupun Blok Soviet yang pada waktu itu sedang bertarung memperebutkan hegemoni dunia. Konferensi Asia Afrika  dan Gerakan Non-Blok menjadi kekuatan ketiga menghadapi dua blok yang saling berebut pengaruh di seluruh dunia.

Tentu saja diantara sanjungan dan pujian ada juga pihak-pihak yang bertentangan dan bersikap sinis terutama karena kedekatan Bung Karno dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan kehidupan pribadinya karena menikah dengan beberapa perempuan.

Soal kedekatan Bung Karno dengan PKI sampai sekarang masih terus ramai dibicarakan berbagai kalangan. Ada yang pro dan ada yang kontra. Saya yakin semua itu sekali lagi memperkaya wawasan kebangsaan kita. Suatu saat kebenaran pasti akan terungkap oleh generasi mendatang.

Namun tentang poligami yang dilakukan oleh Bung Karno, tidak dapat disangkal hal ini jelas bertentangan dengan konsep perjuangan perempuan. Bahkan organisasi perempuan terbesar Gerakan Perempuan Indonesia (Gerwani) pada masa itu sangat menentang poligami yang dilakukan oleh Bung Karno.

Namun dengan mencoba memahami situasinya disekitar Bung Karno pada waktu itu,– saya berusaha untuk memahami kepribadiannya. Dapat dibayangkan sosok Bung Karno yang kharismatik dengan status sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang harus menghadapi berbagai tekanan namun disisi lain juga sebagai laki-laki normal yang banyak dikelilingi dan dikagumi perempuan cantik dari berbagai kalangan. Tentu situasinya sangat sulit dan penuh tekanan. Walaupun hal ini juga dapat dianggap sebagai pembenaran atas pernikahannya yang terjadi berkali-kali.

Namun semua itu tidak akan mengurangi nilainya sebagai Bapak Proklamator yang mengagumkan. Dua tahun terakhir dari masa hidupnya pastilah masa paling menyiksa. Diputuskan sebagai tahanan rumah layaknya penjahat perang sementara diluar terjadi pembantaian besar-besaran atas rakyatnya. Sungguh membayangkan semua itu,– menambah rasa kagum dan hormat pada sosok Presiden pertama Republik ini. Sejarah bangsa ini dan kontroversi tentang Bung Karno semakin mendorong generasi muda bernafsu menggali sejarah. Rezim, telah gagal menghapus Bung Karno dari Sejarah perjuangan bangsa ini.

“Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.” (Pidato Presiden Soekarno, HUT Proklamasi 17 Agustus 1963)

*Penulis adalah aktivis Perempuan, ibu rumah tangga tinggal di Yogyakarta

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru