JAKARTA – Kematian dokter Aulia, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), mengundang perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek). Kasus yang diduga terkait dengan perundungan ini mendorong Kemendikbud Ristek untuk mengambil langkah cepat dan tegas dengan membentuk tim pencari fakta (TPF).
Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikburistek, Abdul Haris, mengungkapkan pihaknya telah menerjunkan Tim Inspektorat Jenderal untuk melakukan investigasi mendalam terkait kasus itu.
“Kemendikbud Ristek telah berkoordinasi dengan rektor, dekan, dan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) untuk mencari fakta atas hasil investigasi internal Undip,” kata Haris, Minggu (8/9/2024).
Sebagai respons konkret, Kemendikbud Ristek berencana menerbitkan Peraturan Menteri tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi. Aturan ini tidak hanya fokus pada kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan psikis, perundungan, diskriminasi, intoleransi, dan kekerasan seksual.
“Harapan kami, aturan ini akan memperkuat upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan di lingkungan perguruan tinggi sehingga tragedi serupa tidak terulang,” lanjut Abdul Haris.
Kemendikbud Ristek juga menyampaikan belasungkawa mendalam kepada keluarga dokter Aulia. Bersama dengan semua dekan fakultas kedokteran di Indonesia, pihaknya menegaskan komitmen untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif dan aman.
“Kami sangat menentang segala bentuk kekerasan di satuan pendidikan kedokteran,” ujar Haris.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Kematian dokter muda asal Tegal ini memunculkan dugaan adanya perundungan, termasuk permintaan uang sebesar Rp 20 juta-Rp 40 juta oleh seniornya untuk keperluan di luar pendidikan. Keluarga dokter Aulia telah melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian, dan investigasi terus berlanjut.
Sebagai langkah lanjut, program PPDS Anestesi dan Reanimasi FK Undip di RS Kariadi Semarang telah dihentikan sementara, serta izin praktik dokter Yan Wisnu Parjoko yang terlibat dalam kasus ini juga ditangguhkan.
Kemendikbud Ristek bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terus berkoordinasi untuk mencegah kekerasan di pendidikan kedokteran melalui Komite Bersama yang dibentuk di kedua institusi. (Web Warouw)