Oleh: Jansen Sitindaon
TURUT berduka cita atas berpulangnya mas Jati. Semoga semua keluarga yg ditinggalkan dikuatkan.
“Selain nama besarnya sebagai aktivis PRD yg melegenda dan jadi korban penculikan, satu yg istimewa dari mas Jati ini — jika kita jumpa dan bincang-bincang dengannya — senyumnya. Kalau bicara, wajah mas Jati jarang keras, hampir selalu tersenyum dan kata-katanya lembut dengan medok Jawa yg kental.
Dan aku melihat, ini hampir jadi tipikal rata2 senior-senior PRD yg aku temui. Dengan status dan reputasi mereka dalam dunia keaktivisan Indonesia yg sangat tinggi dengan menyandang nama besarnya masing2, jika kita bertemu mereka, hampir semuanya teduh-slow, jauh dari kesan seram. Seperti citra yg ditulis media terhadap mereka selama ini. Khususnya sejak dan menjelang Reformasi serta pascanya. Sehingga publik banyak salah menilai mereka. Ada kesan krn mereka dianggap “kiri”, jadi keras, kejam dll serta berbagai presepsi salah lainnya. Padahal aslinya: sama sekali itu tidak benar semua.
Inilah mungkin pengejawantahan “semakin berisi padi semakin merunduk”. Padahal kalau soal kecerdasan dan keberanian, tidak usah ditanyalah. Krn syarat PRD ini aku lihat, tidak cukup cerdas saja namun juga harus berani. Sebaliknya tidak cukup modal berani saja, namun juga harus cerdas/pintar. Sama seperti semua kawannya yg lain, dalam diri mas Jati kedua hal ini juga ada dan lengkap. Dari interaksiku, ternyata ada satu lagi kelebihan para senior PRD ini selain kedua hal itu, mereka juga ternyata sangat rendah hati dalam kehidupan kesehariannya, “ngasor” kalau istilah Jawanya. Padahal mereka pintar-pintar dan jago-jago semua.
Terakhir sekali aku jumpa mas Jati beberapa bulan lalu, bersama dgn bang Andi Arief (AA), mas Dadang Juliantara dan mas Jemmy Setiawan. Ketika itu mas Jati datang bertandang, main-main ke kantor kami di DPP Demokrat. Dia datang pakai kaos hitam, celana jeans dan tas ransel dipunggungnya. Setelah dari ruangan AA, bersama mas Jemmy kami nongkrong ngopi di taman Partai Demokrat. Cerita ngalor-ngidul tentang banyak hal.
Beberapa bulan sebelum itu aku juga ingat pernah diajak bang Andi Arief ke salah satu tempat di daerah Jaksel. Mas Jati juga ada. Ketika ada juga bang Nezar Patria (jauh sebelum beliau diangkat jadi Wamen seperti skrg), mas Faisol Reza, bang JEK (Jakobus Eko Kurniawan) dan beberapa senior PRD lainnya. Asyik jika melihat mereka ini kumpul.
Krn mungkin mereka sudah “berpolitik-beraktivis” sejak usia belasan tahun, dan skrg mereka sudah berusia diatas 50 tahunan semua — jadi sudah bosan mungkin — malah kalau jumpa sedikit sekali mereka bahas politik. Apalagi mungkin skrg posisi politik mereka beda-beda.
Jadi dominan mereka jumpa ini lebih pada cerita soal kehidupan sekarang, sambil sesekali mengenang masa lalu khususnya yg lucu-lucu ketika berjuang dulu. Rileks pokoknya. Termasuk saling bertanya teman mereka yg lain skrg dimana? Bagaimana kabarnya? Termasuk apakah ada yg sakit? Kalau temannya itu sudah meninggal, keadaan keluarga dan anak-anaknya gimana? Jangan lupa itu harus kita urus, tegas mereka dll. Dan kemudian sambil ramai-ramai gitu, mereka lakukan video call dgn temannya yg teringat sedang dibahas. Aku ingat dalam pertemuan itu mereka video call “Casper” aktivis PRD Sumut dulu. Nanya kabarnya dll. Nama aslinya bang Casper ini Ikhyar Harahap.
Akhir kata:
Walau aku mengenalmu tidak terlalu lama, dari lubuk hati paling dalam aku mengucapkan: SUGENG TINDAK, selamat jalan mas Raharja Waluya Jati. Teman-teman seperjuanganmu pasti sangat berduka dan akan sangat merindukanmu. Termasuk kami para juniormu ini.
Matur sembahnuwun mas atas berbagai masukanmu selama ini utk kami bertumbuh lebih baik. Beristirahatlah sekarang dgn tenang mas Jati..”
Hormatku,
— JANSEN SITINDAON
*Tulisan ini diambil dari akun twitter Jansen Sitindaon
*Jansen Sitindaon, aktivis Partai Demokrat