Oleh: Ubaidillah Achmad*
Pengantar Redaksi: Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memutuskan untuk mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) mencabut izin lingkungan pabrik semen PT. Semen Indonesia di Rembang. Pencabutan izin Semen Rembang ini dilakukan sehari sebelum tenggat waktu untuk menjawab putusan MA berakhir yakni 17 Januari 2017. Tulisan ini diterima Bergelora sebelum putusan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Senin (16/1)
Selasa, 17 Januari 2017 merupakan hari bersejarah bagi kendeng, karena melahirkan sebuah keputusan yang sangat menentukan wajah masa depan kendeng, keadilan Ganjar, dan masa depan keadilan di Indonesia. Karenanya, besuk akan menjadi sejarah penting yang mencatat kepemimpinan Ganjar. Saat ini, yang akan dibaca melalui dua catatan sejarah: pertama, sejarah konflik yang terjadi pra dan pasca putusan MA, tanggal 5 Oktober 2016. Kedua, sejarah kondisi agama-budaya masyarakat Kendeng dan ekologi ke depan: bagaimana pasca respon tim Ganjar besuk terhadap keputusan MA.
Sebelum berbicara kendeng dan jalan terjal keadilan di hadapan Ganjar, penulis membaca ada dua tekanan psikis yang saling berhadapan: pertama, tekanan psikis Ganjar yang di satu sisi ingin mentaatai hukum atau keputusan MA, namun ada energi besar yang kita tidak tahu seperti apa energi besar yang tetap membentuk sikap Ganjar, sehingga tidak tegas mensikapi putusan MA. Kedua, tekanan psikis para pejuang petani kendeng, aktivis, dan akademisi yang mencintai keadilan, namun mengikuti sikap Gubernur pilihan rakyat justru tidak tegas mensikapi keputusan MA.
Jika besuk keputusan Ganjar ternyata bertentangan dengan semangat keadilan rakyat Indonesia dan mahasiswa, maka penulis prediksi masalah tidak akan berhenti secara otomatis pada hari selasa besuk, tanggal 17 1 2017.
Selain dari para akademisi, hujatan akan mengalir deras dari para aktivis yang sedang ingin menghijaukan kembali kutub bumi ini. Sehubungan dengan hal ini, Ganjar perlu mempertimbangkan secara serius pasca kejadian sejarah yang akan terjadi besuk. Tentu saja, jika Ganjar berhasil memikirkan kejadian akan selesai besuk, bisa dikatakan sebagai hitungan logika pendek, sebab fenomena Kendeng tidak bisa dihitung dari kalkulasi bisnis saja, namun juga harus dihitung dari kalkulasi agama, budaya, dan kemanusiaan.
Perhitungan yang lebih berat yang memerlukan kesadaran Ganjar, adalah arti penting keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pemimpin tidak seharusnya menggambarkan rakyat, adalah sosok yang bernafas hari ini, namun juga perlu mempertimbangkan nafas generasi yang akan datang. Keputusan seorang pemimpin tidak hanya berimplikasi pada rakyat, namun juga akam berimplikasi pada catatan buruk diri seorang pemimpin yang berani melawan arus yang menuntut keadilan hanya untuk mempertahankan sikap yang berbeda dengan keadilan hukum yang sudah diputuskan MA.
Dengan demikian, seorang pemimpin tidak boleh hanya mempertimbangkan usia hidupnya, namun juga harus mencintai alam raya yang indah ini kelak masih bisa dinikmati oleh anak cucu. Pemimpin tidak hanya memikirkan kehendak sendiri dan materialisme, namun juga memberikan persembahan untuk masa depan sejarah manusia yang manusiawi dan beradap. Memang masa depan sejarah kekuasaan sering melupakan sikap peduli, handarbeni, ngawakz-i terhadap kepentingan jangka panjang, namun sebenarnya sudah banyak catatan sejarah, bagaimana ketika sejarah mencatat sejuta catatan buruk para pemimpin ?
Banyak para pemimpin yang tidak peduli terhadap sikap arogan dan kenangan buruknya, namun mereka ini sering lupa, bahwa anak cucu yang menyaksikan sejarah orang tua dan leluhur di catat dalam sejarah hitam kepemimpinan, sungguh merupakan sikap egois dan tidak sayang kepada generasi sendiri.
Secara akademis, kita tidak tahu pengadilan Tuhan, namun yang pasti rakyat dan sejarah akan mengenang semua kisah pemimpin. Kita juga sering membaca kisah antara pemimpin yang lalim dan pemimpim yang adil. Meski hari ini banyak yang berbicara agama, namum kelak anak cucu kita akan seperti kita ketika membaca kisah para pemimpin, yaitu apakah seorang pemimpin itu akan berbuat adil atau sewenang wenang mengikuti kepentingan sendiri.
Dalam konteks masyarakat Rembang, hingga kini tetap pada dalam suasana tenang, tidak ada konflik, karena memang kultur masyarakat rembang, adalah masyarakat yang tidak suka konflik dan mempermasalahkan perbedaan agama. Jika di rembang ada konflik, berarti merupakan konflik yang bersifat personal yang tidak bisa diakaitkan dengan agama.
Meski masyarakat Rembang terdengar tenang, namun perlu diketahui fenomena kendeng benar benar telah melahirkan klasifikasi masyarakat ring pertama, berupa masyarakat pro dan kontra industri. Konflik ini, benar benar terjadi pada awal terembus akan ada industri di ring pertama rembang. Konflik ini melibatkan sistem premanisme dan lembaga swadaya masyarakat yang terlibat kepentingan dengan kelompok kelompok kepentingan. Karena semakin lama menimbulkan konflik kemanusiaan, maka akhirnya tradisi pesantren terlibat untuk mendamaikam konflik pro dan kontra industri.
Para kiai di Rembang tidak banyak mengikuti benturan dan konflik di lapangan, mereka ini lebih banyak menekankan kerukunan terhadap warga dan masyarakat Rembang. Adanya keterlibatan Kiai pada fenomena kendeng lebih menekankan arti penting lingkungan lestari. Jadi, yang membuat tertarik para Kiai, adalah ajaran tentang keutamaan menjaga lingkungan lestari, sehingga belum sampai pada model keberpihakan kepada masyarakat yang pro maupun yangn kontra industri secara berlebihan seperti memperjuangkan partai pada masa Orde Bary.
Para Kiai mulai lebih tertarik kepada Rembang, justru setelah keputusan MA dan banyak mata di rembang yang mengikuti media tentang rembang dan rencana industri semen. Selain itu, dalam beberapa kesempatan pihak Industri dan Bupati juga sudah banyak melakukan sosialisasi rencana industri di rembang. Misalnya, di pesantren dan lembaga lembaga pendidikan.
Sekarang ini, tidak hanya masyarakat ring pertama dan masyarakat Rembang yang dikejutkan, namun juga masyarakat Indonesia. Peristiwa yang mengejutkan, adalah adanya keputusan MA. Karenanya, sesuai dengan prinsip masyarakat Rembang dan cita cita rakyat Indinesia, maka masyarakat berdoa, agar Ganjar mematuhi hukum.
Â
Tentu saja, agenda besuk, hari Selasa, 17 1 2017 belum ada yang bisa menduga, bagaimana keputusan Ganjar? Dengan demikian, sebelum besuk Ganjar harus memutuskan tindaklanjut keputusan MA, maka Ganjar perlu ingat tetesan air mata dan masyarakat kendeng: berupa doa para tokoh lintas agama, keputusan hukum MA, dan ketulusan pejuang petani kendeng yang dari awal ingin mempersembahkan lingkungan lestari untuk para anak cucu.
Pejuang petani lingkungan lestari, telah menunjukkan ketulusannya ini, dapat dilihat dari beberapa indikasi: pertama, berkorban berdasarkan visi lingkungan lestari. Kedua, menunjukkan pengorbanan waktu, tenaga, dan pikiran untuk visi perjuangan, mempertaruhkan keselamatan fisik dan jiwa untuk terlibat aktif dalam gerakan dan perjuangan untuk pembangunan jangka pendek dan jangka panjang yang terus berkelanjutan. Setidaknya, dari indikasi ini, pejuang petani kendeng telah menunjukkan keinginannya yang nyata.
Hal ini, telah mereka tunjukkan dengan bukti: keterlibatan fisik tanpa kata, diiringi dengan penuh semangat jiwa, dan kondisi psikis yang fokus pada tujuan perjuangan. Sementara itu, kondisi pro semen lebih pada upaya melakukan kegiatan yang jauh dari panggang semangat mereka yang terus terang ingin kelangsungan ekologis dan keseimbangan kosmologis tidak dirusak oleh siapa pun.
Jalan Terjal Keadilan
Banyak rakyat yang menuntut keadilan yang kandas tidak berdaya dihadapan penguasa, namun siapa sangka ada yang berani berhadapan dengan para pemimpin mereka. Tentu tidak heran, karena era sekarang telah banyak payung hukum untuk semua yang ingin keadilan.
Hal ini, telah dirasakan pejuang petani kendeng, yaitu menolak industri melalui hukum sesuai arahan Ganjar, namun justru sosok Ganjar tidak mengira, bahwa petani yang dianggap lemah telah memiliki jaringan hukum, gerakan lintas agama, gerakan lintas kampus untuk kendeng.
Selain itu, petani kendeng ini, juga telah memiliki jaringan dengan mahasiswa perguruan tinggi se Indonesia. Jaringan ini, merupakan jaringan ideologis yang memiliki komitmen tinggi terhadap kemanusiaan, keadilan dan persamaan antar seluruh umat manusia.
Banyak yang sudah dilalui pejuang petani kendeng untuk lingkungan lestari. Misalnya, melalui upaya hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Surabaya. Dalam pengadilan ini, meski dinyatakan kalah, namun tidak menyurutkan semangat juang menjaga kelangsungan ekologis kawasan kendeng.
Tentu saja, diluar dugaan, justru pada tahap peradilan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia, para petani telah menang membuktikan apa yang menjadi perjuangannya membuahkan hasil sesuai dengan visi pembangunan yang berkelanjutan.
Dengan kata lain, peninjauan ini, pada tanggal 05 Oktober 2016, perkara Tata Usaha Negara (TUN) atas SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 660./17 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen Oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk. Di Kabupaten Rembang tahun 2012, warga Rembang memenangkan gugatan tata usaha negara melawan Gubernur Jawa Tengah dan PT Semen Gresik.
Berikut putusan atas permohonan PK warga Rembang tersebut, MA memutuskan; pertama, mengabulkan gugatan Para Pengugat untuk seluruhnya; kedua, Menyatahkan batal surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No.660.1/17 tahun 2012, tanggal 7 Juni 2012, tentang izin lingkungan kegiatan penambangan oleh PT Semen Gresik Tbk., dikabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah; ketiga, Mewajibkan kepada tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 660./17 tahun 2012, tanggal 7 Juni 2012, tentang izin Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT Semen Gresik tbk., di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah.
Lalu apa yang terjadi, yaitu sebuah putusan MA bagaikan angin lalu bagi Ganjar Pranowo. Besuk merupakan hari yang dinantikan oleh para tokoh agama, akademisi, dan rakyat, seperti apa Ganjar akan menandai sejarah kepemimpinan di Indonesia. Banyak yang sudah memperkirakan keputusan Ganjar akan sama seperti beberapa pendangannya di ruang-ruang publik (Mata Najwa, edisi Bergerak demi Hak; Tirto.id wawancara, dsb) menyatahkan keberpihakannya pada Semen Indonesia.
Namun demikian, dunia tetap beharap ada kesadaran dan perubahan kebijakan yang mendidik rakyat dan bangsa, yaitu membiasakan rakyat untuk taat kepada keadilan hukum. Misalnya, menaati keputusan MA.
Hingga H-1 ini belum ada yang memperkirakan sikap Ganjar melalui legitimasi tim yang dibentuknya, karena Ganjar selama ini memiliki dua pandangan yang berbeda: pertama, seperti yang terlihat pasca keluar keputusan MA, Ganjar kurang cepat dan menunjukkan lontarannya untuk industri. Kedua, berdasarkan rekaman dokumen pribadi GMPK, yang dimuat Kompas.com tanggal 26 April 2016 pukul 12.37 WIB, Ganjar menegaskan, bahwa jika masyarakat menang dijalur hukum tidak akan ada pabrik Semen’.
Poin kedua di atas, berbeda dengan pernyataan Ganjar sendiri, yang belum terlihat mengindahkan putusan tersebut. Misalnya, adanya sikap Ganjar yang mengeluarkan SK baru No. 660.1/30 tahun 2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bahan Baku Semen dan Pembangunan Serta Pengoperasian Pabrik Semen PT Semen Indonesia Tbk. Di Kabupaten Rembang.
Apa yang dilakukan pejuang petani kendeng ini, bukan tanpa alasan, sebab mereka ini bervisi untuk menjaga kedaulatan masyarakat Rembang sesuai dengan UUD 1945, yang pada prinsipnya ‘’Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya’’.
Jadi, berdasarkan UUD 1945 di atas petani berjuang untuk menegaskan, agar Ganjar melaksanakan Putusan Mahkamah Agung dan Mencabut Izin lingkungan kegiatan penambangan oleh PT Semen Gresik Tbk (PT Semen Indonesia), dikabupaten Rembang, Provinsi Jawa. Semoga berhasil sesuai dengan koredor UUD 45 dan berkah mempertahankan lingkungan lestari dan kosmologi.
Â
Penulis adalah Dosen UIN Walisongo Semarang, Penulis Suluk Kiai Cebolek dan Islam Geger Kendeng, Khadim Majlis Kongkow As Syuffah Sidorejo Pamotan Rembang