JAKARTA-Menteri Koordinator (Menko) bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Wiranto mengemukakan, dalam dua bulan sejak didirikannya, Satuan Tugas (Satgas) Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) telah menerima 22 ribu lebih laporan, yang disampaikan baik lewat website, SMS, maupun secara langsung melalui Call Center.
“Laporan tersebut sebagian besar langsung ditindaklanjuti, disalurkan kepada instansi lembaga terkait yang menangani pelayanan publik yang terkena, dan sudah mendapat tindakan administratif maupun tindakan hukum,” kata Wiranto kepada wartawan usai Rapat Terbatas tentang Lanjutan Pembahasan Reformasi Hukum, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (17/1) sore.
Satgas Saber Pungli yang dibentuk sebagai bagian dari Reformasi Hukum tahap pertama itu, lanjut Wiranto, juga telah melakukan 81 operasi tangkap tangan (OTT) di berbagai instansi pemerintah, terutama yang menyangkut pelayanan publik.
“Itu menunjukkan bahwa betul-betul ada kesungguhan pemerintah, untuk memberantas pungutan liar, yang nyata-nyata membebani masyarakat kecil terutama,” tambah Wiranto, seraya menekankan bahwa upaya sapu bersih dilakukan pada pungli baik kecil maupun besar.
Menurut Menko Polhukam, Presiden Joko Widodo telah memutuskan akan melanjutkan upaya sapu bersih sampai pungutan liar ini bersih dari kehidupan berbangsa.
Terkait penyelundupan, Menko Polhukam menegaskan, pemerintah akan mendalami modus operandi, pelibatan, apa yang diselundupkan, dimana titik-titik rawan, dan cara mengatasi yang paling tepat.
“Ini akan dilanjutkan pada ratas berikutnya,” tambah Menko Polhukam.
Bayar Tilang
Menko Polhukam juga menyinggung mengenai rencana pemindahan lembaga pemasyarakatan (lapas). Ia menyebutkan, pemerintah tengah mendalami untuk memilih pulau-pulau terluar mana yang tepat untuk memindahkan lapas yang sudah over kapasitas.
Dengan pemindahan itu diharapkan semuanya dapat dipisahkan terutama antara penghuni lapas, yang terlibat narkotika, terorisme, maupun perkara pidana biasa.
“Karena tetap tercampur seperti sekarang ini, tentu ada satu kondisi yang tidak sehat, saling mempengaruhi diantara mereka,” tambah Menko Polhukam.
Terkait penanganan kasus tilang, menurut Menko Polhukam, sudah ada kesepakatan bersama antara Polri, Jaksa Agung, serta Kementerian Keuangan dan BRI. Serta sudah ada pilot project dengan sistem e-tilang di 16 Polda dan akan berlanjut di Polda lainnya. Pelayanan percepatan pelayanan SIM, STNK, BPKB secara online juga sudah dilakukan di 18 Polda.
“Sehingga pembayaran lewat bank, itu nanti akan terus menjadi satu budaya baru dalam pengurusan ini,” tambah Menko Polhukam.
Disampaikan Menko Polhukam, dengan sistem online, masyarakat tidak perlu pulang ke daerah masing-masing untuk mengurus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). “Sekarang dengan cara online lebih cepat lagi,” tambah Menko Polhukam.
Sebelumnya pada awal arahannya, Presiden Jokowi mengingatkan, bahwa reformasi hukum yang pertama sudah dimulai, salah satunya dengan menggencarkan pemberantasan pungli, terutama di sentra-sentra pelayanan publik.
Presiden meminta agar pemberantasan pungli tidak boleh kendor dan berhenti tapi harus digencarkan sehingga rakyat makin mendapatkan dampak positifnya. Namun Presiden menekankan agar pemberantasan pungli perlu diikuti dengan pembenahan yang bersifat sistemik agar pelayanan menjadi lebih berkualitas.
“Artinya, setelah kita menyelesaikan punglinya, sistemnya langsung masuk, perbaikan sistemnya harus masuk, pembenahan sistemnya harus masuk,” tutur Presiden Jokowi.
Menurut Presiden, pemberantasan pungli harus bisa menjadi pintu masuk agar layanan publik semakin cepat, semakin baik, semakin berkualitas, dan bukan sebaliknya. Ia menunjuk contoh di Polri, Presiden meminta dilakukan percepatan dan peningkatan kualitas pelayanan SIM, STNK, BPKB, SKCK, dan penanganan tilang yang cepat, dan memperluas pelayanan berbasis online agar segera bisa diterapkan model pembayaran non tunai melalui perbankan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, bahwa reformasi hukum tidak hanya menyentuh sisi hilir yang terkait dengan pelayanan publik, tapi juga ke hulu yakni pembenahan aspek regulasi dan prosedur. Untuk itu, Presiden meminta agar penataan regulasi juga menjadi prioritas dalam reformasi hukum kali ini.
Namun Presiden mengingatkan kembali, bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, bukan negara peraturan dan bukan negara undang-undang. “Karena itu, perlu ada evaluasi atau review atas berbagai peraturan perundang-undangan, agar sejalan dengan jiwa Pancasila, amanat konstitusi, dan kepentingan nasional kita,” kata Presiden Jokowi saat memberikan pengantar pada Rapat Terbatas (ratas) tentang Lanjutan Pembahasan Reformasi Hukum, di Kantor Presiden, Jakarta. Selasa (17/1) siang.
Selain itu, lanjut Presiden, perlu adanya evaluasi pada aturan yang tidak sinkron satu dengan yang lain, yang cenderung membuat urusan menjadi berbelit-belit dan menimbulkan multitafsir, serta justru melemahkan daya saing Indonesia di dalam kompetisi global.
Presiden Jokowi juga berharap dilakukan penataan database peraturan perundang-undangan. “Manfaatkan sistem teknologi informasi yang telah berkembang saat ini untuk mengembangkan pelayanan elektronik regulasi atau e-regulasi,” tutur Presiden.
Presiden menekankan, bahwa pada 2017 ini pemerintah berkomitmen untuk fokus mengatasi soal kesenjangan sosial, termasuk ketimpangan akses untuk memperoleh keadilan. Ia menyebutkan, masih banyak kelompok masyarakat yang belum memperoleh perlindungan dan bantuan hukum yang memadai untuk memperjuangkan keadilan.
Kepada Bergelora.com dilaporkan, rapat Terbatas itu dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko Polhukam Wiranto, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Mendagri Tjahjo Kumolo, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Mensesneg Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Menteri PANRB Asman Abnur, Menkeu Sri Mulyani Indrawati, Menkominfo Rudiantara, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. (Calvin G. Eben-Haezer)