Jumat, 24 Maret 2023

Kesejahteraan Rakyat & Anti Neoliberalisme

Ilustrasi aksi anti Neoliberalisme (Ist)

Pilkada Parimo 2018 (Parigi-Moutong) Sulawesi Tengah diharap mampu melahirkan pemerintahan progresif yang berpihak pada kelas mayoritas rakyat miskin di tingkat lokal. Mirza, S.kom, Wakil Ketua II Jiwa Sabar dan ketua DPK-Jaringan Kemandirian Nasional Kabupaten Parigi Moutong menuliskan untuk pembaca Bergelora.com

Oleh : Mirza, S.kom

PENGEMBANGAN manusia tidaklah jatuh dari langit. Bukan pula kado pemberian dari atas. Pengembangan manusia terwujud melalui aktivitas manusia sendiri — melalui apa yang disebut Marx sebagai praktek revolusioner — ‘persinggungan antara perubahan situasi dan aktivitas manusia atau mengubah-diri’.

Kita mengubah diri kita sendiri melalui aktivitas kita — melalui perjuangan kita dan apa pun yang kita lakukan. Cara kita berproduksi (di tempat kerja, di komunitas, dan di rumah), cara kita berhubungan dengan orang lain dalam aktivitas kita, cara kita mengatur diri kita sendiri (atau diatur oleh orang lain) — semua ini yang menjadikan kita manusia seperti saat ini. Singkatnya, kita adalah produk dari seluruh aktivitas kita.( Michael A. Lebowitz ) tentang Jalan Pembangunan Manusia.

Dari kutipan di atas penulis berharap kita semua mengambil pelajaran bahwa Apa yang kita hasilkan hari ini merupakan hasil dari aktivitas produksi kita sendiri.

Sebagaimana dalam menyikapi Pilkada Parimo pada bulan Juni mendatang bahwa hasil akhirnya merupakan akumulasi dari pilihan-pilihan kita sendiri.

Praktek Revolusioner

Sebagai masyarakat parimo tentu penulis menaruh harapan yang sama seperti masyarakat lainnya yakni menangnya program-program kerakyatan melalui kepala daerah yang memang berangkat dengan niatan ingin mengabdi kepada masyarakat Parimo.

Pada Prinsipnya prosesi kontestasi pilkada kali ini harus dijadikan momentum kebangkitan masyarakat Parigi-Moutong dalam memenangkan sekaligus mengawal programatik yang di anggap  berpihak kepada kelas mayoritas.

Pilkada kali ini pun harus menjadi alat pendidikan politik bagi massa rakyat  menuju transisi dari pola pragmatis ke pola programatik sebagai dasar pertimbangan dalam pilihan-pilihan politik. Hal ini yang di maksud penulis sebagai praktek revolusioner dalam menyikapi momentum-momentum elektoral untuk  memenangkan gagasan gagasan kerakyatan di tingkat lokal, yang merupakan kewajiban dan tugas kaum pergerakan sebagai pelopor.

Dalam tulisan-tulisan terdahulu penulis telah memaparkan tentang problem mendasar yang di hadapi oleh bangsa Indonesia, yang kita sebut itu dengan Neoliberalisme. Istilah yang menggambarkan kembali hasrat kolonialisme yang berimplikasi pada penciptaan kemiskinan.

Dengan model menghilangkan peran negara di sektor ekonomi, privatisasi, pencabutan subsidi, dan telah menghantarkan Indonesia pada situasi dimana kekayaan ketimpangan sosial menjadi fakta yang tak terbantahkan.

Dalam pelaksanaan pilkada Parimo hal yang paling penting untuk di cermati adalah program-program yang menegasikan Neoliberalisme seperti, pemberian subsidi kepada rakyat miskin, memberikan akses pendidikan gratis, modal dan teknologi serta pasar bagi petani, jaminan kesehatan gratis, yang berkiblat pada Pasal 33 UUD 1945 serta mengusung konsep pembangunan yang berkeadilan, sebagai pijakan menentukan pilihan pilihan dalam kontestasi pilkada ini.

Setidaknya ide-ide yang menegasikan neoliberalisme ini menjadi jalan mewujudkan persamaan sosial dan kedaulatan nasional di tingkat lokal. Sehingga menjadi wajib untuk dimenangkan guna memutus matarantai penindasan yang di akibatkan oleh neoliberalisme. Sebagaimana pelawanan terhadap neoliberalisme muncul di negara-negara amerika latin lewat pemerintahan progresifnya, penulis menaruh harapan besar pada Pilkada Parimo mampu melahirkan pemerintahan progresif yang berpihak pada kelas mayoritas rakyat miskin di tingkat lokal.

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,584PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru