DAMASKUS- Amerika Serikat (AS) telah melancarkan puluhan serangan udara terhadap target-target ISIL (ISIS) di Suriah setelah runtuhnya rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Menurut Komando Pusat AS (Centcom) pada Minggu (8/12/2024), AS telah menyerang lebih dari 75 target, termasuk para pemimpin, operator, dan kamp-kamp ISIL (ISIS).
Hal itu dilakukan untuk memastikan bahwa kelompok bersenjata tersebut tidak memanfaatkan berakhirnya kekuasaan Assad.
Centcom mengatakan sedang melakukan penilaian kerusakan setelah serangan-serangan tersebut, yang melibatkan pesawat-pesawat tempur termasuk Boeing B-52 Stratofortress dan McDonnell Douglas F-15 Eagle.
Meski demikian, dari serangan itu tetapi tidak ada indikasi jatuhnya korban sipil.
“Tidak boleh ada keraguan. Kami tidak akan membiarkan ISIS bangkit kembali dan memanfaatkan situasi terkini di Suriah,” kata Komandan Centcom Jenderal Michael Erik Kurilla dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Al Jazeera, Senin (9/12/2024).
“Semua organisasi di Suriah harus tahu bahwa kami akan meminta pertanggungjawaban mereka jika mereka bermitra dengan atau mendukung ISIS dengan cara apa pun,” terang pernyataan itu. Diketahui, serangan ke Suriah itu juga dilakukan jelang Presiden AS Joe Biden lengser dari masa jabatannya.
Dalam pidato yang disiarkan televisi dari Gedung Putih, Biden mengatakan, jatuhnya Assad di tangan kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS) adalah kesempatan bagi rakyat Suriah yang telah lama menderita untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi negara mereka.
“Ini juga merupakan momen berisiko dan ketidakpastian. Saat kita semua beralih ke pertanyaan tentang apa yang akan terjadi selanjutnya, Amerika Serikat akan bekerja sama dengan mitra kami dan para pemangku kepentingan di Suriah untuk membantu mereka memanfaatkan peluang untuk mengelola risiko,” terang Biden.
Presiden Suriah Berusaha mengeklaim sebagian pujian atas jatuhnya Bashar al-Assad, Biden mengatakan kehancurannya dimungkinkan oleh penurunan dukungan untuk pemerintahnya dari Rusia, Iran, dan Hizbullah.
Selama bertahun-tahun, pendukung utama Assad adalah Iran, Hizbullah, dan Rusia.
“Namun selama minggu terakhir, dukungan mereka runtuh karena ketiganya jauh lebih lemah saat ini dibandingkan saat saya menjabat,” tutur Biden.
Meski demikian, berakhirnya secara tiba-tiba pemerintahan keluarga Assad selama 53 tahun telah menimbulkan ketidakpastian atas situasi keamanan di Timur Tengah, termasuk kehadiran sekitar 900 tentara AS di Suriah.
Presiden terpilih AS Donald Trump, yang memerintahkan jumlah pasukan AS di Suriah dikurangi setengahnya selama masa jabatan pertamanya.
Dalam tulisan Trump di Truth Social pada Sabtu mengindikasikan bahwa pemerintahannya tidak akan terlibat dalam konflik apa pun di negara itu.
“Suriah memang kacau, tetapi bukan teman kita,” tulis Trump di Truth Social, sebelum mengganti semua huruf kapital untuk sebuah penekanan.
“AMERIKA SERIKAT TIDAK BOLEH TERLIBAT DENGAN INI. INI BUKAN PERJUANGAN KITA. BIARKAN SAJA TERJADI. JANGAN TERLIBAT!”
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, dalam penampilan publik pertamanya sejak merebut Damaskus, pemimpin HTS Abu Mohammed al-Golani, mantan pemimpin cabang al-Qaeda di Suriah, menggambarkan jatuhnya Assad sebagai kesempatan untuk mengubah Suriah menjadi “mercusuar bagi negara Islam” dan awal dari “sejarah baru” bagi wilayah tersebut.
“Tuhan tidak akan mengecewakan Anda,” kata Golani dalam pidato kemenangan di Masjid Umayyah yang simbolis di ibu kota Suriah.
“Kemenangan ini untuk semua warga Suriah, mereka semua adalah bagian dari kemenangan ini,” terang Golani. (Web Warouw)