JAKARTA- KH Miftahul Akhyar Wakil Rais Aam PBNU bersaksi sebagai ahli agama dalam perkara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Selasa 21 Februari 2017. Kiai Miftah, yang biasa beliau disapa, akan mengatakan sebagai wakil dari PBNU. Namun sampai detik ini, tidak ada kesimpulan resmi dari PBNU baik fatwa, pandangan, hasil Bahtsul Masail atau apapun namanya terkait kasus Basuki Tjahaja Purnama yang secara eksplisit dan tegas mengatakan bahwa Basuki telah melakukan penodaan agama. Hal ini dilaporkan oleh gerilyapolitik.com dan dikutip Bergelora.com di Jakarta, Selasa (21/2)
PBNU dalam rilis resminya dan konferensi pers tanggal 17 November 2016, menegaskan soal kasus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah “kasus dugaan penistaan agama” dan mengajak umat Islam Indonesia untuk “hormati proses hukum yang sedang berlangsung seraya konstruktif kita terus mengawasi dan mengawal agar proses hukum ini berjalan secara adil, transparan sesuai dengan koridor hukum dan perundangan yang berlaku.”
Maka, pandangan Kiai Miftahul Akhyar dalam sidang nanti merupakan pandangan pribadi beliau sebagai ahli agama bukan pandangan resmi dari PBNU.
Karena PBNU melalui Ketua Umum PBNU, Prof Dr KH Said Aqil Siroj, 17 November 2016, setelah ditetapkannya Basuki sebagai tersangka, telah mengeluarkan rilis terdapat 5 hal yang disampaikan PBNU kepada masyarakat, khususnya umat Islam:
Mengapresiasi langkah-langkah yang telah diambil kepolisian dalam kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama. Mari kita hormati proses hukum yang sedang berlangsung seraya konstruktif kita terus mengawasi dan mengawal agar proses hukum ini berjalan secara adil, transparan sesuai dengan koridor hukum dan perundangan yang berlaku.
Menghimbau kepada segenap umat Islam, tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk turut secara proaktif menenangkan situasi serta mendorong tercapainya suasana yang sejuk, aman, kondusif dan menghilangkan sikap buruk sangka terhadap sesama.
Kepada seluruh warga Nahdlatul Ulama, PBNU mengimbau agar tidak melakukan aksi unjuk rasa terkait persoalan dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama.
Sebagai Negara Hukum, sudah seharusnya jika terdapat persoalan, maka harus menjadikan hukum sebagai instrumen penyelesaian masalah.
Bangsa Indonesia tengah menghadapi berbagai agenda besar ke depan, terutama menghadapi tantangan krisis ekonomi, baik yang dipengaruhi konstelasi global, nasional maupun regional. Menghadapi tantangan maraknya penggunaan narkoba yang sudah sangat memprihatinkan, dan juga menghadapi ancaman terorisme global. Dalam situasi ini memerlukan bersatunya seluruh kekuatan komponen bangsa agar menjadi energi besar yang mampu menerobos berbagai macam kebuntuan. (Calvin G. Eben-Haezer)