JAKARTA- Terkait dengan Proses Perncalonan Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai Calon Kapolri yang diusul oleh Presiden Joko Widodo dan diterima oleh Komisi III DPR RI maka diminta Presiden menghormati kedua institusi yaitu Penetapan BG sebagai tersangka maupun juga proses ketatanegaraan dan politik yang berlangsung di lembaga kesilatif dan ekasekutif. Demikian Komisioner Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnasham) RI, Natalius Pigai kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (16/1).
“Sikap Presiden ini penting untuk menjaga marwah baik Institusi Kepresidenan, lembaga legislatif maupun juga KPK sebagai lembaga penegak hukum,” tegasnya.
Menurutnya, meskipun Komnasham belum dilibatkan dalam proses pencalonan, namun Komjen Budi Gunawan secara konkrit telah bersinergi dengan Komnasham RI khususnya pemasyarakatan HAM melalui penyediaan kurikulum HAM di lingkungan Kepolisian, serta menjadi mitra yang baik untuk meningkatkan kapasitas penyelidik bagi komnas HAM selama dilemdikpol,” jelasnya.
“Komjen Budi Gunawan belum pernah dilaporkan oleh masyarakat dan belum pernah tercatat sebagai pejabat kepolisian yg diperiksa oleh Komnas HAM RI,” ujarnya.
Natalius Pigai memastikan tidak banyak perwira tinggi kepolisian yang berperspektif HAM sehingga harapan akan perbaikan kinerja institusi kepolisian yang sangat rendah dilihat dari pengaduan masyarakat terkait pelanggaran HAM oleh kepolisian yang mencapai ribuan di Komnasham dapat diperbaiki.
“Oleh karena itu, tanpa mengurangi penghormatan kita kepada KPK dalam pemberantasan korupsi yang menjadi musuh kita bersama juga menghormati proses ketatanegaraan yang sedang berlangsung untuk tidak menimbulkan kegaduan di masyarakat dan juga menjaga stabilitas politik kita,” demikian Pigai.
Ujian Buat Jokowi
Sementara itu, mantan pimpinan Dewan perwakilan Daerah (DPD) Laode Ida menjelaskan bahwa putusan rapat paripurna DPR yang setujui BG sebagai calon Kapolri merupakan beban dan ujian terberat bagi Presiden Jokowi.
“Putra Solo itu bagaikan disuguhi buah simalakama. Jika BG tak diangkat bisa berarti akan berhadapan dengan parpol pendukungnya bahkan dari gerbong KMP sekaligus. Namun jika mengangkatnya bisa berarti mengkhianati gerakan pemberantasan korupsi yang jadi misi utama reformasi,” ujarnya.
Sekaligus juga menurutnya, Joko Widodo bukan mustahil akan berhadapan dengan rakyat banyak yang sebagian besar pemilih dan pendukungnya.
Laode menjelaskan bahwa masalah ini sebenarnya tak perlu terjadi apabila KPK sejak awal mengumumkan nama-nama yang masuk dalam daftar stabilo merah dan kuning saat Presiden Jokowi mengajukan daftar calon anggota kabinet ke KPK pada Oktober 2014 lalu.
“Seharusnya KPK menjadikan tersangka BG sebelum fit and proper test, sehingga Presiden Jokowi tak akan mengajukan BG ke DPR. Tetapi semuanya sudah terjadi. Kini tinggal pikiran bijak dari Jokowi yang menentukan,” ujarnya. (Dian Dharma Tungga)