Sabtu, 5 Oktober 2024

Eva Bande: Presiden Perlu Segera Bentuk BPKA

PALU- Aktivis agraria, Eva Susanti Bande meminta agar Presiden Joko Widodo konsisten dengan rencananya menyelesaikan berbagai konflik agraria yang merugikan rakyat tani diseluruh Indonesia.

 

“Segera membentuk Badan Penyelesaian Konflik Agraria (BPKA) untuk menyelesaikan berbagai konflik agraria di seluruh tanah air,” tegasnya lewat lewat Bergelora.com di Palu, Jumat (16/1).

Ia menjelaskan bahwa konflik agraria di Indonesia sudah dalam taraf akut. Model penyelesaian atau cara-cara menangani kasus agraria sudah terbukti tidak memadai lagi. Bukannya mendatangkan rasa keadilan, penanganan seputar kasus agraria justru mengkibatkan pukulan bagi petani korban.

“Mereka layaknya seorang kriminil yang diburuh untuk berbagai alasan karena suatu sengketa akibat keputusan pejabat publik misalnya, HGU, HTI, IUP, dan berbagai macam teritorialisasi kehutanan,”ujarnya.

Ia menegaskan bahwa sumber-sumber agraria mestinya dikonsolidasikan untuk mendorong demokrasi yang lebih luas dan substantif, bukan menjadi arena dan alat penindasan dari waktu ke waktu.

Presiden Jokowi, dipandang telah memperlihatkan penanda-penanda untuk menyelesaikan kasus-kasus agraria itu. Pemberian grasi pada dirinya menjadi pintu untuk menyelesaikan kasus-kasus agraria yang jumlahnya mencapai ribuan kasus di atas jutaan hektar lahan sengketa dan ratusan ribu petani telah menjadi korban.

Sebagaimana yang telah diungkapkan di atas, bahwa model penanganan kasus-kasus agraria selama ini kurang memadai. Sehingga diperlukan suatu model penanganan baru yang berada langsung di bawah presiden.

“Oleh karena itu, kami segenap aktivis agraria dan para pemerhati kasus-kasus agraria memandang perlu untuk mendorong lahirnya suatu unit kelembagaan di bawah presiden yang bertugas menyelesaikan konflik-konflik agraria,” ujarnya.

Tidak Manusiawi

Aktivis yang mendapatkan grasi dari Presiden Joko Widodo ini juga mengingatkan adanya pembangunan perkebunan kelapa sawit oleh PT. Kurnia Luwuk Sejati (KLS) sejak pertengahan 1990-an dilakukan dengan cara-cara keji dan tidak manusiawi. Dalam prosesnya ribuan hektar tanah milik petani di Kecamatan Toili, Moilong, dan Toili Barat Kabupaten Banggai digusur secara sewenang-wenang dan diklaim sebagai areal Hak Guna Usaha (HGU) milik PT. KLS.

Bahkan menurutnya proses penggusuran yang diikuti dengan kriminalisasi terus terjadi sampai ke Kecamatan Mamosalato dan Bungku Utara. Praktek penggusuran dan kriminalisasi yang terjadi semakin fatal karena mendapat dukungan dari aparat Negara  yaitu TNI, Polri, pemerintah setempat.

FRAS mencatat tidak kurang dari 2.000 Ha lahan pertanian dan perkebunan warga di Kecamatan Toili, Moilong dan Toili Barat Kabupaten Banggai yang telah digusur paksa dan diubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Sejak tahun 2000 silam, PT. KLS yang merupakan perusahaan milik pengusaha lokal Murad Husain juga melakukan tindak pidana atau kejahatan kehutanan. Hingga tahun 2010 lebih dari 500 Ha areal SM Bangkiriang diubah secara illegal menjadi perkebunan kelapa sawit (BKSDA 2010). Bahkan hingga saat ini luas kawasan yang dirambah terus meningkat hingga melebihi 2000 Ha.

“Kasus di atas adalah salah satu dari ribuan kasus serupa dalam konflik agraria terstruktur massif dan terjadi secara meluas,” ujarnya.

Untuk itu menurutnya,  FRAS mendesak Polda Sulteng, segera melakukan penyelidikan dan penyidikan atas tindak pidana yang dilakukan oleh Murad Husain terkait dengan perambahan Kawasan SM Bangkiriang.

“Presiden RI kami minta untuk konsisten, segera membentuk Badan Penyelesaian Konflik Agraria (BPKA) dan menempatkan orang-orang yang memahami benar serta terlibat aktif dalam upaya penyelesaian konflik-konflik agraria dalam badan yang dimaksud,” ujarnya. (Lia Somba)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru