JAKARTA- Penghapusan ketentuan yang memperahtikan keterwakilan perempuan dalam revisi pasal-pasal pada Undang-Undang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU Susduk MD3) yang mengatur tentang pimpinan Alat Kelengkapan (AKD) DPR merupakan sebuah kemunduran dalam mendorong peran anggota legislatif perempuan pada posisi strategis di parlemen.
“Harus ada kebijakan khusus yang bisa mengakomodir caleg perempuan sesuai dengan konvensi penghapusan diskriminasi terhadap perempuan yang sudah diratifikasi melalui UU No. 7 tahun 1984,” demikian Ketua Komnasham Siti Nor Laila kepada Bergelora.com di Jakarta Kamis (17/7).
Ia menegaskan bahwa sistem demokrasi liberal yang berserah kepada pasar pasti akan merugikan perempuan.
“Karena selama ini perempuan dalam peran tradisionalnya ditempatkan di ranah privat. Sehingga berakibat pada ketidakberdayaan perempuan untuk bersaing dengan calon legislatif laki-laki yang jauh memiliki banyak pengalaman dan modal” ujarnya.
Menurutnya, afirmative action atau tindakan khusus sementara ini dilakukan untu memberi peluang dan mengejar ketertinggalan peremouan di bidang politik. Karena keterwakilan perempuan di parlemen sangat strategis untuk menjawab persoalan ketertinggalan perempuan di segala bidang dan ikut serta partisipasi dalam menyelesaikanpersoalan-persoalan kebangsaan.
“Yang harus dilakukan sesuai dengan konstitusi dan Undang-undang HAM adalah merupakan kewajiban negara dalam hal ini pemerintah untuk menjamin dan mendorong pemajuan perempuan di segala bidang, khususnya pada bidang politik. Harus ada sistem kebijakan yg ramah perempuan dan bisa mengakomodir kepentingan perempuan,” ujarnya.
Gerakanpemberdayan perempuan harus lebih digencarkan lagi, karena perempuan bukan pelengkap atau pajangan, tapi sebagai subjek hukum yang memiliki pengalaman sosial sebagai inspirasi untuk membuat kebijakan.
“Terutama pada isu-isu kesejahteraan, seperti pendidikan dan kesehatan,” ujarnya.
Padahal pada periode 2014-2019 jumlah anggota DPR perempuan mengalami penurunan. Bukannya membuat kebijakan yang mampu menambal situasi tersebut, DPR justru menghambat kiprah perempuan dalam bidang politik. (Web Warouw)