JAKARTA- Ada paradoks dalam pernyataan pimpinan Pansus Revisi revisi pasal-pasal pada Undang-Undang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU Susduk MD3). Disatu sisi menginginkan DPR menjadi menjadi lebih kredibel dan kompeten , tetapi substansinya justru membawa DPR tidak akuntabel pada norma-norma universal salah satunya adalah persoalan Hak Asazi Perempuan berupa kesetaraan kesempatan untuk memimpin. Hal ini disampaikan oleh anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Eva Kusuma Sundari kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (17/7).
“Revisi UU MD3 melanggar asas non diskriminasi, bukan saja terkait afirmasi terhadap perempuan yang diamanatkan UUD tapi juga diskriminasi pada PDIP karena pasal pergantian kepemimpinan tidak berlaku untuk pimpinan DPR Propinsi, kabupaten dan kota,” ujarnya.
Menurutnya, Sidang DPR yang memutuskan revisi UU MD3 itu telah terkontamisnasi dengan polarisasi dalam pemilihan presiden 2014.
“Karena revisi dimotori oleh niat tidak baik dari kelompok koalisi yang terkontaminasi polarisasi pilpres yaitu melembagakan peperangan ‘pilpres’ ke senayan sehingga motifnya menang-menangan tidak peduli ongkosnya bagi demokrasi keterwakilan dan akuntabilitas,” ujarnya.
Sidang DPR tersebut menurutnya telah terjebak dalam paradigma diskriminatif dan melanggar mandat konstitusi.
“Karena menang-menangan ataukekuasaan maka terjebak dalam paradigma diskriminasi sehingga gagal juga merespon kebutuhan perbaikan keterwakilan dalam sistem demokrasi yaitu partisipasi perempuan dalam kepemimpinan yang sudah jadi mandat konstitusi,” jelasnya.
Perilaku sexis para politisi motor revisi ini menurutnya melanggengkan mental blok para patriarchal yg seharusnya dibongkar seperti dalam UU pileg dan UU LPSK, TPPO, Pornografi dan lainnya.
“Singkatnya, ini produk undang-undang yang kental melanggengkan nilai-nilai patriarchal dan feodal yaitu dominasi, diskriminasi, non merit system yaitu pemenang pemilu diganjal jadi pemimpin dan pro korupsi berupa perlindungan koruptor karena dorongan pikiran yang koruptif terhadap nilai-nilai demokrasi
Penghapusan ketentuan yang memperahatikan keterwakilan perempuan dalam revisi pasal-pasal pada Undang-Undang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU Susduk MD3) yang mengatur tentang pimpinan Alat Kelengkapan (AKD) DPR merupakan sebuah kemunduran dalam mendorong peran anggota legislatif perempuan pada posisi strategis di parlemen.
Padahal pada periode 2014-2019 jumlah anggota DPR perempuan mengalami penurunan. Bukannya membuat kebijakan yang mampu menambal situasi tersebut, DPR justru menghambat kiprah perempuan dalam bidang politik. (Web Warouw)