JAKARTA – Jaksa menghadirkan mantan Supervisor (SPV) Waskita Karya, Sugiharto, sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus proyek pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II alias Tol MBZ tahun 2016-2017. Sugiharto mengaku pernah diminta menyiapkan Rp 10,5 miliar untuk diserahkan ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait temuan di proyek tersebut.
Mulanya, jaksa menanyakan terkait proyek fiktif yang dilakukan dalam pembangunan Tol MBZ saat Sugiharto menjabat SPV dalam proyek tersebut. Pada persidangan di PN Tipikor Jakarta, Selasa (14/5/2024),
Sugiharto mengatakan proyek fiktif itu senilai Rp 10,5 miliar.
“Di BAP saudara ada saudara ditanya terkait proyek fiktif. Ditanya oleh penyidik apakah ada proyek fiktif terkait pelaksanaan Tol Japek ini. Bisa dijelaskan saudara?” tanya jaksa.
“Itu pada saat saya yang menjabat, Pak. Pada saat menjabat sebagai SPV-nya, di tahun 2021 itu, Pak,” jawab Sugiharto.
“Apa pekerjaan fiktifnya, Pak?” tanya jaksa.
“Pekerjaan fiktifnya itu untuk pekerjaan, saya hanya karena pekerjaan sudah 100 persen Pak, pemeliharaan, hanya patching-patching (menambal) saja, Pak. Buatnya itu. Itu kecil aja,” jawab Sugiharto.
“Berapa nilainya?” tanya jaksa.
“Rp 10,5 miliar,” jawab Sugiharto.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, jaksa lalu bertanya tentang inisiator proyek fiktif tersebut. Sugiharto mengaku diperintahkan Bambang Rianto selaku Direktur Operasional untuk menyiapkan uang tersebut melalui pengerjaan proyek fiktif agar anggaran dapat cair.
“Artinya gini Pak. Bisa saudara jelaskan siapa yang memiliki inisiatif untuk pembuatan proyek, dan uangnya itu untuk apa?” tanya jaksa.
“Saya pada saat itu diinstruksikan oleh Direktur Operasional saya, Pak Bambang Rianto (BR),” jawab Sugiharto.
“Oke. Gimana instruksinya?” tanya jaksa.
“Tolong disediain dana untuk di Japek ini ada keperluan untuk BPK Rp 10 M-anlah, Pak,” jawab Sugiharto.
“Buat apa?” tanya jaksa.
“BPK. Nah, itu. Jadi, saya dipanggil, saya kumpulin temen-temen saya, VP saya pada saat itu, Pak Rozak (Faturrozak). Kan setelah menjabat sebagai Kapro (kepala proyek), dia (Faturrozak) sebagai engineer dan VP, wakil saya di 2021. Saya panggil juga pengendali saya, namanya Pak Reza. Menyampaikan di situ bahwa ada keperluan ini, untuk keperluan BPK,” jawab Sugiharto.
“Akhirnya dibuatkanlah dokumen seolah-olah ada pekerjaan senilai Rp 10,5 miliar itu?” tanya jaksa.
“Iya, betul Pak,” jawab Sugiharto.
Sugiharto mengatakan dirinya yang menginisiasi proyek fiktif tersebut. Dia mengatakan hal itu dilakukan untuk memenuhi permintaan Bambang terkait duit Rp 10,5 miliar untuk kepentingan BPK.
“Atasan saudara langsung siapa?” tanya jaksa.
“Pak Dir Operasional,” jawab Sugiharto.
“Tahu juga atau keputusan dari saudara?” tanya jaksa.
“Kalau Pak Bambang-nya ya tahunya yang penting ada untuk keperluan itu dulu Rp 10 miliar,” jawab Sugiharto.
“Jadi, yang menginisiasi untuk pertanggungjawabannya fiktif dari siapa? Saudara?” tanya jaksa.
“Iya, Pak,” jawab Sugiharto.
Jaksa kemudian menyebutkan proyek fiktif lainnya dalam pembangunan Tol MBZ. Sugiharto mengaku tak tahu lantaran saat itu belum menjabat sebagai SPV.
“Di keterangan saksi persidangan sebelumnya, di Pak Yudhi Mahyudin juga ada pekerjaan fiktif senilai Rp 25 miliar. Rp 15 miliar digunakan untuk pembelian 2 mobil Pajero Sport. Saudara tahu itu?” tanya jaksa.
“Saya ndak tahu,” jawab Sugiharto.
“Kemudian di zaman Pak Faturrozak juga ada kemarin Rp 10 miliar nilainya. Tahu juga itu saudara?” tanya jaksa.
“Kalau yang Rp 10 miliar itu zamannya saya, Pak. Tapi kalau yang sebelum itu saya nggak tahu, Pak,” jawab Sugiharto.
Jaksa lalu bertanya temuan BPK dalam proyek pembangunan Tol MBZ terkait pemberian uang Rp 10,5 miliar tersebut. Sugiharto mengaku tak tahu detail terkait temuan tersebut.
“Pada saat itu, saudara tahu apa temuan-temuan BPK, sehingga temen-temen termasuk saudara itu berinisiasi untuk memberikan sejumlah dana ke BPK?” tanya jaksa.
“Kalau masalah temuan detailnya saya tidak tahu. Saya hanya diinstruksikan sama Pak BR (Bambang Rianto) Direktur Operasional saya untuk membuat itu untuk keperluan pemenuhan BPK itu. Detailnya ada temuam atau tidak, saya juga ndak tahu juga pak,” jawab Sugiharto.
Jaksa terus mencecar Sugiharto terkait temuan BPK soal kekurangan mutu hingga struktur beton. Sugiharto mengaku hanya pernah mendengar temuan BPK terkait pembangunan gate tol yang hanya dikerjakan tiga dari total enam di kontrak.
“Pernah tahu tentang temuan kekurangan mutu beton, slab beton?” tanya jaksa.
“Saya nggak tahu,” jawab Sugiharto.
“Pernah dengar?” tanya jaksa.
“Terakhir-terakhir Pak,” jawab Sugiharto.
“Tentang struktur beton?” tanya jaksa.
“Saya yang tahunya itu pada saat ternyata ada temuan dari BPK bahwa gate (gerbang) tolnya kita kurang gitu, Pak,” jawab Sugiharto.
“Awalnya kontraknya enam tapi kita kerja tiga,” lanjut Sugiharto.
Jaksa menguraikan temuan BPK di proyek Tol MBZ. Sugiharto mengaku hanya mengetahui temuan terkait gerbang tol itu dan tak tahu kelanjutan penyelesaian uang Rp 10,5 miliar tersebut. Sugiharto menjawab tidak tahu.
“Saya detailnya tidak tahu,” jawab Sugiharto.
“Jadi saudara tidak tahu juga, apakah temuan-temuan BPK tadi yang saya uraikan tadi terkait kekurangan volume beton, struktur beton, kemudian tinggi girder, gerbang tol, itu akhirnya tidak tahu atau tidak, tidak tahu saudara?” tanya jaksa.
“Iya. Hanya terakhir saya dapat informasi bahwa kita temuannya BPK itu adalah kekurangan gate tol itu gitu lho pak, yang dikontrak 6 kita hanya kerjanya 3,” jawab Sugiharto.
“Akhirnya uang tadi di ke manakan?” tanya jaksa.
“Saya tidak tahu, Pak,” jawab Sugiharto.
Sebelumnya, mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC) periode 2016-2020 Djoko Dwijono didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp 510 miliar dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II alias Tol layang MBZ tahun 2016-2017. Jaksa mengatakan kasus korupsi itu dilakukan secara bersama-sama.
Jaksa menyebut kasus korupsi tersebut dilakukan Djoko bersama-sama dengan Ketua Panitia Lelang di JJC Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional II PT. Bukaka Teknik Utama sejak tahun 2008 dan Kuasa KSO Bukaka PT KS Sofiah Balfas serta Tony Budianto Sihite selaku Team Leader Konsultan perencana PT LAPI Ganesatama Consulting dan Pemilik PT Delta Global Struktur. Masing-masing dilakukan penuntutan di berkas terpisah.
“Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 510.085.261.485,41 (Rp 510 miliar),” ujar jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, 14 Maret lalu. (Web Warouw)