JAKARTA- Penemuan terbaru menunjukkan, kontaminasi (terpapar) aluminum (aluminium) pada pria dapat menjadi faktor penting yang bisa menurunkan kualitas sperma dan kesuburan pria. Dengan menggunakan mikroskop fluoresensi dapat dilihat keberadaan aluminum pada air mani seseorang. Temuan ini dirilis dalam situs ilmiah, www.sciencedaily.com yang berbasis di Rockville, Maryland, Amerika, Selasa (21/10).
Tim ilmuwan dari Universitas Lyon, Universitas Saint- Etienne di Perancis dan Universitas Keele di Inggris, menemukan bahwa semakin tinggi kandungan aluminum menyebabkan turunnya kualitas sperma.
Penelitian yang dipimpin oleh Profesor Christopher Exley, seorang ahli paparan almiunum terkemuka di Universitas Keele dan Profesor Michele Cottier, seorang spesialis dalam sitologi (ilmu tentang struktur dan fungsi sel) dan histologi (ilmu sel dan jaringan pada mahluh hidup) di Universitas Saint – Etienne. Mereka mengukur kadar aluminum pada air mani dari 62 donor di sebuah klinik di Perancis.
“Terjadi penurunan yang signifikan dalam kesuburan pria, termasuk jumlah sperma. Semua peneliti dari negara-negara maju selama beberapa dekade terakhir telah mengkaitkan faktor keturunan dengan persoalan lingkungan,” Ujar Exley.
Penelitian itu menemukan kandungan aluminum pada 62 orang donor air mani. Rata-rata kandungan almunium pada pendonor itu sebanyak 339 ppb – 500 ppb. Ditemukan perbandingan terbalik secara statistik antara kandungan aluminum dan jumlah air mani. Pada kandungan aluminum yang lebih tinggi menghasilkan jumlah sperma yang lebih rendah.
Lewat Imunisasi
Sebuah artikel terbaru tentang kecenderungan dalam imunologi ditulis oleh Exley, menjelaskan bagaimana adjuvant aluminium bekerja meningkatkan kekebalan pada vaksinasi (imunisasi). Adjuvant adalah bahan tambahan yang dipakai untuk mempermudah pembuatan vaksin.
Menurutnya, tambahan garam aluminum dalam vaksinasi adalah untuk meningkatkan efektivitas vaksin. Selama hampir 80 tahun garam aluminum disetujui secara klinis untuk dipakai untuk pembuatan vaksin. Garam aluminum telah digunakan dalam sebagian besar vaksin saat ini termasuk vaksin terhadap kanker serviks ( HPV ), hepatitis, polio, tetanus, diptheria dan flu musiman dan lainnya. Walaupun digunakan secara luas namun sedikit sekali yang paham bagaimana peran garam aluminum dalam vaksin.
Artikel yang ditulis Exley menjelaskan kemungkinan peran garam aluminum secara kimia bioanorganik dan immunobiology. Artikel itu menjelaskan mengapa sebelumnya garam aluminum tidak disetujui secara klinis untuk digunaan dalam vaksinasi pada manusia
Exley menyoroti potensi garam aluminum yang menstimulasi sistim kekebalan tubuh. Artikel itu juga membuat beberapa referensi tentang peran tambahan aluminum pada saat dilakukan imunisasi.
Lewat Susu Formula
Para peneliti juga menemukan kandungan aluminium yang tinggi juga terdapat pada berbagai merek susu yang paling populer, terutama pada produk susu kacang kedelai yang dibikin untuk bayi yang tidak bisa menggunakan susu sapi karena alergi.
Dr Chris Exley, menunjukkan bayi yang rentan pada paparan aluminum harus mengurangi susu formula untuk menurunkan serendah mungkin kadar aluminum.
Susu formula bayi merupakan bagian integral dari kebutuhan gizi bayi prematur. Meskipun telah diketahui selama puluhan tahun bahwa susu formula mengandung dengan sejumlah besar aluminum, namun hanya sedikit produsen yang sadar hal ini akan menjadi masalah kesehatan.
Aluminum adalah bahan non-esensial dan ada kaitannya dengan penyakit manusia. Ada beberapa kasus keracunan secara langsung atau tidak langsung pada bayi terutama yang prematur, karena terpapar aluminum. Para ahli yang dipimpin Exley mengingatkan bahwa masih terlalu banyak aluminium dalam formula bayi.
Peringatan serupa sudah pernah dilakukan selama beberapa dekade dalam kaitannya dengan toksin (racun) aluminum dan nutrisi parenteral pada bayi prematur. Tujuan dari peringatanitu adalah agar pra produsen susu mengurangi kadar aluminum pada susu formula. Namun tim yang dipimpin Exley menemukan hingga saat ini kandungan aluminum dari berbagai merek susu formula tetap terlalu tinggi.
Para peneliti memilih 15 produk susu formula dengan merek yang berbeda. Ini termasuk formula cair dan bubuk dari susu sapi dan kedelai. Kategori formula termasuk untuk bayi prematur. Tahap pertama untuk bayi usia 0-6 bulan dan tahap kedua untuk bayi 6 bulan plus.
Susu formula bermerek yang tersedia secara komersial dan digunakan oleh jutaan orang tua untuk memberi makan anak-anak sampai dengan 12 bulan plus masih signifikan terkontaminasi dengan aluminum. Konsentrasi aluminium dalam susu formula bervariasi pada Kalsium 200-700 mg per liter dan akan menghasilkan 600 ug aluminum yang di konsumsi per hari.
Konsentrasi aluminum pada susu formula 40 kali lebih tinggi dibandingkan kandungannya di dalam air susu ibu (ASI) . Jumlah itu menurut para ahli, beberapa kali lebih tinggi dari yang diperbolehkan dalam air minum. Jumlah itu sudah jelas terlalu tinggi untuk dikonsumsi manusia dan tentu saja terlalu tinggi untuk dikonsumsi oleh kelompok rentan seperti bayi. Namun para produsen susu masih selalu bersikeras bahwa aluminum tertambahkan secara tidak sengaja dalam produk mereka.
Sumber kontaminasi aluminum bisa banyak sekali, termasuk peralatan yang digunakan dalam pemrosesan dan penyimpanan produk-produk tersebut. Selain itu banyak susu formula yang dikemas dengan bahan dasar aluminum. Tingginya kandungan aluminum dalam susu formula berbasis kedelai mungkin karena akumulasi dalam tanaman kedelai yang ditanam pada lahan yang mengandung kadar asam yang tinggi .
Sementara itu belum ada kasus akibat efek samping dari susu formula yang mengandung aluminum pada bayi yang sehat. Juga belum ada studi klinis yang menolak saling hubungan seperti antara susu formula dan penyakit pada bayi. Namun penelitian sebelumnya telah menyoroti potensi toksitasi aluminum pada bayi dengan gangguan termasuk kelahiran prematur, fungsi ginjal yang buruk dan penyakit pada sistim penceranaan terutama lambung dan usus. (Tiara Hidup)