Selasa, 16 September 2025

KPA: Menteri Agraria Tidak Mengerti Perintah Nawacita!

JAKARTA- Pelaksanaan Nawacita dibidang agraria membutuhkan penyelesaian konflik agraria secara sistemik. Kementeri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), diminta tidak sekedar menerima laporan dan melimpahkan ke Pengadilan saja, karena menganggap bukan kewenangannya. Sepertinya Menteri Agraria tidak mengerti perintah Nawacita Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) Iwan Nurdin kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (20/7).

“Konflik mana yang sudah diselesaikan. Tanah sengketa yang seharusnya tidak dapat diterbitkan HGU, juga masih ditandatangani menteri. Berapa sertifikat tumpang tindih dan palsu yang sudah dicabut? tak jelas.Seperti terjadi di Sumsel. Padahal kasus ini dilaporkan langsung oleh perwakilan korban kepada Menteri ATR/BPN di kantornya di Jakarta bersama kasus yang lain,” ujarnya.

KPA menurutnya menuntut agar dilakukan review hingga pencabutan terhadap HGU yang bermasalah, terlantar dan seperti yang didesak para korban tak pernah didengar langkahnya.

“Padahal ini ada dalam point Nawacita. Sudah jamak diketahui bahwa dilapangan HGU lebih luas dari sertifikat. yg ada hgu diterbitkan ditanah sengketa. Padahal gak bisa hak guna usaha (HGU) diterbitkan ditanah sengketa. Namun bisa terbit dengan penyelundupan hukum. Berapa pajak yang ditilep?” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa sertifikasi tanah di tengah ketidak adilan agraria, hanya menegakkan ketidak adilan itu sendiri. Rakyat berlahan luas dan sempit disamakan. Perusahaan diberikan sertifikat HGU. Rakyat tak bertanah dilupakan.

Itulah sebabnya menurutnya, Nawacita merumuskan redistribusi tanah 9 juta hektar. Bukan untuk pemindahan penduduk ke Kalimantan dan Papua. Tapi mengurangi ketimpangan agraria yang terjadi, mengembalikan tanah yang dirampas.

Dibawah Ekspektasi

Jadi peningkatan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), masih dibawah ekpektasi. Tidak lebih dari badan administrasi tanah dengan ukuran berapa banyak sertifikat dihasilkan.

Menurut Iwan Nurdin, One Map Policy adalah perintah Undang-undang Badan Informasi Geospasial (BIG), pada masa Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) karena BIG ini lembaga baru sebagai kelanjutan Bakosurtanal sementara ditugaskan membuat peta dasar konsolidasi peta yang bertebaran di masing masing instansi dan saling tumpang tindih. Maka one map policy dikoordinasikan di UKP4.

Koordinasi di UKP4 ini dilakukan menurutnya supaya masing-masing instansi menurunkan ego sektoralnya dan mengirimkan peta tematik mereka seperti peta konsesi tambang, peta hgu, peta izin usaha kehutanan, peta penggunaan lainnya.

“Sehingga dilakukan konsolidasi dan penyelesaian tumpang tindih konsesi yang merugikan rakyat. Jika ATR/BPN saat ini mendorong one map tentu kita apresiasi. Bisa dimulai dengan merilis peta HGU sehingga bisa direview dengan lahan dan kampung masyarakat di dalam HGU perkebunan. Namun, isu one map ini berputar- putar saja sehingga masih minim manfaat selesaikan masalah rakyat.

Bantahan Menteri

Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN-RI),  Ferry Mursyidan Baldan membantah dirinya telah menyelewengkan Nawacita Pemerintahan Joko Widodo seperti yang disampaikan oleh Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) di Bergelora.com beberapa waktu lalu.

“Konflik diselesaikan, Layanan hak atas tanah dibenahi, hak komunal diwujudkan. Ini sebagai elaborasi dari 9 juta (hektar) lahan,” ujarnya lewat akun tweeternya kepada Bergelora.com, di Jakarta, Jumat (10/7).

Ia meminta agar KPA tidak mempersempit makna redistribusi 9 juta hektar lahan yang menjadi Nawacita Pemerintahan Presiden Joko Widodo.

“Jangan persempit makna 9 juta hektar lahan. Kalau semata-mata pengertian fisik (maka) bisa didapat dari Kalimantan dan Papua,” jelasnya.

Elaborasi lainnya dari 9 juta hektar itu menurutnya adalah kebijakan One Map Policy, pengurangan bea tanah dan penggunaan tanah berdasarkan tata ruang.

“One Map Policy digunakan, beban akan bea tanah dikurangi, penggunaan tanah berdasar tata ruang ditetapkan. Ini semua juga merupakan elaborasi dari 9 juta hektar lahan,” jelasnya. (Dian Dharma Tungga)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru