Sabtu, 8 Februari 2025

KPK: 86 Perkebunan Kelapa Sawit Ilegal Di Kalimantan

PONTIANAK- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui, masih banyak perusahaan di Kalimantan yang tidak terdaftar di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM). Hal ini disampaikan Wakil Ketua KPK, Zulkarnaen, menanggapi pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Untuk Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GN-PSDA) Kalimantan yang mengklaim, telah mendapat data valid, praktik penjarahan kawasan hutan untuk kepentingan korporasi perkebunan kelapa sawit dan pertambangan secara tidak prosedural periode 2009 – 2015 mencapai 17,243 juta hektar.

 

“Di Kalimantan sendiri masih terdapat data perusahaan yang tidak terdaftar di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM, antara lain di Kalimantan Barat terdapat 23 perusahaan. Kalimantan Tengah terdapat 22 perusahaan, di Kalimantan Selatan terdapat 25 perusahaan, serta di Kalimantan Timur terdapat 16 perusahaan,” demikian Zulkarnaen dalam forum Evaluasi Gerakan Nasional (Monev GN) Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia Sektor Kehutanan dan Perkebunan, digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lima provinsi se Kalimantan di Pontianak, Rabu (9/9) pekan lalu.

Tampak hadir Wakil Ketua KPK, Zulkarnaen, Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis, Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Christiandy Sanjaya, serta perwakilan dari Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Utara, Provinsi Kalimantan Selatan, dan Provinsi Kalimantan Timur.

“KPK menemukan sedikitnya lima persoalan mendasar pada sektor ini, antara lain ketidakpastian hukum kawasan hutan; lemahnya regulasi dalam perizinan; belum optimalnya perluasan wilayah kelola masyarakat,” ujar Zulkarnaen.

Selain itu, lanjut Zulkarnaen, lemahnya pengawasan dalam pengelolaan; menyebabkan hilangnya penerimaan negara; serta masih banyak konflik agraria dan kehutanan yang belum tertangani.

Penghentian Izin

Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis, pada kesempatan sama, menegaskan, lima Gubernur se Kalimantan, sepakat untuk menghentikan izin baru sektor pertambangan dan perkebunan, apabila terbukti masih akan menggunakan lahan berstatus dalam kawasan hutan.

“Kami sepakat proses perizinan yang tidak prosedural segera dibenahi sesuai arahan dari KPK. Lahan di Kalimantan, sekarang hanya boleh dibuka untuk kegiatan ekonomi berbasis mendukung program kemandirian pangan, dan sudah tertutup untuk perkebunan kelapa sawit dan pertambangan,” kata Cornelis.

Diungkapkan Gubernur Cornelis, gubernur se Kalimantan memiliki tanggungjawab moral untuk tetap melestarikan hutan.

Nantinya Kalimantan dijadikan contoh skala nasional dan internasional di dalam menjaga kelestarian hutan.

Dikatakan Cornelis, pelestarian hutan di Kalimantan, sudah menjadi sorotan dunia internasional, sehingga sudah menyangkut nama baik Bangsa Indonesia di mata masyarakat luar negeri. 

Cornelis mengklaim, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat sudah memiliki komitmen untuk menyelamatkan hutan dunia melalui penyusunan rencana kerja Governors Climate and Forest Task Force (GCF).

Hal itu dikemukakan Cornelis pada Pertemuan Tingkat Tinggi Satuan Tugas Gubernur untuk Iklim dan Hutan Indonesia dengan para Gubernur anggota Governors Climate and Forest Task Force (GCF) di Jakarta, Rabu, 29 Juli 2015.

“Kalimantan Barat termasuk salah satu Provinsi yang berkomitmen untuk menyelamatkan Hutan dunia selain Aceh, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Papua dan Papua Barat,” kata Cornelis.

GCF telah bersepakat untuk melaksanakan beberapa rencana aksi guna melaksanakan Deklarasi Rio Branco. Pertemuan sekaligus menyiapkan peta jalan menuju Konferensi Perubahan Iklim di Paris pada Desember mendatang.

“Kami sudah menyusun rencana kerja yang antara lain memperkuat kesatuan pengelolaan hutan (KPH), mengendalikan penggunaan ruang dan tata kelola izin, membangun kemitraan dengan swasta untuk memastikan rantai pasok komoditas yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, serta menjamin pembangunan rendah emisi dengan keterlibatan aktif masyarakat adat dan petani,” tutur Cornelis.

Menindaklanjuti Deklarasi Rio Branco di Brazil tahun 2014, Gubernur dari enam provinsi yang menyumbang 58 persen luasan kawasan dan tutupan di Indonesia, kembali bertemu di Jakarta dan merumuskan strategi penyelamatan hutan Indonesia.

Agenda Indonesian Governors Summit Of The Governors Climate And Forests Task Force ( GCF ) yang berlangsung di Le Meridien Hotel Jakarta kemarin, merupakan Tindak Lanjut dari Deklarasi Rio Blanco itu juga telah ditandatangani negara bagian di Brasil, Meksiko, Nigeria, Pantai Gading, Peru, Spanyol, dan Amerika Serikat, di mana lebih dari 25 persen dari hutan tropis dunia, berada di provinsi atau negara bagian anggota GCF.

“Pada Deklarasi Rio Blanco telah disepakati pengurangan deforestasi (penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak terkendali) sebesar 80 persen pada 2020 nanti. Enam provinsi anggota GCF Indonesia menargetkan pengurangan deforestasi dari rata-rata 323.749 hektare per tahun menjadi rata-rata 64.749 hektare per tahun pada 2020,” kata Cornelis. (Jimmy Kiroyan)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru