Minggu, 26 Januari 2025

KURANG KERAS PUNG..! Luhut Ancam Washington Tanpa Nikel Indonesia, Amerika Gak Bisa Punya Mobil Listrik

JAKARTA – Tanpa nikel Indonesia, pasar kendaraan listrik Amerika akan terpuruk. Indonesia memiliki cadangan logam terbesar di dunia yang penting bagi baterai kendaraan listrik. Pada tahun 2023, Indonesia mengekspor lebih dari separuh produk nikel dunia. Di tahun-tahun mendatang, porsi ini diperkirakan akan meningkat. Hal ini ditegaskan oleh Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan dalam tulisan opini di media terkemuka di Washington Amerika Serikat ForeignPolicy.com dikutip Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (4/5).

“Namun beberapa anggota Kongres AS, bekerja sama dengan pesaing asing dari Indonesia, telah memutuskan untuk menghalangi impor nikel olahan dari negara saya. Sejauh ini, mereka berhasil. Namun ketika langkah-langkah yang diambil bersamaan dengan kebijakan yang disahkan pada bulan Maret yang memaksa perusahaan untuk beralih dari penjualan kendaraan bertenaga gas, pada akhirnya pekerja otomotif AS lah yang akan dirugikan,” tulisnya dalam artikel yang berjudul Without Indonesia’s Nickel, EVs Have No Future in America itu.

Luhut menjelaskan, Undang-Undang Pengurangan Inflasi (IRA) yang dicanangkan Presiden AS Joe Biden telah mengubah situasi secara mendasar. Produsen AS tidak dapat mengakses subsidinya kecuali inputnya berasal dari negara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Amerika Serikat—dan Indonesia tidak memilikinya.

Untuk menjamin pasokan nikel yang diperlukan bagi produsen mobil AS, tahun lalu pemerintah tempat saya menjabat mengusulkan perjanjian perdagangan terbatas yang mencakup mineral-mineral penting. Sejauh ini, belum ada kesepakatan yang dicapai setelah kelompok bipartisan senator AS dan perusahaan-perusahaan di negara-negara penghasil nikel seperti Australia melakukan kampanye untuk menggagalkannya.

“Keberatan para senator cenderung terfokus pada masalah lingkungan. Banyak smelter di Indonesia yang menggunakan bahan bakar batu bara. Bagi sebagian orang, hal ini berarti baterai apa pun yang mengandung nikel olahannya akan didiskreditkan, meskipun ada manfaat karbon bersih dari penghentian mesin pembakaran di jalan raya. Kemurnian iklim seperti itu menimbulkan kelembaman dan pada akhirnya merugikan diri sendiri. Pertukaran lingkungan sama pentingnya dengan transisi ramah lingkungan seperti halnya nikel terhadap baterai yang akan menggerakkannya,” Katanya.

Menurut Luhut, agar Amerika Serikat dapat mencapai pengurangan emisi yang signifikan, lebih banyak karet bertenaga listrik harus mulai digunakan. Sektor transportasi adalah penghasil emisi terbesar di negara ini, sementara kurang dari 1 persen kendaraan di Amerika adalah kendaraan listrik. Penerapannya secara luas akan bergantung pada keterjangkauan. Input yang lebih murah berarti baterai yang lebih murah.

“Bebas dari hambatan perdagangan buatan, nikel olahan dari Indonesia memiliki daya saing karena batubara berlimpah di negara ini,” Jelasnya.

Ia menegaskan itu mungkin tidak ideal. Namun energi terbarukan belum menawarkan pilihan yang hemat biaya untuk menggerakkan pabrik peleburan di Indonesia. Daripada menunggu kemajuan teknologi, kita harus menggunakan sumber daya yang kita miliki untuk memurnikan logam penting saat ini.

Nikel Indonesia menurutnya akan menjadi lebih ramah lingkungan. Namun, agar hal ini terwujud, pembangunan ekonomi sangatlah penting. Hanya dengan penerimaan ekspor atau investasi asing langsung kita dapat mulai mengkonfigurasi ulang sistem energi.

“Misalnya, Harita Nickel, produsen nikel terbesar di Indonesia, hanya bisa menggunakan energi terbarukan di fasilitasnya karena keberhasilan ekonominya,” katanya.

Dalam skenario terburuk, IRA menurutnya dapat sepenuhnya mengunci Amerika Serikat dari pasar kendaraan listrik. S&P Global memperkirakan bahwa pada tahun 2035, 90 persen pasokan nikel global tidak akan tercakup dalam perjanjian perdagangan bebas AS. Hal ini dapat menyulitkan produsen yang berbasis di AS untuk memenuhi permintaan, ketika rantai pasokan sedang dibentuk saat ini dan dapat membentuk hubungan ekonomi dalam beberapa dekade mendatang. Solusi sederhananya terletak pada perjanjian terbatas antara Amerika Serikat dan Indonesia yang mencakup mineral-mineral penting.

Kekhawatiran anggota parlemen AS terhadap lingkungan hidup atas usulan perjanjian perdagangan bebas juga didukung oleh ketegangan antara Beijing dan Washington. Perusahaan Tiongkok hadir dalam pemurnian nikel di Indonesia. Namun demikian pula dengan perusahaan-perusahaan Korea Selatan dan bahkan Amerika.

“Pabrikan AS dapat memperoleh sumber mineral penting dari perusahaan yang tidak melanggar pedoman Departemen Keuangan AS. Faktanya, perjanjian perdagangan bebas akan memacu investasi AS di Indonesia, sehingga akan mengamankan rantai pasokannya,” tegasnya.

“Kecuali jika Amerika Serikat memutuskan untuk menerapkan larangan menyeluruh terhadap nikel Indonesia hanya karena kehadiran negara lain dalam industri tersebut. Namun tindakan seperti itu akan bertentangan dengan jaminan Menteri Keuangan AS Janet Yellen bahwa sekutu Amerika di Indo-Pasifik tidak boleh dipaksa untuk memilih antara Tiongkok atau Amerika Serikat. Pada akhirnya, nikel Indonesia akan diekspor ke suatu tempat,” katqnya.

Luhut memastikan, Indonesia mengulurkan tangan untuk bermitra dengan semua pihak. Terserah pada Washington apakah akan berjabat tangan dan menciptakan masa depan yang lebih hijau.

“Namun negara saya tidak akan menunggu tanpa batas waktu,” tegasnya. (Web Warouw)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru