JAKARTA – Komisi X DPR RI menyoroti rencana penerapan student loan atau pinjaman khusus untuk mengatasi biaya uang kuliah tunggal (UKT) mahasiswa yang tinggi. Mendikbud, Nadiem Makarim, menegaskan wacana student loan masih pembahasan lintas kementerian.
“Saya kira yang berkaitan dengan pertanyaan atau permohonan konfirmasi yang saya sampaikan terakhir, yang berkaitan dengan informasi kami dengar berkaitan dengan rencana untuk melakukan student loan,” kata anggota Komisi X DPR, Andreas Hugo Pareira, dalam rapat dengan Kemendikbud di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/5/2024).
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Mendikbud Nadiem kemudian menjawab sorotan terhadap wacana student loan yang diutarakan anggota Komisi X DPR. Menurut Nadiem, wacana student loan masih dibahas oleh kementeriannya.
“Untuk saat ini masih dibahas secara internal, Pak, belum ada detail yang cukup rinci untuk bisa diumumkan, saat ini masih wacana tingkatnya untuk membahas terkait student loan,” ujar Nadiem.
Tak hanya itu, wacana student loan juga dibahas lintas kementerian. Sehingga, Nadiem menegaskan belum ada keputusan terkait wacana student loan.
“Dan Itu masih perlu pembahasan cukup panjang dengan Kementerian Keuangan saat ini. Jadi belum ada keputusan ataupun detail yang bisa saya umumkan sekarang, terima kasih. Baru tahapan diskusi,” ucapnya.
Wakil Ketua Komisi X DPR, Dede Yusuf Macan, kemudian ikut menimpali. Menurut Dede Yusuf, student loan harus menghindari pinjaman online (pinjol) dan dibangun konsep pinjaman melalui bank pelat merah.
“Student loan itu sebetulnya usulan di sini, kita bilang jangan pinjol dong, tapi himbara bikin sebuah konsep student loan,” imbuh Dede Yusuf.
Student Loan Khusus Mahasiswa S-1
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pelaku usaha jasa keuangan sedang berdiskusi soal kemungkinan adanya produk pinjaman pendidikan (student loan) terutama untuk mahasiswa strata I (S-I).

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi berharap produk tersebut diharapkan dapat memahami kebutuhan spesifik mahasiswa S-1 yang mungkin belum memiliki kemampuan untuk membayar cicilan.
“Skema yang student friendly, yang memahami kalau sekarang mungkin belum bisa bayar, bayarnya nanti kalau anak ini sudah kerja. Jadi saya sedang mengajak yuk bareng-bareng bikin student loan, seperti di luar negeri banyak,” kata dia usai acara Training of Trainers bagi Guru Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah dalam Rangka Memperingati Hari Pendidikan Nasional, Senin (20/4/2024).
Ia menambahkan, saat ini memang sudah ada beberapa produk student loan atau pinjaman pelajar ini, tetapi biasanya produk ini menyasar mahasiswa dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, yaitu strata II (S-2) dan strata III (S-3).
“Kalau itu kan orang sudah mapan, yang diperlukan sekarang S-I,” imbuh dia. Wanita yang karib disapa Kiki itu bilang, mahasiswa dipersilakan menggunakan fasilitas produk fintech peer-to-peer lending legal yang memang menyediakan pembiayaan tersebut. Adapun, selain fintech lending, banyak pelaku usaha jasa keuangan yang juga menawarkan produk pembiayaan untuk pendidikan tersebut, seperti kredit tanpa agunan perbankan.
“Itu kan sebenarnya pilihan, selama skemanya itu bagus dan tidak memberatkan, itu pilihan. Itu aku lihat banyak dari perbankan dan lain-lain,” tandas dia.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM dan LJK Lainnya OJK Agusman mengungkapkan, praktik skema pembiayaan pendidikan dari fintech lending tidak secara khusus diatur dalam ketentuan POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan POJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.
“Sehingga skema pembiayaan tersebut tidak dilarang,” ujar dia dalam keterangan resmi.
Namun demikian sesuai Undang-Undang No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau Perguruan Tinggi berkewajiban memenuhi hak mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi untuk dapat menyelesaikan studinya sesuai dengan peraturan akademik.
“Edukasi dan sosialisasi mengenai legalitas usaha, produk, dan layanan dari fintech lending perlu terus dilakukan, sehingga publik dapat memanfaatkan pinjaman dari fintech lending secara bijak dan tepat guna,” tutup Agusman.
Pendidikan Kewajiban Negara
Dalam Preambule UUD’45 telah diperintahkan bahwa tujuan bernegara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lengkapnya pada alenia ke empat UUD’45:
“…untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.” (Enrico N. Abdielli)