JAKARTA- Labora Sitorus perlu mendapatkan perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) agar dapat menjadi salah satu whistleblower untuk membongkar praktik kotor petinggi-petinggi Polri. Demikian Direktur Setara Institute, Hendardi kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (12/2).
“Ketidakmampuan aparat hukum mengeksekusi Lobora Sitorus menunjukkan buruknya akuntabilitas kinerja aparat hukum, Polri, Kejaksaan dan Lembaga Pemasyarakatan,” ujarnya.
Menurutnya Labora Sitorus yang menjadi ‘pelindung’ praktik kotor petinggi-petinggi Polri adalah martir yang dikorbankan untuk menutup dugaan rangkaian kejahatan yang melibatkan petinggi Polri.
Dalam situasi ini, mengeksekusi Labora bukan satu-satunya prioritas. Justru yang utama adalah memberikan perlindungan terlebih dahulu kepada Labora untuk menjadi whistleblower atas dugaan kejahatan yang sesungguhnya.
“LPSK harus responsif sehingga Labora bisa membuka tabir kejahatan yang sesungguhnya terjadi,” ujarnya.
Sebelumnya Jaksa Agung HM. Prasetyo mengimbau tersangka kasus pencucian uang dan penimbunan minyak Ajun Inspektur Satu (Aiptu) Polisi Labora Sitorus bersedia menyerahkan diri. Pihak Kejaksaan sendiri akan berusaha menghindari kegaduhan dalam mengeksekusi kembali terpidana yang kasasinya telah diputus Mahkamah Agung dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar itu.
Ia menilai, Aiptu Labora Sitorus tidak kooperatif, dan bahkan mengerahkan orang banyak untuk terkesan membela dia. Untuk itu, pihak Kejaksaan akan melakukan pendekatan.
“Jika tidak ada itikad baik, apa boleh buat, kita akan lakukan cara lain apa yang bisa membawa dia kembali ke LP untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,” tegas Prasetyo kepada pers.
Menurut Jaksa Agung, agar tidak lari ke luar negeri, pihak Kejaksaan sudah mencekal Labora sejak beberapa saat lalu.
Penangkapan Paksa
Kepala Kepolisian Papua Barat Brigadir Jenderal Paulus Waterpauw mengatakan, 630 aparat TNI dan Polri siap melakukan penangkapan paksa terhadap Labora Sitorus, terpidana bisnis kayu dan bahan bakar minyak ilegal, di kediamannya di Tempat Garam, Distrik Sorong Barat, Kota Sorong, Papua Barat.
Dia menuturkan personel gabungan tersebut bertugas mengamankan area penangkapan di Tempat Garam. Sedangkan eksekutornya dari Kejaksaan Negeri Kota Sorong. Ratusan aparat bersenjata lengkap tersebut direncanakan menerobos pintu gerbang utama PT Rotua dan memaksa masuk ke area pabrik. Apabila terjadi penghadangan di depan pintu masuk, ujar Waterpauw, akan ditangani secara baik-baik.
Sebelumnya, Labora ditangkap penyidik Badan Reserse Kriminal Polri dalam kasus dugaan penimbunan bahan bakar minyak dan kayu di Raja Ampat pada 19 Mei 2013. Penangkapan itu dilakukan setelah Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Muhammad Yusuf menemukan kepemilikan rekening Labora sebesar Rp 1,2 triliun.
Selanjutnya pada 17 September 2014 Mahkamah Agung menjatuhkan vonis 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun kurungan kepada Labora. Vonis ini sesuai dengan permohonan kasasi jaksa sekaligus menolak permohonan Labora. Namun aparat menuduh Labora kabur saat akan dieksekusi, walaupun faktanya ia tinggal di rumahnya di kawasan Tempat Garam. (Dian Dharma Tungga)