Rabu, 22 Januari 2025

MAKIN JAUH DARI PANCASILA..! Bamsoet Sebut UUD 1945 Bukan Kitab Suci, Perlu Terus Dievaluasi

JAKARTA – Ketua MPR RI ke-16 sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo sepakat dengan Ketua Forum Aspirasi Konstitusi sekaligus Anggota DPD RI dan Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie bahwa UUD 1945 bukanlah kitab suci yang tabu untuk diubah. Menurutnya, justru harus terus dilakukan evaluasi secara mendalam agar UUD 1945 dapat menjawab tantangan zaman.

Setelah melakukan empat kali amandemen, Bamsoet menyebut dibutuhkan penataan kembali sistem politik ketatanegaraan pasca 25 tahun reformasi untuk melihat sejauh mana konstitusi telah bekerja untuk kemajuan bangsa.

“Evaluasi konstitusi bukan semata pada penataan kewenangan lembaga negara, seperti halnya penguatan MPR RI baik dari sisi kewenangan maupun keanggotaan. Melainkan juga pada perbaikan redaksional dalam penulisan konstitusi. Oleh Prof Jimly disebut dengan merakit, merajut, dan menjahit kembali naskah konstitusi pasca reformasi. Hasil kajian tentang perubahan ke-5 UUD NRI 1945 ini akan menjadi bahan rekomendasi pimpinan MPR RI sekarang kepada pimpinan MPR RI periode 2024-2029,” ujar Bamsoet, dalam keterangannya, Selasa (30/7/2024)

Bamsoet menjelaskan terkait penataan kewenangan lembaga negara, Forum Aspirasi Konstitusi sudah menyerap aspirasi dari berbagai kalangan yang menginginkan agar MPR bisa kembali menjadi Lembaga Tertinggi Negara sehingga bisa berperan aktif menyelesaikan berbagai dispute kebuntuan politik dan hukum yang terjadi di negeri ini.

Dari sisi keanggotaan, selain diisi anggota DPR sebagai representasi politik dan anggota DPD RI sebagai representasi golongan, keanggotaan MPR RI dinilai perlu diisi kembali oleh utusan golongan.

“Kehadiran utusan golongan sejak awal kemerdekaan telah diinisiasi oleh para founding fathers kita, dengan semangat tidak boleh ada satupun elemen bangsa yang ditinggalkan. Reformasi justru menghapuskan keberadaannya. Tidak heran jika kini banyak kelompok masyarakat yang tidak puas terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satunya karena mereka merasa tidak dilibatkan, bahkan merasa ditinggalkan,” jelas Bamsoet.

Lebih lanjut, Bamsoet menerangkan keberadaan Utusan Golongan yang mewakili golongan tertentu juga terdapat di berbagai parlemen negara maju. Seperti di Inggris melalui House of Lords yang diisi para bangsawan dan kalangan agamawan. Maupun di Parlemen India Rajya Sabha yang diisi orang-orang yang memiliki keahlian atau pengalaman khusus dalam berbagai bidang, seperti seni, sastra, sains, dan pelayanan sosial.

Utusan Golongan

Ia juga menyebut esensi dari demokrasi bukan hanya tentang keterpilihan melainkan juga tentang keterwakilan. Tidak semua yang dipilih melalui pemilu bisa mewakili aspirasi rakyat

“Untuk itu perlu dilengkapi dengan Utusan Golongan yang bisa mewakili kelompok masyarakat tertentu seperti Golongan Seniman, Golongan Budayawan, Golongan Adat, Golongan Agamawan, hingga Golongan Profesi seperti guru, wartawan, dan dokter. Keberadaan Utusan Golongan bisa memastikan bahwa setiap kelompok masyarakat dapat memberikan perspektif dan masukan yang berharga dalam proses legislatif maupun dalam proses kehidupan kebangsaan dalam arti yang lebih luas,” pungkas Bamsoet.

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, ada pula hadir dalam acara tersebut antara lain, Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad, Ketua Forum Aspirasi Konstitusi sekaligus Anggota DPD RI Jimly Asshiddiqie, Ketua Komite II DPD RI Yorrys Raweyai, serta Ketua Komite III DPD RI Hasan Basri. Selain itu, turut hadir para anggota DPD RI, antara lain Teras Narang, Abdul Kholik, dan Filep Wamafma.

Kehilangan Kedaulatan RI

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, perubahan UUD45 menjadi UUD amandemen sebanyak 4 kali dilakukan sebagian politisi DPR-RI yang diotaki oleh kepentingan ekonomi politik Amerika Serikat dan Barat. Kolaborasi kepentingan asing dan anteknya terbangun dengan menunggangi gerakan rakyat anti Orde Baru Soeharto berhasil mengubah fondasi konstitusional UUD’45 yang asli untuk mengamankan kepentingan modal asing yang terancam oleh gerakan rakyat melawan Orde Baru dan Soeharto.

Lebih jauh lagi UUD Amandemen dibuat untuk mempermudah kepentingan ekonomi politik Barat melumpuhkan kedaulatan RI, seperti yang terjadi hari ini.

Sementara itu sejak dini gerakan rakyat dan mahasiswa tidak memiliki agenda tuntutan untuk mengubah UUD’45 yang asli. Tuntutan gerakan saat itu hanyalah: Cabut Dwi Fungsi ABRI, Cabut 5 Paket UU Politik dan Bubarkan Orde Baru, Turunkan Soeharto.

Usulan perubahan menjadi amandemen ke 5 yang gencar diusulkan saat ini akan hanya akan semakin membawa RI makin jauh dari cita-cita proklamasi 1945 dan Pancasila. Jalan satu-satunya hanyalah kembali ke UUD’45 yang asli.

Jalan sejarah, hanya Presiden Soekarno yang berani kembali ke UUD’45 lewat Dekrit Presiden 1959, setelah Indonesia dilanda kebuntuan dan kekacauan demokrasi liberal saat itu. (Web Warouw)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru