JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga, dokumen yang ditemukan hendak dimusnahkan ketika penyidik KPK menggeledah kantor Kementerian Pertanian (Kementan) adalah bukti transaksi kepada para tersangka kasus dugaan korupsi di Kementan.
“Beberapa dokumen dimaksud diduga kuat adalah bukti adanya aliran uang yang diterima para pihak yang ditetapkan sebagai Tersangka dalam perkara ini,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri, Sabtu (30/9/2023).
Ali pun menegaskan bahwa KPK bisa mengenakan pidana bagi orang-orang yang diduga merintangi penyidikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
“Kami ingatkan untuk pihak-pihak yang ada di internal Kementan RI maupun pihak terkait lainnya untuk tidak melakukan penghalangan maupun merintangi proses penyidikan dari tim penyidik KPK,” ujar Ali.
Ia juga meminta para pihak yang hendak dipanggil sebagai saksi dan tersangka kelak dapat kooperatif mendukung proses penyidikan perkara ini. KPK menggeledah kantor Kementan di kawasan Pasar Minggu, Jakarta, Jumat (29/9) kemarin, setelah menggeledah rumah dinas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di kawasan Widya Chandra, Jakarta, sehari sebelumnya.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, penggeledahan ini dilakukan dalam rangka penyidikan atas kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementan. KPK telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pemaksaan dalam jabatan di Kementan, tetapi belum mau mengungkap identitas tersangkanya.
Ali menyatakan, identitas tersangka baru akan diungkapkan jika penyidikan dinilai cukup.
Ali tak membantah ataupun membenarkan ketika ditanya soal informasi bahwa Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono, dan Direktur Alat Pertanian Kementan Muhammad Hatta ditetapkan sebagai tersangka.
“Siapa para tersangka tersebut, pada saatnya nanti akan kami sampaikan secara resmi,” ujar dia.
Dalam perkara ini, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Pasal itu menyatakan bahwa, “Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri”.
Menurut Ali, perkara dengan pasal tersebut merupakan satu dari tiga klaster dugaan korupsi di Kementan yang sedang diusut KPK. (Calvin G. Eben-Haezer)