JAKARTA- Kini sudah saatnya pemerintah melakukan reformasi total perpajakan di Indonesia antara lain mengubah Ditjen Pajak menjadi sebuah BADAN tersendiri dibawah Presiden. Hal ini disampaikan oleh Mantan Menteri Keuangan, Fuad Bawazier kepada Bergelora.com, di Jakarta, Senin (3/10).
“Cakupan dan tanggungjawab pajak sudah terlalu besar untuk sebuah Ditjen. Apabila sudah jadi BADAN tersendiri maka Kemenkeu mungkin juga sudah tidak memerlukan Wakil Menteri. Dengan BADAN tersendiri diharapkan tax ratio Indonesia akan dapat dinaikkan dan kita semakin mandiri dalam pembiayaan APBN,” jelasnya.
Meskipun demikian, pemerintah wajib bersyukur dan berterima kasih pada kesadaran masyarakat dalam mengikuti program Tax Amnesty tapi pemerintah harus ingat bahwa penerimaan uang tebusan pajak yang sudah mencapai Rp97 Triliun masih dibawah target yang sudah dianggarkan dalam APBN sebesar Rp165 Triliun. Artinya Baru mencapai 59 %. “Keprihatinan lain adalah kenyataan bahwa dana repatriasi yang ditarget Rp1.000 Triliun itu baru masuk Rp130 Triliun atau hanya 13%. Padahal dana repatriasi inilah yang benar-benar Akan membantu pertumbuhan ekonomi sebab ibarat darah segar yang masuk ke perekonomian Indonesia,” ujarnya.
Menurut Fuad Bawazier, kurs rupiah terhadap dollar yang menguat menjadi dibawah Rp13.000 àdalah karena masuknya dana repatriasi sebesar Rp130 Triliun itu.
“Yang juga menarik adalah bahwa nampaknya lebih banyak pengusaha atau wajib pajak (WP) kelas lokal yang bukan WP kakap yang ikut Tax Amnesty daripada WP Besar yang semula diharapkan atau ditargetkan sebagai peserta utama Tax Amnesty.
Indikasinya adalah rendahnya uang repatriasi yang masuk tadi dibandingkan dengan dana milik orang Indonesia yang ada di luar negeri yang diperkirakan Rp11.000 Triliun,” jelasnya.
Artinya menurut Fuad, dari ratusan ribu pengusaha atau wajib pajak yang ikut Tax Amnesty, nampaknya lebih banyak didominasi oleh pengusaha menengah kecil. Kelompok ini kelihatannya lebih terpanggil kesadarannya atau nasionalismenya.
Ia mengingatkan juga agar, Pemerintah tidak perlu membusungkan dada dengan membandingkan keberhasilan program Tax Amnesty Indonesia dengan negara lain sebab ada 3 faktor yang membedakan yang harus diperhatikan sehingga perbandingan itu kurang relevan.
Pertama, perbedaan tax ratio di negara-negara Tax Amnesty. Semakin rendah tax rationya, semakin besar peluang suksesnya Tax Amnesty. Indonesia ini negara dengan tax ratio yang amat rendah (11%) sehingga logikanya Tax Amnesty akan lebih berpeluang suksesnya.
“Kenapa begitu? Sebab rendahnya tax ratio adalah indikasi banyaknya penggelapan pajak yang terjadi selama ini. Makanya ketika di Indonesia ada peluang Tax Amnesty, logikanya banyak yang memanfaatkannya sepeti di Indonesia sekarang ini,” jelasnya.
Singapura Masih Persulit
Kedua, menurut Fuad, rentang waktu dan cakupan Tax Amnesty dinegara-negara itu yang berbeda dengan Indonesia sehingga perbandingan menjadi kurang relevan.
“Ketiga, PDB yang berbeda-beda. Indonesia adalah negara besar yang masuk G-20 sehingga tidak tepat dibandingkan dengan negara yang berbeda PDB-nya,” jelasnya.
Tugas Utama pemerintah sekarang ini menurut Fuad Bawazier adalah fokus pada pemulangan dana repatriasi dari Singapura yang masih banyak menghadapi kendala dan nampaknya datang dari pihak Singapura. Kendala-kendala tersebut antara lain mempersulit pencairan dan pemulangan dana ke Indonesia serta melaporkan peserta Tax Amnesty ke kepolisian Singapura.
“Jelas Singapura kuatir bila dana perbankannya kesedot ke Indonesia. Pengusaha-pengusa ini kini mengeluh atas perlakuan Singapura yang kurang bersahabat terhadap penguasa Indonesia peserta Tax Amnesty yang ingin menarik dananya ke Indonesia,” jelasnya.
Pemerintah juga menurutnya perlu menasihati pengusaha-penguasa itu agar lebih insaf dan sadar bahwa sebagai pengusaha WNI (warga Negara Indonesia) yang mendapatkan rezekinya dan kaya dari Indonesia untuk menyimpan dananya juga di Indonesia, tdk lagi di luar negeri.
“Apalagi telah banyak fasilitas pajak dan lainnya yang diberikan negara kepada para pengusaha Indonesia ini. Pemerintah kini sedang perlu dana besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga pengusaha besar perlu berpartisipasi,” ujarnya.
Semakin Bertambah
Sementara itu, Pelaksanaan Program Pengampunan Pajak (tax amnesty) tahap pertama sudah berakhir pada Jumat (30/9/2016) pekan lalu. Pemerintah pun cukup puas dengan perolehan dana tebusan maupun deklarasi dan repatriasi dari program ini.
Memasuki tahap kedua yang dimulai pada pekan ini, nilai perolehan dana tebusan maupun deklarasi harta tax amnesty masih bertambah.
Berdasarkan data dashboard Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan, Jakarta, pukul 09.34 WIB, nilai pernyataan harta dari Warga Negara Indonesia (WNI) berdasarkan Surat Pernyataan Harta (SPH) menembus Rp 3.621 triliun dengan perolehan uang tebusan mencapai Rp 89,2 triliun.
Adapun rincian pernyataan harta, berasal dari deklarasi di dalam negeri Rp 2.533 triliun. Kemudian Rp 951 triliun berasal dari deklarasi harta di luar negeri. Sementara repatriasi sebesar Rp 137 triliun.
Sedangkan uang tebusan berdasarkan SPH yang masuk sebesar Rp 89,2 triliun. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 76,6 triliun berasal dari Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi Non UMKM, sebesar Rp 9,7 triliun dari WP Badan Non UMKM, dan dari WP Orang Pribadi UMKM Rp 2,64 triliun, dan WP Badan UMKM Rp 260 miliar.
Kemudian uang tebusan berdasarkan Surat Setoran Pajak (SSP) mencapai Rp 97,2 triliun. Terdiri dari pembayaran tebusan Rp 93,7 triliun, pembayaran bukti permulaan (bukper) Rp 354 miliar, dan pembayaran tunggakan Rp 3,06 triliun. (Web Warouw)