JAKARTA- Pertemuan Tim Formatur Forum Masyarakat Adat Kawasan Jantung Borneo atau Local Indigenous Communities Forum in The Heart of Borneo, Grand Cemara Hotel, Gondangdia, Menteng, Jakarta, Jakarta, 17 – 19 Juni 2016, sepakat memperjuangankan pengakuan terhadap keberadaan dan perlindungan wilayah adat, tanah adat atau Native Customary Rights Land (NCR Land), hutan adat dan hukum adat di kawasan HoB (Heart of Borneo).
Rapat Tim Formatur Forum Masyarakat Adat Kawasan Jantung Borneo atau Local Indigenous Communities Forum in The Heart of Borneo (HoB) difasilitasi World Wildlife Fund for Nature (WWF) Indonesia
“Di samping itu, memastikan agar salah satu anggota atau lebih dari anggota Perwakilan Forum Masyarakat Adat HoB di kawasan, secara resmi menjadi anggota Kelompok Kerja atau Pokja HoB dan terlibat aktif dalam semua kegiatan dan inisiatif pemerintah terkait HoB,” kata Marko Mahin, inisiator pertemuan di Jakarta, Minggu (19/6).
Tim formatur, ujar Mahin, dalam rencana program kerjanya memperjuangkan pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat adat di HoB dan menjaga kelestarian kawasan.
Mendorong pelaksanaan konservasi, dan pembangunan ekonomi berkelanjutan (Green Economies) di kawasan HoB yang lebih memperhatikan solusi dan inovasi masyarakat lokal, karakteristik lokal yang menghargai nilai lingkungan dan warisan sosial-budaya.
“Kemudian, merevitalisasi warisan seni dan budaya masyarakat adat HoB. Mendorong pendokumentasian dan memperjuangkan pengakuan hak kekayaan intelektual masyarakat adat secara kolektif dalam kawasan Jantung Borneo (Heart of Borneo),” ungkap Mahin.
Dikatakan Mahin, hasil pertemuan akan dijabarkan lebih lanjut di tingkat teknis, dengan mendepankan fungsi sekretariat, untuk membangun sistem koordinasi dan komunikasi pada tingkat kawasan masing-masing.
Setelah itu, memastikan keterwakilan dari semua masyarakat adat di kawasan masing-masing.
Mewadahi dan menyalurkan aspirasi semua masyarakat adat di kawasan masing-masing, berdasar hasil musyawarah bersama sesuai kesepakatan yang dilakukan minimal 1 (satu) tahun sekali.
“Hasil musyawarah disampaikan sebagai masukan ke Pokja HoB di masing-masing kawasan,” ujar Mahin.
Christina Egenther dari WWF Indonesia, mengatakan, pertemuan di Jakarta, sebagai tindaklanjut kesepakatan komunitas adat Indonesia – Malaysia di Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah, 2 Desember 2014.
Di antaranya, menghargai dan mendukung segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah lndonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan ekonomi hijau di kawasan HoB;
Kesepakatan Palangkaraya, mendorong agar ada perhatian dan pengakuan khusus dari pemerintah tiga negara Trilateral HoB terhadap keberadaan dan perlindungan wilayah adat, tanah adat, hutan adat dan hukum adat;
Selainitu, kata Christina, kesepakatan Palangkaraya, mendorong kepada pemerintah tiga negara Trilateral HoB untuk melibatkan secara aktif masyarakat adat dalam Kelompok Kerja HoB dan dalam forum-forum resmi HoB di negara masing-masing.
“Di Palangkaraya di sepakati pula untuk mendorong agar ada rencana strategis HoB yang memuat secara rinci u paya-u paya pen ingkatan kesejahteraan dan pem berdayaan masyarakat adat,” kata Christina.
Pertemuan tahun 2014 di Palangkara, lanjut Christina, sepakat dan sepaham untuk membentuk jaringan kerja masyarakat adat dalam wilayah HoB sebagai mitra strategis pemerintah tiga negara Trilateral HoB dalam mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan di kawasan HoB. (Aju)