Selasa, 11 Februari 2025

Mantap! Simposium Nasional 1965 Bertujuan Mencari Kebenaran

JAKARTA- Membedah Tragedi 1965 adalah sangat penting. Oleh karenanya Simposium Nasional ”Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Sejarah” diharapkan dapat menjadi perjalanan akhir dari peristiwa yang penuh polemik selama lima puluh tahun ini. Demikian  Ketua Panitia Pengarah Simposium Nasional, Gubernur Lemhanas, Letjen (Purn) Agus Widjojo lewat pesan yang diterima Bergelora.com, Minggu (17/4)

Simposium ini, yang akan diadakan 18-19 April pukul 09.00 pagi di Hotel Arya Duta Jakarta,  mengundang ahli, pelaku, saksi, korban dan pengamat yang akan berdialog dan berdiskusi untuk mencari titik temu  menyelesaikan peristiwa ini. 

“Penyelesaian kasus 1965 bukan masalah yang sederhana. Penyelesaiannya harus  mampu mengurai kebenaran peristiwa sehingga tidak terus berlanjut,” jelasnya.

Ia mengingatkan bahwa Pemerintahan Joko Widodo bertekad tahun ini dapat menyelesaikan konflik dan trauma serta mendudukkan peristiwa 1965 yang sebenar-benarnya dalam perspektif sejarah.

“Simposium nasional membedah tragedi 1965 juga sangat penting karena untuk pertama kali dalam sejarah bangsa Indonesia diselenggarakan secara bersama oleh pemerintah bersama Komnas HAM,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa bukti-bukti pelanggaran HAM berat sudah diumumkan oleh Komnas HAM pada tahun 2012. Begitu pula kajian akademik telah dilakukan oleh berbagai kalangan.  Kinilah saatnya untuk membedah semua itu bersama dengan para pelaku sejarah yang difasilitasi pemerintah.

“Pemerintah dengan rendah hati memahami bahwa kita selama ini belum sungguh-sungguh menjalani proses penyelesaian kasus ini,” ujarnya. 

Ia menjelaskan bahwa, sebuah bangsa yang beradab ditandai dengan penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan. Sebuah bangsa yang besar menjalankan kehidupannya berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan, mengembangkan cara pandang yang sehat dan proposional terhadap masa lalu.

“Hal-hal tersebut sangat penting membentuk tatanan moral dan etika hidup bersama demi kepentingan masa depan anak bangsa. Mari kita bersama-sama bergandengan tangan menyelesaikan tragedi 1965,memberikan contoh yang baik kepada generasi penerus bangsa,” demikian Letjen (Purn) Agus Widjojo.

Kerangka Acuan

Dalam lintasan hidup bangsa Indonesia, tahun 1965 mengingatkan kita akan sejarah peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang telah lebih dari setengah abad berlalu. Peristiwa tersebut secara faktual terdiri dari dua aksi. Aksi pertama ditandai dengan penculikan perwira TNI-AD pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 03.00 pagi dan jenazahnya ditemukan dalam sebuah sumur tua di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Aksi kedua yang merupakan tahap berikut dari tragedi 1965 adalah operasi pengejaran bukan saja oleh TNI tetapi juga meluas menjadi konflik horizontal di beberapa daerah yang menyebabkan jatuhnya korban dari ex-anggota PKI dalam jumlah besar. Beberapa pimpinan PKI diadili dan dijatuhi hukuman melalui Sidang Mahkamah Militer Luar Biasa.

Namun, belasan ribu orang lainnya dibuang, dipenjara dan disiksa tanpa proses pengadilan atau diberi kesempatan untuk melakukan pembelaan diri dan langsung mengalami penahanan untuk jangka waktu yang lama yang dikenal dengan istilah tahanan politik.

Tidak saja perampasan hak dasar warga  negara dialami oleh para tahanan politik dalam bentuk penahanan tanpa pengadilan tetapi perampasan hak dasar terjadi bagi warga negara yang diindikasikan sebagai ex anggota PKI dalam berbagai bentuk diskriminasi dan stigmatisasi dalam masyarakat, pelarangan terhadap banyak karya intelektual, serta rasa takut menyebar karena bahkan hanya dengan membicarakannya orang berisiko terkena stigma. (Web Warouw)

 

 

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru