Oleh: Ubaidillah Achmad*
Dalam pesan singkat, yang penulis pahami dari wawancara media terkenal ibu kota bersama Hadratusyekh KH. Maemoen Zuber, adalah penegasannya agar pihak pro dan kontra industri semen Indonesia mentaati aturan yang benar. Meskipun media peliput wawancara ini mengambil dukungan Mbah Moen terhadap industri semen, namun pembaca juga bisa memetik penegasan beliau, bahwa industri semen jangan gegabah melangkah tanpa mengikuti aturan yang dibenarkan hukum.
Dalam konteks ini, Mbah Moen menjawab sesuai dengan pertanyaan Wartawan. Sebagaimana hak wartawan untuk bertanya, maka sudah menjadi kewenangan wartawan mengambil judul yang sensasional. Tujuan dari wartawan sangat sederhana, yaitu ingin menggunakan kebesaran Guru tradisi pesantren, Hadrahtussyekh KH, Maemoen Zuber.
Tentu saja, pihak industri dan Ganjar yang beberapa kesempatan mnggunakan nama besar Mbah Moen, bertujuan untuk meredam gerakan tradisi santri dan masyarakat berbudaya yang selama ini mendukung para pejuang petani kendeng melawan industri.
Tema tulisan ini perlu sampai ke pembaca, karena banyaknya pertanyaan yang diajukan kepada penulis tentang wawancara Hadratussyaikh Mbah Maimoen dengan media Indonesia (http://mediaindonesia.com/wawancara kh maimoen…/2017-01-09). Dalam wawancara ini ditegaskan Mbah Maemoen mendukung pendirian pabrik Semen di Rembang.
Penulis sendiri percaya telah terjadi wawancara dan membaca hasil wawancara dimaksud. Namun demikian, tidak ada salahnya, jika kita membaca fenomena media mengeluarkan judul besar yang terus terang membuat saya menangis, karena mengapa media menghadirkan Mbah Moen, Sang Guru Agung Dunia Pesantren, di tengah pembaca dan pejuang petani kendeng yang sedang ingin membela keputusan hukum MA.
Para pejuang petani kendeng dengan penuh ketaatan kepada hadratusyekh KH. Maemoen Zuber, kebanyakan telah membaca dengan cermat hasil wawancara dimaksud. Misalnya, telah banyak yang memahami fenomena kerja wartawan di media tempat ia bekerja. Hal ini tidak terlepas dari model kerjasama untuk sesialisasi dan sejenisnya tentang industri pertambangan semen di Rembang.
Para pembaca dan pejuang petani kendeng, telah memahami latar belakang informasi yang disampaikan kepada beliau, akan menghasilkan pandangan beliau yang sesuai dengan informasi sebelumnya.
Jadi, tidak ada satu pejuang kendeng ring pertama yang salah paham dengan sikap hadratusyekh KH. Maemoen Zuber. Beberapa teman Kiai yang turut membaca kerja wartawan yang menggiring pandangan beliau yang lebih menguntungkan industri, justru berkomentar singkat, “ini merupakan bentuk kerja wartawan dan industri.” Komentar yang lain, berbunyi, “Ada ada saja cara pihak industri menghadapi masyarakat santri yang hingga sekarang masih gigih ingin Rembang tetap menjadi kota seribu pesantren dan kebudayaan pantai utara.”
Para pejuang kendeng justru mempertanyakan kepada mereka yang memberikan informasi sepihak kepada beliau tentang industri semen di Rembang. Pihak Media sendiri menunjukkan model wawancara yang terlihat ingin menguatkan misi industri dari pandangan seorang Ulama besar yang sudah menjadi milik Indonesia dan Bapak Jiwa bagi para santri di Rembang.
Mbak Maemoen tidak hanya Kasepuhan bagi santri Sarang, namun kasepuhan dan Bapak jiwa bagi masyarakat Rembang dan Indonesia. Penulis sendiri sangat mengagumi beliau sejak masih dibangku Madrasah Aliyah. Sampai sekarang pun, penulis masih teringat ceramah beliau ketika menafsirkan Surat Al Zalzalah. Prinsip penulis tentang arti penting menjaga lingkungan lestari, justru penulis pegang erat dari tafsir beliau tentang tanda tanda qiyamah yang beliau kupas dari surat al zalzalah. Sekarang ini telah nampak, yaitu ketika gunung gunung dihancurkan. Sehubungan dengan ini, beliau sering berpesan, agar menjaga kelestarian alam.
Informasi Tertinggal
Berikut beberapa informasi yang perlu dipertanyakan ulang kepada pihak Industri, apakah sudah disampaikan dua hal berikut ini kepada Hadratusyekh KH. Maemoen Zuber.
Pertama, problematika industrialisasi yang mengancam lingkungan dan sumber daya alam. Selain itu, apakah pihak industri juga sudah menyampaikan beban ekologi Indonesia saat ini, telah melampaui batasnya. Karenanya, jika industri ekstraktif tidak dihentikan, maka tidak lama lagi akan menjurus pada kehancuran alam Indonesia. Selain industri semen, industri ekstraktif yang lain, misalnya, mineral, batu bara, dan tambang-tambang lain. Kesemuanya ini akan berdampak pada kerusakan dan kehancuran sumber daya alam.
Kedua, gunung kendeng selain menjadi pasak yang apabila dirusak akan merusak sumber mata air di Rembang dan sekitarnya, juga menjadi pasak bumi yang memberikan kemaslakhatan bagi hajat hidup masyarakat terhadap kebutuhan air.
Jadi, gunung kendeng bagi masyarakat Rembang, adalah gunung yang memiliki kemaslakhatan umum. Kemaslakhatan umum ini tidak boleh dikalahkan oleh kepentjngan kecil manusia.
Dengan adanya informasi tertinggal yang tidak disampaikan secara utuh oleh pihak industri kepada Mbah Moen, pejuang petani kendeng, juga lega setelah membaca, bahwa Mbah Moen berpesan, agar prosedur pembangunan pabrik semen tidak melanggar hukum atau melakukan dengan cara yang tidak dibenarkan. Tentu saja, melawan keputusan MA merupakan bentuk pelanggran terhadap hukum.
Dengan kata lain, Mbah Moen sangat mensyaratkan kepada pabrik semen aturan aturan pertambangan yang benar, sehingga tidak memainkan permodalan tanpa prosedur yang benar. Sikap Mbah Moen sangat luhur, yaitu mendukung syarat yang benar, bukan mendukung syarat yang tidak benar. Bukankah sekarang MA sudah memutuskan, mengapa Ganjar masih menunda dan mencari seribu alasan untuk melanjutkan industri semen di Rembang. Bukankah Hadratusyekh KH. Maemoen Zuber berpesan, agar semua dilakukan berdasarkan syarat yang benar.
Sehubungan dengan syarat ini, pejuang petani kendeng, telah membuktikan kebenaran langkahnya yang ternyata mendapatkan dukungan dari keadilan hukum yang sudah diputuskan oleh MA. Sementara itu, kondisi di lapangan banyak yang belum dipaparkan pihak industri, yaitu tentang jumlah sumber mata air, sungai bawah tanah, dan guwa yang harus dilestarikan sebagai bentuk kekayaan alam pegunungan kendeng.
Kendeng & Kemanusiaan
Perlu diketahui bahwa pabrik semen adalah suatu BUMN yang dikelola dengan prinsip bisnis bukan ekonomi rakyat dan dimiliki oleh banyak unsur investor asing. Hal ini dapat dilihat dari komposisi pemilik saham PT SI adalah 51,01% pemerintah Indonesia, 38,59% institusi asing, 9,73% institusi domestik, 0,67% individu domestik, 0,01% individu asing.
Jelas komposisi ini tidak 100 % murni kepentingan nasional atau rakyat Indonesia. Hal ini bertentangan dengan prinsip Gus Dur dalam sebuah ceramahnya (http://youtu.be/IAD3hvPmA1Q, menit 37), yang mengingatkan kepada masyarakat Indonesia, agar hati hati terhadap cara cara elite dalam memuaskan nafsu serakahnya. Misalnya, cara mereka mengeruk sumber daya alam Indonesia.
Data kekayaam kendeng yang ada dicatatan warga tolak semen di Rembang berbeda dengan yang dilaporkan pihak industri. Data yang dimiliki warga inilah yang menguatkan mengapa warga gigih memperjuangkan kendeng dengan penuh kesabaran dan komitmen menghadapi fitnah dan bahkan sistem permodalan yang sekarang ini sedang menguasai dunia ketiga.
Oleh karena itu, kemenangan petani kendeng dapat dikatakan sebagai bentuk kemenangan petani melawan kapitalisme global. Kemenangan petani kendeng ini, juga merupakan bentuk kemenangan masa depan kemanusiaan di Indonesia.
Sebaliknya, kekalahan petani kendeng melawan industri semen yang memaksa di Rembang, juga merupakan kekalahan petani melwan kapitalisme global dan akan menjadi presiden buruk bagi masa depan kemanusiaan di Indonesia.
Â
*Penulis Suluk Kiai Cebolek dan Islam Geger Kendeng, Khadim Majlis Kongkow As Syuffah Sidorejo Pamotan Rembang. Kerap menulis di Bergelora.com