Selasa, 10 Desember 2024

Menaker Hanif: Isu TKA China Bertujuan Meresahkan Masyarakat

JAKARTA- Isu banjirnya Tenaga Kerja Asing (TKA) China merupakan daur ulang berita lama, disinformasi melalui foto dan meme, distorsi fakta lapangan, pembesaran kasus-kasus TKA, manipulasi wisatawan sebagai TKA, hiperbolisme, insinuasi, provokasi dan lain-lain. Intinya adalah penetrasi narasi yang disebut “asing dan aseng”. Hal ini disampaikan oleh Menteri Menaker Hanif Dhakiri kepada Bergelora.com.

“Biar tambah sedap aroma isu TKA China-nya, dibuat juga aksi-aksi provokasi di lapangan. Misalnya aksi sweeping TKA China oleh kelompok tertentu. Tujuannya untuk mempengaruhi persepsi orang dengan narasi “asing dan aseng” yang mengarah pada adu domba unsur-unsur dalam masyarakat. Boleh jadi, isu TKA China ini hanya prakondisi saja dari sebuah narasi besar untuk mencerai-beraikan kebangsaan kita dan NKRI,” tegasnya.

Bergelora.com mendapatkan pesan dari Menteri Menaker Hanif Dhakiri yang berisi link berita dari portal berita detik.com yang penting untuk dimuat ulang di Bergelora.com Selasa (27/12)

“Saya tidak pernah bilang tidak ada TKA China. Saya juga tidak pernah bilang tidak ada TKA ilegal. Tapi saya menolak istilah yang digunakan untuk framing isu TKA China. Misalnya istilah serbuan, banjir, serangan, kepungan dan semacamnya yang jelas melebih-lebihkan dan membesar-besarkan. Padahal faktanya nggak begitu. Jelas terlihat framing politiknya,” ujar Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri saat berbincang, Jumat (23/12).

Hanif memaparkan data TKA secara nasional dalam lima tahun terakhir. Tahun 2011 total TKA dari semua negara adalah 77.307. Tahun 2012 sebesar 72.427. Tahun 2013 sebanyak 68.957. Tahun 2014 sebesar 68.762. Tahun 2015 sebanyak 69.025. Dan sampai akhir 2016 ini sebesar 74.183 orang.

“Jadi, data 2016 bukanlah angka terbesar dalam lima tahun terakhir. Makanya saya katakan, rerata nasional TKA kita sekitar 70-an ribu setiap tahun. Ada yang masuk, ada yang keluar. Pemerintah memiliki skema pengendalian yang jelas,” tegasnya.

Berikut wawancara lengkap dengan Menaker Hanif Dhakiri:

Masyarakat resah soal TKA China. Tanggapan Anda?

Resah terkait TKA China itu bisa dua hal. Pertama, sebagian masyarakat resah terhadap isu TKA China. Bukan TKA China-nya yang bikin resah, tapi isu tentang TKA China-nya yang bikin resah karena begitu massif. Kedua, sebagian masyarakat lainnya resah terhadap kehadiran TKA China yang dianggap terlalu banyak dan mengambil lahan pekerjaan warga lokal. Keresahan yang kedua ini sebagian besar timbul sebagai akibat dari masifnya isu TKA China, khususnya melalui media sosial dan media non-mainstream.

Jadi, masyarakat resah terhadap isu TKA China, bukan pada TKA Chinanya? Bisa lebih dijelaskan?

Isu TKA China yang ramai saat ini bukan kali pertama. Ini episode ketiga dimana isu TKA China muncul ke publik sejak Februari 2015 lalu. Episode kedua pada April 2016. Polanya saya lihat sama. Pertama, membuat kisah/cerita meyakinkan melalui situs abal-abal. Dua, menggunakan angka bombastis, manipulatif atau palsu. Tiga, memainkan foto insidentil atau hoax lalu digeneralisasi. Empat, memviralkan itu semua di sosial media, terutama facebook, twitter dan whatsapp group, hingga mempengaruhi media mainstream.

Cara kerjanya juga sama. Daur ulang berita lama, disinformasi melalui foto dan meme, distorsi fakta lapangan, pembesaran kasus-kasus TKA, manipulasi wisatawan sebagai TKA, hiperbolisme, insinuasi, provokasi dan lain-lain. Intinya adalah penetrasi narasi yang disebut “asing dan aseng”. Biar tambah sedap aroma isu TKA China-nya, dibuat juga aksi-aksi provokasi di lapangan. Misalnya aksi sweeping TKA China oleh kelompok tertentu.

Jadi, isu TKA China itu tidak mencerminkan realitas sebenarnya. Ia adalah realitas yang dibentuk (framing reality) untuk mempengaruhi persepsi orang dengan narasi “asing dan aseng” yang mengarah pada adu domba unsur-unsur dalam masyarakat. Misalnya, adu domba antara Islam dengan non-Islam, pekerja Indonesia dengan pekerja asing, pribumi dengan China, pemerintah dengan rakyat, dan lain sebagainya. Bahkan, organisasi Islam terbesar seperti NU juga menjadi sasaran, di mana warganya diadu domba dengan pemimpin/kiainya.

Motif dan tujuannya kira-kira apa, serta siapa yang melakukan itu?

Secara pasti saya tidak tahu. Tapi dari histori dan trend isunya, saya mencium bau penggalangan sentimen anti-China, lalu mungkin anti-komunis, dan seterusnya. Ujung-ujungnya bisa saja delegitimasi pemerintah atau bahkan lebih dari itu. Boleh jadi, isu TKA China ini hanya prakondisi saja dari sebuah narasi besar untuk mencerai-beraikan kebangsaan kita dan NKRI.

Tentang siapanya, silakan Anda investigasi. Jejak-jejak soal itu di media sosial saya kira cukup jelas. Media sosial dimanfaatkan betul untuk kepentingan itu. Dunia sosmed kan kepo banget, paling bangga kalau menjadi yang pertama membagi informasi apapun meski dari sumber tak jelas, paling hobi sharing tanpa saring. Begitulah mungkin kalau kita banjir informasi tapi kering kebijaksanaan.

Dengan kata lain, isu TKA China itu dikapitalisasi secara politik?
Saya rasa demikian. Seperti saya jelaskan sebelumnya, isu TKA China bukan baru muncul sekarang ini saja. Sebelumnya sudah muncul sebanyak dua kali sejak awal 2015. Jika saat Pilpres yang muncul adalah isu China, setelah Pilpres isunya TKA China. Ini seperti ada benang merah dari sisi isu, yakni seputaran isu China.

Kita tahu bahan bakar konflik di republik ini yang paling gampang disulut kan tiga: isu agama, isu China dan isu komunis. Jika ketiga isu itu digoreng-goreng, bukan saja kemunduran demokrasi yang akan terjadi, tapi lebih dari itu sangat berbahaya bagi keutuhan NKRI dan kebhinnekaan kita.

Oke, tapi masak iya tidak ada faktanya sama sekali soal TKA China itu? Terlebih TKA China yang ilegal?

TKA ilegal ada, tapi isu TKA China itu sudah di-framing secara politik. Warna uang baru saja diasosiasikan dengan China lewat meme-meme. Hal-hal kecil dibesar-besarkan, satu peristiwa digeneralisasikan, dan sebagainya.

Saya tidak pernah bilang tidak ada TKA China. Saya juga tidak pernah bilang tidak ada TKA ilegal. Tapi saya menolak istilah yang digunakan untuk framing isu TKA China. Misalnya istilah serbuan, banjir, serangan, kepungan dan semacamnya yang jelas melebih-lebihkan dan membesar-besarkan. Padahal faktanya nggak begitu. Jelas terlihat framing politiknya.

Ketika Dirjen Imigrasi bilang 1,3 juta turis China masuk Indonesia tahun ini, langsung diplesetkan menjadi TKA China. Penangkapan beberapa TKA ilegal di daerah oleh aparat pemerintah langsung digoreng jadi ribuan, bahkan jutaan. Pokoknya sedikit-sedikit China. Nanti sedikit-sedikit komunis dan seterusnya. Nggak masuk akal kok dipercaya. Ini yang sesungguhnya bikin resah masyarakat.

Coba Anda perhatikan bagaimana cerita atau kisah-kisah tentang TKA China itu dikemas begitu personal dan diolah secara meyakinkan. Misalnya cerita begini: “Pas saya di bandara ini, saya lihat puluhan tenaga kerja China di sana. Gila! Badan mereka kekar-kekar. Sepertinya mereka tentara. Wah, Indonesia dikepung China nih!”. Cerita beginian banyak bertebaran, dan dilengkapi dengan foto insidentil atau hoax biar makin meyakinkan.

Kisah-kisah semacam itu memenuhi ruang media sosial kita, lalu diviralkan kemana-mana. Dibangun persepsi seolah-olah Indonesia dikepung, diserbu, dibanjiri, diserang oleh China. Seolah-seolah! Saat saya bilang faktanya adalah Indonesia mengepung China karena jumlah TKI kita di China jauh lebih besar dari TKA China di Indonesia, eh ada yang marah. Marah karena kebohongan dan insinuasi yang coba dipaksakan untuk terlihat sebagai kebenaran, terbantah dengan fakta dan data.

Data TKA China itu jelas. Sampai November 2016 ini, jumlahnya hanya 21.271 orang. Kecil sekali. Bandingkan dengan TKI kita di Hongkong yang jumlahnya 153 ribuan, Macau 16 ribuan atau Taiwan yang 200 ribuan. Bagi yang mau sedikit berpikir rasional, jelas TKI kita di China lebih besar dari TKA China di Indonesia. Eh, dijelasin begitu ada yang bilang: Hongkong kan bukan China, Pak. Hahaha lucu!

Begini data lengkap TKA secara nasional dalam lima tahun terakhir. Tahun 2011 total TKA dari semua negara adalah 77.307. Tahun 2012 sebesar 72.427. Tahun 2013 sebanyak 68.957. Tahun 2014 sebesar 68.762. Tahun 2015 sebanyak 69.025. Dan sampai akhir 2016 ini sebesar 74.183 orang. Jadi, data 2016 bukanlah angka terbesar dalam lima tahun terakhir. Makanya saya katakan, rerata nasional TKA kita sekitar 70-an ribu setiap tahun. Ada yang masuk, ada yang keluar. Pemerintah memiliki skema pengendalian yang jelas.

Kalau asal negaranya dari mana saja? Dan benarkah TKA China yang terbesar?

Macam-macam. Dari China, Jepang, Korea Selatan, India, Malaysia, Amerika Serikat, Thailand, Australia, Filipina, Inggris, Singapura dan sejumlah negara lain. TKA China memang terbesar, tapi itu sangat masuk akal karena investasi China juga besar. Posisi investasi China di Indonesia naik dari ranking 13 ke ranking 3 dengan realisasi investasi sampai dengan September 2016 sebesar USD 1,6 milyar. Dan, sekali lagi, jika diperbandingkan dengan jumlah TKI kita di China, jumlah TKA China di Indonesia masih jauh lebih kecil.

TKA China itu bekerja di sektor apa saja, Pak? Posisi apa saja yang mereka tempati? Karena di Bogor ditemukan TKA China sebagai buruh tani. Di tempat lain ditemukan jadi pekerja kasar di proyek konstruksi.

TKA China tersebar di beberapa sektor, antara lain sektor konstruksi, perdagangan dan jasa, industri dan pertanian. Mereka menempati jabatan sebagai profesional, teknisi, advisor/konsultan, manajer, supervisor, direksi dan komisaris. Itu jabatan-jabatan yang memang boleh diduduki TKA menurut aturan kita.

Kalau pekerja kasar jelas tidak boleh. Itu tertutup untuk TKA. Aturan kita hanya membolehkan TKA yang skilled dan profesional. Jadi kalau ada TKA bekerja kasar, dari manapun asalnya, itu sudah pasti pelanggaran. Jika ditemukan pelanggaran, kita juga langsung tindak tegas. Pemerintah, baik itu Pengawas Imigrasi, Kepolisian, Pemda maupun Pengawas Ketenagakerjaan sudah, sedang dan akan terus melakukan penindakan itu secara tegas.

Kalau TKA ilegal berapa banyak jumlahnya? Sikap pemerintah sendiri bagaimana menghadapi TKA ilegal?

TKA ilegal itu adalah kasus. Kalau kasus, ia tidak perlu diperdebatkan, tapi langsung saja ditindak sesuai aturannya, termasuk tindakan deportasi. Jadi, pemerintah tidak ada kepentingan dengan TKA ilegal. Pemerintah juga tidak pernah membiarkan TKA ilegal. Kita selalu pro-aktif dalam pengawasan dan responsif terhadap laporan dari masyarakat. Setiap ada laporan pasti kita cek, periksa dan tindaklanjuti.

Dalam pengendalian TKA, prinsip pemerintah itu sederhana. Selama mereka legal dan tidak melanggar aturan ya nggak masalah. Indonesia bukan negara tertutup bagi TKA. Tapi mereka harus ikut aturan yang berlaku. Kalau mereka ilegal (tidak punya izin kerja, tidak punya izin tinggal) atau melanggar aturan ya kita tindak tegas. Kita tidak main-main soal itu dan sudah membuktikannya.

Semua negara pasti ada TKA ilegalnya, tak terkecuali negara maju di Amerika atau Eropa. Tapi yang terpenting adalah sikap pemerintahnya. Untuk Indonesia, sikap pemerintah jelas dan tegas, sebagaimana telah dibuktikan selama ini. Saya sendiri juga turun tangan menangkap yang ilegal itu dari tempat kerja, dan melalui pihak Imigrasi mendeportasi mereka ke negara asal.

Kalau soal jumlah TKA ilegal, itu harus dilihat dari kasus-kasus yang muncul. Sampai dengan akhir tahun ini, ada sekitar 683 TKA bermasalah yang ditangani Kemnaker. Mereka berasal dari berbagai negara, bukan China saja. Ada yang dari Malaysia, Filipina, India, Thailand, Korea Selatan, dan lain-lain. Dari angka itu, 587 TKA ilegal, dalam arti tidak ada izin kerja. 86 orang lainnya menyalahgunakan izin. Semua sudah ditindaklanjuti, termasuk deportasi.

Angka itu sudah termasuk kasus-kasus TKA yang muncul di Jakarta, Banten (Bayah), Jawa Barat (Bogor), Kepri (Batam), Sumut (Medan), Jawa Tengah (Cilacap), Bali (Buleleng). Sultra (Morowali), Jawa Timur (Gresik), Malut (Ternate), Sulut (Minahasa Utara), Papua dan lain-lain.

Anda sepertinya tidak terlalu khawatir dengan TKA ilegal itu ya?

TKA yang ilegal sudah pasti kita tangani serius dan antisipasi sebaik mungkin, termasuk memperkuat pengawasan bersama dan sinergi di antara seluruh instansi terkait. Jadi, bukan soal khawatir atau tidak khawatir. Tapi ini soal rasional atau tidak rasional. Presiden juga sudah menegaskan agar kita jangan terlalu khwatir dengan TKA. Jadi, kita rasional saja.

Rasionalnya, angka TKA ilegal kita jika diperbandingkan dengan TKA ilegal di negara lain itu jauh sekali. Di Korea Selatan, misalnya, TKI kita yang ilegal di sana mencapai 10 ribuan orang. Di Malaysia, angka TKA ilegal mencapai jutaan orang. Penduduk mereka itu lebih sedikit dibanding Indonesia. Itu berarti sistem pengendalian kita terhadap TKA berjalan baik.

Saya minta tolong, isu TKA ini jangan digoreng-goreng. Jumlah TKA kita secara keseluruhan masih rasional kok. Rerata nasional hanya 70 ribuan. Bandingkan coba dengan TKI kita di luar negeri yang angkanya mencapai sekitar 6.2 juta orang.

TKI kita di Hongkong 153 ribuan, Macau 16 ribuan, Taiwan 200 ribuan, Korea Selatan 58 ribuan, Singapura 150 ribuan, Saudi Arabia 1 jutaan, dan banyak lagi TKI tersebar di kawasan Asia Pacifik, Timur Tengah, Eropa maupun Amerika. Kita obyektif dan fair sajalah agar tidak terjebak xenophobia.

Sebenarnya seberapa mudah sih TKA masuk ke Indonesia?

Prinsip penggunaan TKA itu, izin mendahului orang. Perusahaan pengguna (sponsor) mengurus dulu izin kerja dan izin masuk bagi TKA-nya. Sesudah izin keluar barulah si TKA masuk dan bekerja di Indonesia. Individu TKA tidak bisa mengurus izin secara mandiri. TKA juga tidak bisa masuk dulu (misalnya pakai visa turis) lalu urus izin kerja belakangan. Nggak bisa. Izin harus mendahului orang.

TKA juga dikenai syarat-syarat masuk yang cukup ketat. Misalnya syarat kompetensi, pendidikan sesuai jabatan, pengalaman kerja, wajib alih teknologi atau keahlian, pendampingan oleh TKI, ditambah sejumlah syarat administratif lain. Perusahaan pengguna juga wajib membayar dana kompensasi sebesar USD 100 per orang/bulan yang dananya langsung disetor ke kas negara melalui bank. Perlu diketahui juga bahwa tidak semua jabatan boleh diduduki oleh TKA. Yang boleh hanya jabatan-jabatan tertentu yang bersifat skilled dan profesional. Pekerjaan kasar haram bagi TKA!
Kalau mekanisme pengawasan TKA seperti apa?

Mekanisme pengawasan TKA oleh Kemnaker ada tiga. Pertama, pengawasan preventif-edukatif. Ini mencakup sosialisasi, bimbingan teknis pelaksanaan aturan penggunaan TKA, dan pembinaan kepada perusahaan pengguna TKA.

Kedua, pengawasan persuasif non-justisia. Ini mencakup pemeriksaan atas pelanggaran penggunaan TKA, baik secara pro-aktif maupun responsif berdasarkan laporan dari masyarakat.

Ketiga, pengawasan represif pro-justisia. Ini mencakup penyelidikan dan penyidikan atas pelanggaran aturan penggunaan TKA.

Adapun skema yang dikembangkan dalam pengawasan dan pemeriksaan TKA ada empat. Pertama, pengawasan periodik. Ini pemeriksaan terhadap perusahaan pengguna TKA setiap 3 bulan sekali. Ada atau tidak ada masalah selalu dicek secara rutin.
Kedua, pengawasan responsif. Ini pemeriksaan penggunaan TKA berdasarkan laporan masyarakat. Begitu ada laporan dari masyarakat, kita respon. Benar atau tidak benar laporan itu, yang penting kita cek dulu. Kalau tidak benar ya sudah, yang penting sudah dicek. Jika benar ya kita proses dan tindaklanjuti sesuai ketentuan yang ada.

Dalam hal ini, bantuan dan kerja sama dari masyarakat sangat penting untuk melaporkan dugaan pelanggaran TKA dimanapun. Kalau menemukan pelanggaran TKA, silakan dilaporkan. Bisa ke disnaker, kantor imigrasi, polres maupun instansi terkait lain di daerah. Laporkan saja dan jangan sampai mengambil tindakan sendiri yang bertentangan dengan hukum. Percayakan pada pemerintah, semua laporan pasti ditindaklanjuti.

Ketiga, pengawasan insidentil. Ini pemeriksaan penggunaan TKA yang dilakukan sewaktu-waktu. Misalnya melalui inspeksi mendadak atau kunjungan incognito ke perusahaan pengguna atau ke lapangan. Keempat, pengawasan khusus. Ini pemeriksaan untuk tujuan tertentu, bersifat khusus, terkait penggunaan TKA.

Ada keluhan soal diskriminasi upah antara TKA China dengan TKI. Bagaimana komentar Anda?

Keluhan diskriminasi upah TKA dengan TKI saya kira muncul dalam kasus TKA ilegal. Lha, kalau status TKA-nya saja ilegal, maka sudah pasti lain-lainnya juga ilegal. Ibaratnya, kalau meminjam bahasa agama Islam, “jika wudlu-nya tidak sah ya pasti sholatnya juga tidak sah”. Ngapain mempersoalkan upahnya jika statusnya saja ilegal? Ilegal ya kita tindak tegas, nggak usah diributkan ini itunya.

Diskriminasi upah itu nggak boleh. Sesama TKI saja upahnya tidak boleh didiskriminasi, apalagi antara TKA dengan TKI. Itu jelas dalam aturan ketenagakerjaan internasional maupun aturan ketenagakerjaan di dalam negeri. Pekerja dengan jabatan atau pekerjaan yang sama tidak boleh dibedakan upahnya. Pembedaan itu diskriminasi namanya.

Namun demikian, baik antar TKI maupun antara TKA dengan TKI, upah bisa berbeda kalau jabatan, pekerjaan, masa kerja, pendidikan, kompetensi, produktifitas, atau kinerja berbeda. Perbedaan begini bukan diskriminasi, tapi bagian dari struktur dan skala upah di perusahaan.

Pengawasan terhadap penggunaan TKA juga mencakup pengawasan atas pelaksanaan semua norma atau aturan ketenagakerjaan dalam hubungan industrial. Misalnya soal upah, kepesertaan jaminan sosial untuk TKI atau asuransi untuk TKA, kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dan lain-lain. Pelanggaran atas norma-norma tersebut memiliki konsekuensi hukum.

Terakhir, adakah pesan yang ingin Anda sampaikan kepada masyarakat terkait masalah ini?

Dalam kaitannya dengan isu TKA China, tolong jangan gampang percaya dengan informasi yang sumbernya tidak jelas, misalnya dari situs abal-abal. Selalu cek dan ricek informasi yang kita terima dari sosial media seperti facebook, twitter, grup whatssapp dan semacamnya. Jangan sembarangan sharing informasi, forward sana sini tanpa melakukan pengecekan dan penyaringan.

Kemudian, jika menemukan indikasi pelanggaran penggunaan TKA, segera laporkan ke instansi pemerintah terdekat, seperti polisi, imigrasi, disnaker atau instansi terkait lainnya di daerah. Jangan mudah terprovokasi untuk melakukan tindakan yang melawan hukum terkait warga negara atau tenaga kerja asing.

Di zaman sosial media ini, kepalsuan bisa tampak sebagai kebenaran karena diucapkan atau disampaikan terus menerus. Kita semua harus hati-hati dan bijak. Soal TKA, pemerintah punya sistem kendali dan sikap yang jelas. Selama TKA itu legal atau tidak melanggar aturan, maka tidak ada masalah mereka masuk dan bekerja di negeri ini. Tetapi jika ilegal atau melanggar aturan, pemerintah juga tegas menindaknya sesuai ketentuan hukum yang berlaku. (Tiara Hidup)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru