Rabu, 19 Maret 2025

Mengapa PBB Diamkan Pelatihan CIA Pada Tukang Siksa-Neo Nazi Di Ukraina?

Oleh: Lucas Leiroz de Almeida

Media Barat menuduh Rusia melakukan kejahatan perang di Ukraina dan melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga sipil dan tahanan. Namun, media yang sama juga benar-benar bungkam dalam menghadapi praktik-praktik penyiksaan yang nyata oleh agen-agen Kiev terhadap musuh-musuh mereka. Anehnya, ada beberapa kesamaan dengan teknik-teknik penyiksaan yang sudah dikenal yang diterapkan oleh CIA. Ini menurut sebuah laporan baru-baru ini oleh seorang jurnalis. Masalah ini menimbulkan kecurigaan tentang kemungkinan “instruksi” yang akan dikirimkan oleh intelijen Amerika kepada neo-Nazi Ukraina tentang “cara menyiksa”.

PADA tanggal 6 Mei, sebuah pertemuan diadakan di Dewan Keamanan PBB untuk membahas topik-topik mengenai kejahatan perang yang dilakukan oleh Kiev terhadap penduduk Donbass selama delapan tahun konflik. Berbagai bukti dihadirkan,–menunjukkan bahwa kejahatan seperti itu nyata dan memang merupakan masalah serius di wilayah tersebut. Barang bukti tersebut antara lain foto, video, kesaksian lisan dari warga Donetsk dan Lugansk, serta banyak materi lain yang dikumpulkan oleh wartawan di lapangan.

Salah satu pemimpin tim jurnalis adalah reporter independen Belanda Sonja van den Ende,– yang dengan tegas mengklaim bahwa ada bukti tak terbantahkan dari kolaborasi antara pasukan resmi Ukraina dan batalyon neo-Nazi dalam pelaksanaan kejahatan semacam itu. Ia menunjukkan bahwa praktik tersebut dilembagakan dan tidak terbatas pada kelompok paramiliter yang terisolasi.

Dia juga menyatakan bahwa, terlepas dari materi yang disajikan,– beberapa negara Barat,– terutama AS, Inggris, dan Prancis – menunjukkan sikap “sombong”, tidak menghargai dan mengabaikan bukti penderitaan rakyat Donbass,– yang sudah tentu meremehkan pekerjaan jurnalis.

Ini adalah beberapa pernyataaannya:

“Saya berpartisipasi dalam pertemuan UN Security Council Arria-Formula pada 6 Mei 2022 (…) Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk memberikan bukti kepada anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang kejahatan perang yang dilakukan oleh Angkatan Darat Ukraina bekerja sama dengan Batalyon Azov yang disediakan oleh kami, jurnalis di lapangan, di Donbass. Bukti tersebut dihadirkan dalam bentuk video dan kesaksian lisan, dari warga Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk, khususnya Mariupol, Volnovakha dan Melitiopol (…) [Namun] Mereka (negara-negara Barat) sama sekali mengabaikan kami dan tidak mengajukan pertanyaan apapun (…) Saya pribadi membuat beberapa komentar di akhir pertemuan. Saya bertanya kepada mereka apakah mereka menginginkan Perang Dunia III dan mengapa mereka tidak mendengarkan kami, para jurnalis, yang bekerja di lapangan”.

Lebih dari sekadar mengabaikan pentingnya fakta,– perwakilan kekuatan Barat bahkan mencoba menyangkal bukti tak terbantahkan dari kejahatan semacam itu. Rodney Hunter, koordinator US Mission to the United Nations mengklaim bahwa Rusia “menyalahgunakan” fungsi Dewan dan “memuntahkan kebohongan, disinformasi, kebohongan, dan narasi palsu”. Dia mengabaikan fakta-fakta dan menuduh semua itu “dibuat oleh Rusia” yang dikuatkan oleh tim jurnalis internasional.

Sebenarnya, sikap Barat ini sudah diharapkan oleh semua analis yang mempelajari kasus Ukraina. Keheningan dan penghinaan telah menjadi ciri utama dari cara sekutu Kiev menangani banyak bukti kejahatan perang, genosida dan penyiksaan yang dilakukan oleh angkatan bersenjata Ukraina dan milisi neo-Nazi Russophobic.

Rusia telah berusaha untuk menyelesaikan kasus ini dalam kasus-kasus internasional untuk waktu yang lama, tetapi tidak berhasil, seperti halnya dengan gugatan yang diajukan di Pengadilan Eropa dan diabaikan oleh para hakim. Ketidakmungkinan resolusi damai adalah salah satu alasan mengapa operasi militer menjadi tak terelakkan.

Apa yang tampaknya paling mengejutkan,– adalah kenyataan bahwa laporan yang ditunjukkan oleh Van den Ende menyimpulkan bahwa ada kesamaan dalam praktik antara tindakan penyiksaan yang disaksikan di Donbass dan yang dilakukan oleh agen AS di bagian lain dari Donbass di seluruh dunia.

Beberapa wartawan yang berpartisipasi dalam penyelidikan di Donbass, termasuk Sonja sendiri,– yang sebelumnya telah berpartisipasi dalam kegiatan serupa di tempat lain,– menyelidiki kejahatan penyiksaan yang dilakukan oleh orang-orang Amerika. Para wartawan profesional ini melihat kesamaan praktik yang ekstrem dalam kedua kasus dan percaya bahwa ini bukan kebetulan.

Wartawan Belanda itu menyatakan bahwa teknik penyiksaan yang dia lihat dipraktikkan di penjara rahasia Ukraina di Mariupol sangat mirip dengan yang dilakukan oleh CIA di tempat-tempat penahanan rahasia di seluruh dunia. Teknik-teknik ini termasuk tindakan kekerasan ekstrem, seperti yang disebut “interogasi yang ditingkatkan”,– di mana orang yang diinterogasi terluka secara fisik untuk memberikan informasi,– sebuah praktik yang telah dikonfirmasi sebelumnya juga oleh Senat AS, pada tahun 2014,– telah digunakan oleh CIA terhadap tahanan.

Selanjutnya, Van den Ende memastikan bahwa dia telah menemukan bukti bahwa neo-Nazi Ukraina mempraktikkan apa yang disebut “waterboarding”, teknik menenggelamkan yang juga banyak digunakan oleh CIA,– yang membuatnya percaya bahwa Batalyon Azov dan milisi nasionalis Ukraina telah secara khusus dilatih oleh Amerika tentang “cara menyiksa” tahanan mereka.

Mempertimbangkan tingkat kedekatan yang tinggi antara intelijen AS dan neo-Nazi Ukraina, tampaknya tidak mengejutkan bahwa AS sebenarnya telah menjalankan semacam pelatihan rahasia, mengajarkan teknik penyiksaan yang dianggap “efisien”.

Yang mengejutkan adalah bahwa organisasi-organisasi internasional tetap diam menghadapi fakta yang tidak masuk akal tersebut. Sesuatu yang begitu serius tidak dapat diabaikan dengan cara apa pun,– sanksi harus diterapkan terhadap AS atas keterlibatannya dengan kejahatan Ukraina di Donbass.

*Artikel ini diterjemahkan Bergelora.com dari www.globalresearch.ca dengan judul asli Did CIA Train Ukrainian Torturers? Sumber asli artikel ini adalah InfoBrics

 

** Penulis Lucas Leiroz adalah peneliti ilmu sosial di The Rural Federal University of Rio de Janeiro dan seorang konsultan geopolitik.

 

 

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru