JAKARTA- Rekomendasi Ijin Usaha Penambangan (IUP) di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara kepada PT. Tambang Mas Sangihe (TMS) oleh pemerintah mengancam hak hidup 50-an ribu masyarakat di Pulau tersebut. Hal ini ditegaskan Kanti W. Janis, advokat muda asal Pulau Siau di Kepulauan Sangihe yang saat ini tinggal di Jakarta.
“Di Sangihe sedang terjadi pelanggaran terhadap hak hidup rakyat setempat yang berpotensi menyebabkan genosida.
Sangihe adalah pulau kecil terdepan Indonesia, luasnya 736 km2. Memiliki 3 gunung berapi aktif, satu di daratan, dua di bawah laut. Daerah rawan bencana,” ujar putri almarhum politisi Roy BB Janis ketika dihubungi Bergelora.com di Jakarta, Kamis (21/10).
Menurutnya, negara secara terang-terangan menjual lebih dari separuh Pulau Sangihe kepada perusahaan tambang emas, PT TMS, yang 70% sahamnya dimiliki oleh perusahaan Kanada Baru Gold Corps.
“Izin-izin keluar tanpa diketahui oleh mayoritas masyarakat. Warga hingga bupati dan alm. wakil bupati Sangihe secara tegas menolak. Tetapi tidak didengar. Ini ada apa? Ini adalah penjajahan gaya baru,” tegasnya.
Kanti Janis yang lulusan Rijksuniversiteit Groningen, Belanda ini menjelaskan bahwa
selain tanah yang hilang, kebudayaan, sejarah, memori dan cara hidup masyarakat akan hilang. Masyarakat yang dekat dengan budaya maritim dan bertani sangat mungkin akan menjadi buruh tambang.
“Tanah tidak sekedar ruang hidup, tetap ada ingatan emosional dan sejarah tiap-tiap manusia yang hidup darinya,” jelasnya.
Kanti Janis berharap agar pemerintah membuktikan bisa menjalankan Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab di Pulau Sangihe dengan memakai perikemanusiaan, jangan mengedepankan kepentingan investor.
“Kedepankan rakyat. Segera batalkan IUP PT TMS. Buat kebijakan yang berpihak pada rakyat dan alam Indonesia. Indonesia masih miskin bukan karena rakyat menolak tambang, tapi karena korupsi. Karena mental makelar di birokrat yang begitu parah,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa pemerintah pusat bisa menghentikan dan mencabut IUP PT TMS jika memiliki keinginan politik yang melindungi rakyat dan seluruh wilayah tanah air.
“Pemerintah pusat jangan hanya berdebat soal legal formal. Hukum itu produk politik, bisa berubah dengan kemauan politik yang baik” tegasnya.
Kanti Janis menempuh pendidikan hukum S1 di Atmajaya Jakarta, kemudian melanjutkan S2 Hukum
Internasional dan Hukum Organisasi Internasional, di Rijksuniversiteit Groningen, Belanda. Pada tahun 2009 menyelesaikan pendidikan profesi advokat PERADI.
Ia mulai menjalankan kantor hukum Robean-Janis & Associates sejak 2012 menangani hukum terkait perusahaan, investasi, hingga perizinan berusaha.

Penolakan Bupati
Sebelumnya, Bupati Sangihe, Jabes Ezar Gaghana, SE, ME membantah keras jika dikatakan pihaknya menyetujui ijin penambangan PT Tambang Mas Sangihe (PT TMS) di 42.000 ha atau 57% dari luas Kabupaten Kepulauan Sangihe yang hanya 73.689 ha. Hal ini disampaikannya dari Manado kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (19/10) menanggapi pernyataan mantan Kepala Badan Intelejen Strategis, Soleman Ponto, yang menyatakan pertambangan tersebut didukung pemerintah daerah.
“Kami tidak pernah menyetujui penambangan emas oleh PT TMS di Pulau Sangihe. Amdal (Analisa dampak lingkungan) sebagai salah satu syarat yang dibikin oleh perusahaan sejak awal sudah kami tolak. Tapi pemerintah pusat tetap keluarkan ijin,” tegasnya.
Atas ijin tersebut bupati melakukam protes ke kementerian lingkungan hidup, namun oleh pemerintah pusat ijin pertambangan tetap berjalan.
“Herannya, walau kami menolak rekomendasi Amdal, namun ijin tetap keluar. Kami protes ke KLH di Jakarta, tapi tidak digubris. PT TMS tetap mendapat ijin penambangan,” katanya.
Bupati menegaskan bahwa sejak awal hingga saat ini pihaknya tetap menolak PT TMS beroperasi di Sangihe.
“Sejak 2017 saya jadi bupati diundang semua pihak untuk membicarakan perijinan saya tetap menolak sampai hari ini. Soleman Ponto dan semua pejabat di Sulut dan nasional tahu torang samua menolak pertambangan ini,” tegasnya.
Bupati menjelaskan bahwa oleh pemerintahan Kabupaten Sangihe sebelumnya ada Perda Tata Ruang yaitu Perda No 4/2014 yang mendukung perijinan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah pusat.
“Sekarang kami sedang dorong perubahan Perda Tata Ruang sehingga tidak ada tata ruang tambang emas,” tegasnya.( Web Warouw)