Minggu, 15 September 2024

Menolak Proyek Geothermal di Desa Wapsalit, Kabupaten Buru

JAKARTA- Masyarakat Desa Wapsalit, Kecamatan Lolong Guba, Kabupaten Buru, Maluku, sudah tiga minggu menggungsi ke hutan yang berjarak 10 Km dari desa mereka, sejak 2 Agustus 2023 lalu.

Mereka terpaksa meninggalkan kampung akibat aktivitas tiga lokasi sumur eksplorasi panas bumi PT Ormat Geothermal yang diizinkan oleh Kementrian ESDM, beraktivitas sangat dekat dengan pemukiman warga, di titik pertama jaraknya 2.800 meter, titik kedua 1.400 meter, dan titik terdekat jaraknya hanya 700 meter dari pemukiman warga.

Karena jaraknya yang sangat dekat dengan pemukiman ini, saat aktivitas pengeboran tersebut masyarakat Wapsalit merasakan getaran yang luar biasa seperi tanah bergoyang keras, terutama saat malam hari warga sangat mengalami ketakutan. Selain itu warga juga khawatir dengan dampak gas beracun yang dihasilkan oleh aktivitas pengeboran.

Ketakutan masyarakat juga didasarkan atas keterbatasan informasi terkait dampak dari perusahaan, karena selama ini perusahaan tidak pernah memberikan sosialisasi langsung kepada seluruh masyarakat setempat.

Bahkan fakta di lapangan, perusahaan hanya melakukan pertemuan terbatas satu kali pada tanggal 14-15 Juli 2022, dengan tujuan sosialisasi dan ground breaking dengan Tema “Pelaksanaan Penugasan Survei Pendahuluan dan eksplorasi Panas Bumi (PSPE)”.

Tetapi faktanya sosialisasi ini dilakukan tanpa melibatkan seluruh tua-tua adat Soar Pito Soar Pa Petuanan Kayeli, yakni tanah adat Titar Pito, lokasi tambang beroperasi saat ini. Lebih mirisnya lagi perusahaan memanipulasi lokasi pelaksanaannya di Desa Wapsalit, dimana secara administrasi kegiatan sosialisasi tersebut dilakukan di rumah makan Citra Wanggi Webabi, Desa waikasar, Kecamatan Waeapo dan bukan Desa Wapsalit, Kecamatan Lolong Guba.

Sosialisasi ini kemudian tidak diteruskan kepada masyarakat luas, Sehingga masyarakat setempat ketakutan dan meninggalkan kampung untuk mengungsi, warga dipaksa meninggalkan perkebunan/pertanian tradisional, ternak dan ruang-runag produksi lainya yang selama ini menghidupi kehidupan warga.

Masyarakat di lokasi pengungsian kemudian membangun tenda darurat menggunakan terpal, serta tempat tidur dari bambu dan kayu-kayu seadanya. Di lokasi pengungsian terdapat ibu hamil, anak-anak dibawah umur dan lansia Masyarakat yang menggungsi juga kesusahan air, makanan dan kedinginan saat malam hari. Bahkan anak-anak terpaksa tidak masuk sekolah. Sementara pemerintah pusat maupun provinsi sampai hari ini tidak ada tindakan serius untuk menyelasaikan permasalahan yang terjadi di Desa Wapsalit, hingga membiarkan warga terluntah-lunta.

Penolakan masyarakat juga didasarkan karena hutan yang dikapling oleh pihak perusahaan telah merusak hutan tempat produksi ekonomi masyarakat adat secara tradisional, seperti menyuling minyak kayu putih yang selama ini menjadi mata pencaharian masyarakat dan membentuk kebudayaan masyarakat adat setempat, mengingat minyak kayu putih merupakan tanaman endemik di kepulauan Buru. Di dalam hutan masyarakat adat juga bertani/berkebun dan menjadi ruang-ruang penghidupan tradisional lainnya bagi masyarakat. Menginggat di lokasi operasi perusahaan juga terdapat tiga sungai, Waimkedan (sungai adat) Air Wae Apo, Air Waigeren Air Laba, dan Air Wahidi. Air-air ini merupakan sumber komsumsi masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari dan digunakan untuk irigasi sawah.

Lahan operasi perusahaan PT Ormat Geothermal juga berada dalam wilayah tanah sakral (tanah adat) Soal Pito-Soar Pa yang mana Titar Pito ini merupakan tanah keramat atau tempat bersejarah yang menjadi asal-usul tujuh suku yakni Soar Pito Soar Pa, yang kaya akan peningalan situs sejarahnya.

Masyarakat Wapsalit sudah berkali-kali melakukan penolakan perusahaan PT Ormat Geothermal, hingga melakukan Sasi (tanda larangan secara hukum adat), tetapi kemudian pihak perusahaan melanggar Sasi tersebut dengan mematahkan atribut bendera adat (Lestari), padahal bendera dan Sasi merupakan kehormatan yang sangat dihargai bagi masyarakat adat kepulauan Buru.

Namun penolakan warga Wapsalit tidak diakui oleh Perusahaan. Yang terjadi, masyarakat adat Wapsalit malah medapat intimidasi. Pada tanggal 17 Agustus 2023, Bapak Kaksodin (Tua adat yang dituakan dalam suku Wael untuk dataran tinggi), Gebamkeda Wahidi mendapat intimidasi dari TNI yang diduga dari KODIM Namlea. TNI mendatanggi Rumah Kaksodim dengan satu unit mobil tronton dan berpakaian segaram lengkap. Para TNI kemudian berteriak-teriak dengan suara keras sambil dan mendobrak pintu rumah warga dengan cara menendang, masuk tanpa izin serta mencaci maki sambil menunjuk-nunjuk wajah Bapak Kaksodim.

Oleh karena itu, pada hari Rabu, 23 Agustus 2023 masyarakat adat Soar pito, Soar Pa yang tergabung dalam aksi solidariats untuk masyarakat adat Wapsalit melakukan aksi, menuntut:

  1. Menolak keras PT Ormat Geothermal beroperasi di wilayah Titar Pito
  2. Meminta Kementrian ESDM transparansi informasi terkait dengan perijinan PT Ormat Geothermal
  3. Mendesak Kementrian ESDM untuk segera mencabut izin PT Ormat Geothermal yang beroperasi diwilayah Titar Pito
  4. Mendesak Kementrian ESDM untuk bertanggungjawab atas pelanggaran HAM yang terjadi pada masyarakat Wapsalit.
  5. Mendesak Kemendagri untuk mengevaluasi Gubernur Maluku dan Pj. Bupati Buru terkait tindakan pembiaran pelanggaran HAM yang terjadi atas masyarakat Wapsalit.
  6. Kementrian Dalam Negeri perlu meninjau kembali SK Pj. Bupati Buru demi perlindungan dan penghormatan terhadap masyarakat adat Wapsalit. (Sp)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru