Oleh: Toga Tambunan *
SEJAK tahu membaca menulis di usia dini, di sekolah, kita langsung digojlok sesuai kurikulum pengajaran menerima ajaran ilmiah tentang keberadaan asal muasal diri kita dari homo erektus menjadi homo sapiens berdasarkan penelitian jelimet. Teori proses evolusi keberadaan manusia itu seakan air diruahkan mengisi segala ruang di benak kita. Bergerak, berfikir, bernalar, berkreasi, berinovasi, pokoknya segala aktivitas kita dituntun mengakui epistomologi yang dirinci berupa argumentasi antropologi. Semua iptek ditengah kita kini utamanya bermuatan jiwa antrofis/kedagingan fokus menyenangkan lahiriah artinya tunduk siasat Lucifer. Bahkan manusia beragama dan menyebut nama Allah pun dengan pikiran diliputi atau setidaknya berhibrid racun teori evolusi tersebut.
Kini sudah saatnya manusia menyadari kehebatan Lucifer itu. Kejahatan liciknya menipu Hawa & Adam, berlanjut terus hingga kini terhadap setiap orang sejak dini setelah lahir atau diciptakan Allah. Teori evolusi itu diformulasi ilmiah berdasar rentetan temuan penelitian orang bernalar istimewa diantara manusia.
Kita patut dan wajib memahami luar biasa kapasitas tehnikalnya merealisasi rancangan substansi kejahatannya. Kapasitas tehnikal untuk berbuat sesuatu itu memang diberikan Allah padanya lebih dari pada ke makhluk sebangsanya malaikat. Tapi tingkah kemauannya substansif menjadi sombong berasal dari dirinya sendiri, murni kreasinya mandiri. Allah memang memberi kemauan bebas pada makhluk ciptaanNya.
Dalam Jehezkiel 28:2, dengan metafora raja Tirus diterangkan Lucifer itu: "Gambar dari kesempurnaan engkau, penuh hikmat dan maha indah"
_Selanjutnya dijelaskan dalam Yehezkiel 28:17-18 sbb:
“`”Engkau tak bercela di dalam tingkah lakumu sejak hari penciptaanmu
sampai terdapat kecurangan padamu.
Dengan banyaknya kesalahanmu dan kecurangan dalam dagangmu engkau melanggar kekudusan tempat kudusmu. Maka Aku menyalakan api dari tengahmu yang akan memakan habis engkau. Dan Kubiarkan engkau menjadi abu di atas bumi di hadapan semua yang melihatmu”“““
Rohkudus menginsyafkan kita dalam Efesus 2:2, demikian: ” _Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka ```
“
Lucifer sudah dibuang ke dunia dan berkuasa, jauh hari sebelum manusia terusir dari Taman Eden, ke dunia.
Sering kali pikiran kita meremehkan aktivitas Lucifer. Itu siasat pola Lucifer sehingga manusia abai memperhitungkan kejahatannya dan kesombongannya membangkangi Allah.
Kotbah bertipe psychologi, tentu baik. Namun beralas antropologi, memperbaiki tabiat interaksi antar manusia, merestrukturisasi perilaku sebatas aktivitas nalar yang sangkut atau mencapai ujung rambut saja, bukan tindakan merealisasi petunjukNya Rohkudus yang menginsyafkan manusia menyenangkan hati Allah, Bapa Surgawi dalam konteks melawan Lucifer.
Rohkudus diutus Tuhan Yesus menginsyafkan manusia agar menyenangkan hati Allah, Bapa Surgawi, bila kita kita bertindak sebagai anak yang berkenan bagiNya.
Meskipun kapasitas Lucifer dahsyat, bisa menjiplak segala hibah Allah bagi manusia, seperti kesehatan, rezeki, keperluan manusia, sebagaimana ditawarkannya kepada Yesus sesaat selesai 40 hari puasa makan; tapi tingkat kedahsyatannya itu yang pernah dititipkan Allah, Bapa Surgawi itu, tetap dibawah kuasaNya yang tak terukur. Pribadi Allah, Bapa Surgawi, Alfa-Omega tak bisa dijiplak.
Menjadi anak berkenaan bagi Bapa Surgawi pasti menyenangkan hatiNya. Setidaknya sanggup mengerti dan berusaha melakukan perintah Tuhan Yesus: ” Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” (Matius 22:21b).
Bapa Surgawi melimpahkan berkat kepada manusia, untuk menyenangkan manusia bukan mempersulit kehidupan manusia.
Oleh karena itu kewajiban kita menyenangkan hati Bapa Surgawi. Ada pernah bertanya: Lho, apakah Allah, Bapak Surgawi ada hatiNya?
Allah, Bapa Surgawi itu hidup Alfa – Omega, berhati berperasaan amat sangat peka sangat sayang pada ciptaanNya. Manusia itu ditegaskan biji mataNya.
Allah, Bapa Surgawi bukan dewa artifisial yang mati tak punya hati, tak berperasaan.
Setidaknya dimulai dengan menginsyafi 1 Timotius 2:5 ” Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus”
Rohkudus menegaskan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia. Hanya Yesus utusan Allah tempohari ke dan di dunia, tidak ada yang lain berposisi utusan. Mengakui Yesus adalah Tuhan, salah satu menyenangkan hati Allah, Bapa Surgawi, tanpa mensyaratkan pendahuluan menganut agama tertentu.
Camkan: Berniatlah, berfikirlah, berikhtiarlah, berinisiatiflah, bertindaklah senantiasa menemukan yang disenangi hati Allah, Bapa Surgawi.
Kemuliaan bagi Allah, Bapa Surgawi, Haleluya. Selamat hari minggu.
Bekasi, 03 September 2023.
*Penulis Toga Tambunan, evnagelis Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)