Oleh: John Thomas Edward Matulessy *
DENGAN semakin mendekatnya pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka pada tanggal 20 Oktober 2024 yang akan datang, terdapat banyak sekali masukan, usulan dan seruan terhadap Presiden terpilih dari berbagai kalangan masyarakat. Salah satu masukan atau usulan yang layak diperhatikan dan sangat penting untuk diprioritaskan oleh Presiden terpilih adalah usulan bagi dibentuknya sebuah kementerian Kawasan Timur Indonesia.
Usulan ini disuarakan oleh tokoh Maluku Dipl.-oek. Engelina Pattiasina kepada wartawan pada tanggal 11 September lalu di Jakarta. Ditegaskan oleh Engelina Pattiasina bahwa tujuan dari dibentuknya sebuah kementerian Kawasan Timur Indonesia atau apapun nomenklaturnya adalah sebagai bentuk afirmasi atau keberpihakan pemerintah terpilih terhadap upaya mempercepat laju pembangunan dan mengkoordinasikan semua urusan pembangunan di Kawasan timur Indonesia. Engelina juga menambahkan bahwa Kawasan Timur butuh desain kesejahteraan, bukan hanya desain pertahanan militer. Masyarakat yang sejahtera lahir batin merupakan Pertahanan Negara yang sangat kuat.
Terhadap usulan tersebut rasa-rasanya pemerintahan terpilih perlu menyikapi dengan bijaksana dan adil. Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat dijadikan dasar pertimbangan.
Pertama, kalau kita menengok Kembali kebelakang benang merahnya maka kita bisa telusuri bahwa perhatian pemerintah terhadap upaya percepatan pembangunan Kawasan Timur Indonesia sudah dimulai sejak masa pemerintahan Suharto dengan adanya Keppres RI nomor 120 tahun 1993 tentang Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia. Kemudian di masa pemerintahan Abdurrahman Wahid didirikanlah Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia yang kemudian berganti nama menjadi Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal pada era SBY.
Selama masa pemerintahan presiden Joko Widodo kementerian ini kembali diganti
namanya menjadi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Dari adanya perubahan dari masa pemerintahan yang satu ke masa pemerintahan yang berikutnya terkesan bahwa fokus pemerintah terhadap percepatan pembangunan Kawasan Timur Indonesia mulai memudar dan melihat Kawasan TimurIndonesia sebagai sebuah Kawasan yang tidak memerlukan perhatian khusus.
Kedua, sudah ada kajian-kajian akademik terhadap pembangunan Kawasan Timur Indonesia, salah satunya adalah kajian yang berjudul “Pembangunan Kawasan Timur Indonesia Dalam Konteks Kekinian Indonesia” yang merupakan hasil karya dari Jejaring Perguruan Tinggi Kawasan Timur Indonesia yang dipelopori oleh Universitas Hasanuddin. Namun kajian tersebut masih lebih banyak berfokus pada wilayah Sulawesi, padahal Kawasan Timur Indonesia bukan hanya Sulawesi saja tetapi juga meliputi Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Data terbaru dari Badan Pusat Statistik periode Maret 2024 menunjukkan bahwa dari 10 provinsi termiskin di Indonesia di dominasi oleh provinsi-provinsi di Papua, diikuti oleh Maluku, Nusa Tenggara Timur dan Gorontalo.
Dengan demikian prioritas pembangunan Kawasan Timur Indonesia seharusnya memprioritaskan pada provinsi-provinsi di Papua, Maluku, Nusa Tenggara Timur danGorontalo tersebut.
Ketiga, kajian-kajian akademik terhadap pembangunan Kawasan Timur Indonesia semata-mata lebih menekankan pada aspek mendasar seperti pembangunan infrastruktur, pengembangan teknologi agrikultur dalam rangka ketahanan pangan, konektivitas wilayah dan distribusi logistik. Aspek-aspek tersebut memang fundamental, perlu dan harus dikembangkan namun tidak cukup hanya sampai di situ saja. Sebuah konsep pengembangan Kawasan yang lebih menyeluruh dan terpadu perlu
diupayakan yang berbasis pada industrialisasi kawasan dan kegiatan produksi kawasan dari hulu hingga ke hilir di semua sektor industri yang memungkinkan untuk dikembangkan di Kawasan Timur Indonesia.
Keempat, terkait dengan poin ketiga di atas, dua wilayah di Kawasan Timur Indonesia, yaitu Maluku dan Papua sangat kaya dengan berbagai jenis sumber daya alam yang diantaranya adalah emas, nikel, minyak bumi dan gas alam, namun aktivitas perekonomian yang dilakukan di kedua wilayah paling timur Indonesia tersebut hanyalah sebatas eksplorasi dan ekstraksi sumber daya alam untuk kemudian di angkut dan di olah di luar wilayah Maluku dan Papua. Baik Maluku dan Papua tidak memiliki basis industri hilirisasi yang kuat untuk mampu memberikan sumbangan yang berarti dalam mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan potensi ekspor Indonesia. Tidak heran bila kemudian
angka kemiskinan di wilayah-wilayah Maluku dan Papua tersebut sangat tinggi dan muncul
ketidakpuasan di sebagian kalangan masyarakat.
Meskipun data resmi pemenrintah menyebutkan adanya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi hingga di atas 5% di Maluku dan Papua namun tidak terdapat distribusi kesejahteraan yang signifikan kepada masyarakat di Maluku dan Papua karena
keuntungan sepenuhnya dinikmati oleh perusahaan-perusaahaan besar yang melakukan ekstraksi sumber daya alam di Maluku dan Papua.
Kelima, sehubungan dengan poin keempat dimana basis pertumbuhan ekonomi di wilayah Maluku dan Papua adalah industri ekstraktif maka disamping hilirisasi juga perlu dikembangkan suatu mekanisme distribusi kesejahteraan (profit sharing) yang secara permanen dan berkesinambungan akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kawasan Timur Indonesia. Salah satu model profit sharing yang bisa dijadikan acuan adalah model Dana Permanen Alaska. Dana Abadi Alaska adalah sebuah lembaga pendanaan milik salah satu negara bagian Amerika Serikat, yaitu negara bagian Alaska yang ditetapkan di dalam konstitusi negara bagian tersebut (semacam sebuah mekanisme perundang-undangan otonomi khusus). Dana Abadi Alaska ini dikelola oleh perusahaan milik negara bagian Alaska (state owned corporation ) yang bernama Alaska Permanent Fund Corporation (APFC). APFC didirikan pada tahun 1976 melalui sebuah amandemen konstitutis negara bagian Alaska (penambahan pasal 9 ayat 15 dari konstitusi Alaska). Ketentuan yang dituangkan ke dalam pasal amandemen tersebut menetapkan bahwa paling sedikit 25% dari pembagian hasil yang ditentukan untuk negara bagian Alaska yang diterima dari setiap perusahaan besar yang melakukan ekstraksi sumber daya alam di wilayah negara bagian Alaska haruslah disalurkan ke APFC untuk dikelola.
Dana 25% tersebut kemudian oleh APFC diinvestasikan kembali untuk membeli saham
perusahaan-perusahaan besar baik di dalam maupun di luar negeri, investasi di bidang real estate, pembelian asset-asset bisnis yang memberikan pemasukan/keuntungan, investasi melalui , reksadana, dlsb. Selanjutnya, keuntungan yang di dapat dari berbagai variasi investasi tersebut separuhnya ditambahkan kepada dana awal, sementara separuhnya –disebut langsung disalurkan ke rekening dari setiap individu warga negara-bagian Alaska.
Jadi setiap tahunnya, setiap penduduk yang terdaftar sebagai warga Alaska (memiliki KTP atau Kartu Keluarga Alaska) tidak peduli berapapun usianya (bahkan anak balita) akan menerima dividend berdasarkan total keuntungan yang diperoleh pada periode tersebut dibagi jumlah penduduk yang terdaftar dalam periode yang sama.
Akhir kata, terhadap gagasan agar dibentuk kementerian Kawasan Timur Indonesia, persoalan utamanya bukanlah pada dibentuk atau tidaknya kementerian tersebut melainkan sekiranya kementerian tersebut atau sebuah mekanisme koordinasi antar lembaga terkait seperti di era Suharto kembali dibentuk yang tujuannya adalah percepatan pembangunan Kawasan Timur Indonesia, maka konsep percepatan pembangunan seperti apa yang akan diimplementasikan? Data statistik tiap provinsi di Indonesia menegaskan bahwa keberadaan suatu lembaga yang fokus pada pengembangan Kawasan Timur Indonesia adalah sebuah keharusan yang tak perlu lagi diperdebatkan.
Yang perlu dilakukan kemudian adalah perlu dilaksanakan kajian-kajian kritis dan inovatif bagi dikembangkannya sentra-sentra industri produktif dari hulu ke hilir di Kawasan Timur Indonesia. Dari hasil kajian tersebut dapat disimpulkan tahapan pengembangan macam apa yang dapat dilakukan, skala prioritas, model atau mekanisme pendanaan/investasi, mekanisme distribusi kesejahteraan, dst. Dengan demikian sebuah konsep pengembangan Kawasan Timur Indonesia yang menyeluruh, berkesinambungan, ramah lingkungan dan terpadu dapat dirumuskan dan diimplementasikan dengan sebaik-baiknya.
*Penulis, John Thomas Edward Matulessy, BA, S.IP., MA adalah alumni program studi Hubungan Internasioal dari Middlebury Institut of International Studies, Monterey, California yang memfokuskan analisisnya pada resolusi konflik berbasis pendekatan-pendekatan ekonomi politik.