Minggu, 6 Oktober 2024

TUGAS MENTERI BARU DINDA..! Bahlil Rilis Aturan Baru Soal Bagi Hasil Kontrak Migas

JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi merilis aturan baru terkait bagi hasil minyak dan gas bumi (migas) dengan skema Gross Split atau bagi hasil dari pendapatan kotor.

Aturan baru ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No.230.K/MG.01/MEM.M/2024 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Komponen Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Keputusan Menteri yang terdiri dari 13 poin keputusan ini resmi mulai berlaku saat ditetapkan pada 19 September 2024 oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.

Pada Keputusan Menteri ESDM ini disebutkan jenis-jenis komponen dalam bagi hasil kontrak migas Gross Split, termasuk persentase bagi hasil dasar (base split) antara kontraktor dan pemerintah.

Pada keputusan ketiga disebutkan bahwa:

Komponen Kontrak Bagi Hasil Gross Split sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU merupakan komponen yang digunakan dalam penetapan dan penyesuaian bagi hasil pada Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang terdiri atas:

a. bagi hasil awal (base split);

b. komponen variabel dan komponen progresif untuk Minyak dan Gas Bumi Konvensional; dan

c. komponen variabel tetap Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional.

Lalu, keputusan keempat berbunyi:

a. Untuk ketentuan-ketentuan pokok Minyak dan Gas Bumi Konvensional pada Kontrak Bagi Hasil Gross Split, besaran bagi hasil ditetapkan berdasarkan bagi hasil awal (base split) yang disesuaikan dengan komponen variabel dan komponen progresif.

b. Untuk ketentuan-ketentuan pokok Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional pada Kontrak Bagi Hasil Gross Split, besaran bagi hasil ditetapkan berdasarkan bagi hasil awal (base split) yang disesuaikan dengan komponen variabel tetap Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional.

Untuk besaran persentase bagi hasil dasar (base split) diatur pada keputusan kelima, berikut bunyinya:

a. Bagi hasil awal (base split) sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA huruf a digunakan sebagai acuan dasar dalam penetapan dan penyesuaian bagi hasil bagian Kontraktor.

b. Besaran bagi hasil awal (base split) sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEEMPAT ditetapkan sebagai berikut:

1) untuk Minyak Bumi sebesar 53% (lima puluh tiga persen) bagian Negara dan 47% (empat puluh tujuh persen) bagian Kontraktor; dan

2) untuk Gas Bumi sebesar 51% (lima puluh satu persen) bagian Negara dan 49% (empat puluh sembilan persen) bagian Kontraktor.

Adapun keputusan keenam dan ketujuh mengatur tentang komponen variabel dan komponen progresif, seperti yang disebutkan pada keputusan ketiga poin b.

Untuk komponen variabel antara lain:

a. jumlah cadangan;

b. lokasi lapangan; dan

c. ketersediaan infrastruktur.

Sementara komponen progresif yakni:

a. harga Minyak Bumi; dan

b. harga Gas Bumi.

“Dalam rangka penetapan dan/atau penyesuaian bagi basil pada Kontrak Bagi Hasil Gross Split, Kepala SKK Migas menyampaikan pertimbangan dan rekomendasi kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral berdasarkan verifikasi teknis dengan mengacu pada parameter dan penyesuaian bagi hasil sesuai Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini,” bunyi keputusan kesembilan Kepmen ESDM ini.

Lalu pada keputusan ke-10 mengatur terkait bagi hasil bagian kontraktor untuk komponen variabel tetap migas non konvensional, yakni sebesar 46%.

“Ketentuan dan tata cara perhitungan, verifikasi, pelaporan, serta penandasahan Tingkat Komponen Dalam Negeri pada Kontrak Bagi Hasil Gross Split mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penggunaan produk dalam negeri pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi,” bunyi keputusan ke-11.

“Pada saat Keputusan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 0159.K/lO/DJM.B/2019 tentang Pedoman Pelaporan dan Penandasahan Hasil Verifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri pada Kontrak Bagi Hasil Gross Split, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” bunyi keputusan ke-12 Kepmen ESDM tersebut.

Sebelumnya, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Ariana Soemanto mengungkapkan Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang baru (New Gross Split) disiapkan untuk mendorong investasi hulu migas lebih menarik. Sebab, pada New Gross Split, kontraktor bisa mendapat bagi hasil migas antara 75-95%.

Bahkan, kontrak new Gross Split ini juga akan lebih menarik lagi untuk Migas Non Konvensional (MNK) dengan bagi hasil migas hingga 95%. Kebijakan ini tentunya akan cukup menguntungkan bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), seperti Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang tengah mengembangkan proyek Migas Non Konvensional (MNK).

Selain itu, kontrak New Gross Split ini juga menyederhanakan komponen bagi hasil (split) kontraktor yang sebelumnya mencakup 13 komponen menjadi hanya 5 komponen, sehingga lebih implementatif, sederhana dan besaran splitnya juga lebih menarik bagi kontraktor.

Permen New Gross Split yang baru terbit tersebut, pada prinsipnya berlaku untuk kontrak baru ke depan. Namun untuk kontrak Gross Split eksisting yang belum mendapatkan persetujuan Plan of Development Pertama (POD-1), dapat mengajukan perubahan ke New Gross Split dan juga untuk migas non konvensional.

Permen New Gross Split ini juga mengakomodir perubahan kontrak Gross Split eksisting yang mau beralih ke skema Cost Recovery.

“Dahulu kan hanya 15-30%. Hulu migas Indonesia akhir-akhir ini dibuat lebih menarik untuk mendorong eksplorasi dan optimalisasi produksi,” kata Ariana. (Calvin G. Eben-Haezer)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru