Jumat, 19 September 2025

Muhasabah Kebangsaan: Memanah Dan Berenang Di Era Milenial

Foto AA Gym sedang berlatih panahan sempat beredar di media sosial beberapa waktu lalu (Ist)

Belakangan ini beredar di media sosial kegiatan latihan memanah dan berkuda yang dilakukan oleh sekelompok orang berdasarkan keyakinan agama. Bergelora.com memuat tulisan budayawan Gus Durian, Al-Zastrouw yang menyoroti pelatihan tersebut (Redaksi)

Oleh: Al-Zastrouw

DALAM salah satu hadits shoheh yang diriwayatkan imam Bukhari dan Muslim Nabi pernah besabda, “Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang dan memanah”

Ada sebagian orang yang saat ini melatih anaknya memanah dan berenang sebagai  bentuk pengamalan dari perintah Nabi tersebut. Ini bukanlah hal yang salah karena bunyi teks tersebut memang demikian. Tapi apakah ini tepat kalau dikaitkan dengan konteks kekinian, era milenial? Ini persoalan yang perlu pemikiran lebih lanjut.

Untuk bisa melaksanakan perintah Nabi secara kontekstual, perlu pemahaman terhadap  konteks munculnya perintah, atau mengkaitkannya dengan hadits lain yang relevan. Karena dari sini akan terlihat maksud dan tujuan dibalik perintah tersebut.

Hadits lain yang terkait dengan perintah ini adalah sabda Nabi yang diucapkan dari atas mimbar, “Persiapkanlah semua kekuatan yang kalian miliki. Ketahuilah sesungguhnya kekuatan itu adalah memanah, ketahuilah sesungguhnya kekuatan itu memanah, ketahuilah sesungguhnya kekuatan itu memanah” (HR. Muslim).

Hadits yang lain dari Ibn Umar, Nabi bersabda, “Ajarilah anak-anak lelakimu berenang dan memanah, dan ajari menggunakan alat pemintal untuk wanita” (HR. Baihaqy)

Dari sini dapat dilihat bahwa konteks perintah tersebut adalah membangun kekuatan berperang melalui penguasaan tehnik dan skill yang tinggi terhadap persenjataan dan peralatan perang. Pada zaman itu panah adalah senjata andalan dalam pertempuran. Kuda adalah peralatan perang yang paling utama dan renang adalah skill yang sangat dibutuhkan dalam perang fisik. Sedangkan penguasaan tehnik produksi tekstil dibutuhkan dalam perang ekonomi dan kebudayaan.

Pendeknya perintah tersebut merupakan antisipasi Nabi atas terjadinya perang fisik maupun ekonomi budaya. Dalam peperangan tersebut diperlukan kekuatan melalui  kemampuan menggunakan senjata dan peralatan perang dengan skill tinggi. Baik senjata fisik (panah, berkuda dan berenang) maupun senjata ekonomi dan budaya (alat produksi).

Ketika persenjataan dan peralatan perang makin canggih, hadits ini akan kehilangan makna dan fungsi jika hanya dipahami secara tekstual. Kepandaian memanah dan berenang serta ketrampilan menunggang kuda tidak ada artinya ketika berhadapan dengan senjata cangging modern,– AK-47, M16, M1 Garand, Staeyr AUG. Di laut ada  kapal selam Kilo, kapal selam Delta yg memiliki 16 pelontar rudal balistik SS-N-18 Stingray dan berbagai jenis kapal Induk yg menguasai lautan. Belum lagi di darat dan udara ada Mirage, MiG, Lockheed Martin F-22 Raptor Air Superiority Fighter, tank, amphiby dsb. Semua senjata ini tidak bisa dihadapi hanya dengan ketrampilan memanah, berenang dan berkuda.

Jelas di sini perlu takwil dan tafsir baru terhadap hadits di atas agar tetap relevan dan sesuai dengan missi dan tujuan dari perintah yang ada dibalik teks hadits tersebut. Jika hadits tersebut dipahami dan diamalkan secara tekstual makan yang terjadi bukan mempersiapkan  kekuatan perang yang kuat, tetapi justru mencetak atlit yang tangguh karena ketiga ketrampilan tersebut sekarang hanya jadi cabang olah raga bukan ketrampilan yang bisa meningkatkan kemampuan tempur modern.

Dalam perang fisik yang mengandalkan senjata canggih, hadits tersebut harus dipahami bahwa anak-anak kita harus dilatih mengenal dan memahami ilmu pengetahuan agar bisa menggunakan senjata dan peralatan perang modern yang bertehnologi canggih.

Sebaliknya, dalam perang kebudayaan dan ekonomi yang dikenal dengan istilah Proxy War, persenjataan perang tidak lagi berupa alat pembunuh seperti disebutkan di atas. Paad perang jenis ini senjata yang diperlukan adalah kecanggihan tehnologi informasi (TI)  dan kemampuan membuat konten yang mampu mempengaruhi cara pandang, pola pikir dan gaya hidup masyarakat. Ini artinya, dalam perang kebudayaan dan ekonomi yang diperlukan adalah kemampuan dan ketrampikan memanfaatkan TI.

Perang kebudayaan yang menggunakan kecanggihan TI ini sudah terjadi di Indonesia dan masuk di kalangan generasi milenial. Hal ini bisa dilihat dari data pengguna medsos (media sosial) di Indonesia, terutama FB (Facebook), usia 13-29 th yang mencapai angka 61 juta user.  Sedangkan jumlah pengguna internet di Indonesia tahun 2016 mencapai 132,7 juta, setara dengan 51,5% dari total jumlah penduduk Indonesia.

Perang jenis ini jelas tidak memerlukan ketrampilan memanah, berenang dan berkuda. Ketajaman anak panah sudah digantikan oleh ketajaman kata yang bisa  mempengaruhi pemikiran dan gaya hidup masyarakat. Busur untuk melepaskan anak panah digantikan oleh peralatan TI yang bisa melepaskan berbagai issu untuk menggerakkan opini publik,– smart phone, gatget, laltop dan lain sebagainya. Dalam proxy war ini juga tidak diperlukan lagi kuda dan lautan tempat berenang karena perang jenis ini sudah melampaui ruang dan waktu.

Di kalangan generasi milenial, memanah harus ditakwil dengan kemampuan menggunakan IT dan membuat konten yang bisa mempengaruhi  kesadaran dan pemikiran masyarakat sehingga bisa menggerakkan mereka sesuai kemauan sang “pemanah”. Sedangkan latihan berenang harus dipahami dengan kemampuan literasi media yaitu kemampuan mensikapi informasi secara kritis.

Generasi milenial tidak lagi berenang di air atau gelombang laut, tetapi berenang dalam gelombang dan arus informasi. Jika mereka tidak memiliki ketrampilan  berenang tingkat tinggi dengan kemampuan literasi media yang canggih maka akan tenggelam dan hanyut oleh arus informasi. Demikian sebaliknya, mereka yg memiliki ketrampilan literasi media akan bisa berenang, surving dan menyelam dengan baik di tengah pusaran arus informasi yang dahsyat tanpa takut hanyut atau tenggelam. Sedangkan berkuda di era melenial adalah ketrampilan menguasai dan mengendalikan TI.

Di tengah maraknya hoax, fitnah, ujaran kebencian dan caci maki, maka diperlukan generasi tangguh yang bisa melesatkan anak panah untuk menebar kebaikan dan perdamaian. Generasi milenial perlu kemampuan yang bisa berburu berita hoax, memblokir conten fitnah yang merusak dan mengejar para penyebar kebencian yang merusak peradaban dan mengancam kemanusiaan, sebagaimana layaknya penunggang kuda berburu musuh.

Inilah takwil kemampuan memanah, berenang dan berkuda yg harus dukuasai oleh generasi milenial. Dengan ketrampilan ini missi kebaikan agama akan bisa dipertahankan. Karena tak ada cara terbaik mempertahankan agama melebihi upaya mewujudkan kebaikan, kedamaian dan keadilan untuk semua manusia.

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru