Kamis, 22 Mei 2025

Nah! DPR: Belum Ada Landasan Hukum Untuk Jalankan Prodi DLP

JAKARTA- Anggota Komisi X DPR Dadang Rusdiana, selama Pemerintah belum menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) terkait pelaksanaan Undang-undang No 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, maka Program Studi Dokter Layanan Primer belum dapat dilaksanakan.

Demikian dikatakannya di sela-sela Rapat Dengar Pendapat Umum antara Panja Program Studi DLP dengan Kolegium Dokter Layanan Primer Indonesia, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (31/1). Rapat dipimpin Wakil Ketua Komisi X DPR Ferdiansyah (F-PG).

“Prodi DLP sebetulnya untuk tingkat teknis itu belum dapat dilaksanakan, karena belum ada PP. Tidak bisa langsung dari UU, karena masih bersifat pokok. Tapi karena masih ada persoalan pro dan kontra, sehingga PP tidak keluar juga. Mungkin sekarang Pemerintah sedang uji dulu, dan melihat respon dari masyarakat kedokteran,” papar Dadang.

Politisi F-Hanura itu menegaskan, Fakultas Kedokteran di beberapa Perguruan Tinggi, seharusnya tidak dapat menjalankan Prodi DLP, jika belum ada PP. Selain harus segera mengeluarkan PP, Pemerintah juga harus menghentikan pro kontra yang bergulir. Menurutnya, saat ini yang seharusnya mendapat perhatian Pemerintah adalah bagaimana kebutuhan terkait lulusan Prodi DLP. Menilik dari negara lain, DLP memang sangat dibutuhkan.

“Jika mendengar aspirasi dari yang pro Prodi DLP, bahwa penyakit-penyakit atau layanan yang seharusnya di selesaikan di layanan primer atau di tingkat Puskesmas, ternyata tidak selesai, kemudian harus dirujuk ke Rumah Sakit Rujukan. Hal itu menjadi tidak efisien. Ini yang kemudian menurut yang pro, betapa bahwa DLP adalah sesuatu kebutuhan yang mendesak, untuk meningkatkan kompetensi dokter di tingkat puskesmas,” jelas Dadang.

Namun bagi yang kontra, masih kata Dadang, pendidikan Prodi DLP itu sebetulnya tidak jauh berbeda dengan kurikulum yang selama ini diberikan kepada mahasiswa yang menempuh program kedokteran. Pendidikan Prodi DLP hanya sebatas pengulangan. Bahkan, pendidikan Prodi DLP itu cenderung memperpanjang dan memberatkan masa pendidikan.

“Untuk menjadi dokter di tingkat Puskesmas, harus kuliah lagi, 2 sampai 3 tahun. Ini persoalannya hanya di sarana prasarana. Karena sarpras tidak memadai, kemudian kepercayaan masyarakat kepada Puskesmas juga tidak terlalu baik, sehingga kemudian orang datang ke RS, walaupun hanya sekedar sakit ringan, orang ingin dilayani di RS, bukan di Puskesmas,” papar Dadang.

Dadang menambahkan, Prodi DLP bukan hanya fungsi kuratif, tapi juga preventif. Yakni menciptakan agar masyarakat hidup sehat dan lingkungan atau ekosistem yang mendorong tingkat kesehatan semakin baik. Puskesmas pun sebenarnya dari dulu menjalankan fungsi itu.

“Tapi barangkali dalam pelaksanaannya, lupa dengan tugas preventif, dan hanya terfokus pada kuratif. Untuk itu, kita desak Pemerintah mengeluarkan PP, agar pro dan kontra tidak semakin menjadi bola liar. Kami tidak ingin masyarakat dirugikan secara materil, juga keselamatan dan kesehatannya,” tutup politisi asal dapil Jawa Barat itu.

Butuh PP

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR Ferdiansyah mendesak kepada Pemerintah untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) terkait pelaksanaan Undang-undang No 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Pasalnya, akibat belum adanya PP, pro kontra terkait Program Studi Dokter Layanan Primer (DLP) yang merupakan amanat UU tersebut, masih terus bergulir.

“Peraturan Pemerintah sudah disanggupi oleh Kemenristekdikti awal April nanti, kita tunggu saja,” kata Ferdi, usai memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum antara Panja Program Studi DLP dengan Kolegium Dokter Layanan Primer Indonesia, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (31/1).

Politisi F-PG itu mengatakan, amanat UU ini harus dijalankan, sehingga Pemerintah memang harus segera menerbitkan PP. Apalagi, UU ini telah disahkan semenjak tahun 2013. Harapannya, dengan adanya PP, akan mengurangi pro kontra yang ada. Meskipun PP belum ada, ada Perguruan Tinggi yang telah menjalankan Prodi DLP. Ferdi tidak yakin, perjalanan Prodi itu akan mulus.

“Mereka (Perguruan Tinggi-red) tidak bisa menjelaskan dengan mulus, kalau belum ada payung hukum untuk implementasinya. Pada akhirnya, jika PP tidak persis dengan apa yang dijalankan, maka yang rugi Perguruan Tinggi itu sendiri. Saya yakin pasti ada perbaikan,” kata Ferdi.

Terkait wacana revisi terhadap UU Dikdok yang sempat bergulir, Ferdi meminta agar PP diterbitkan terlebih dahulu. Jika belum ada PP, namun sudah ada revisi, UU tersebut malah tidak pernah dijalankan.

“PP-nya dulu dijalankan. Kalau dijalankan masih terjadi polemik besar, mungkin jawabannya yang melalui revisi. Tapi kalau belum dicoba tapi sudah di revisi, saya khawatir akhirnya UU tidak berjalan,” imbuh politisi asal dapil Jawa Barat itu.

Ferdi memastikan, Panja yang dipimpinnya ini akan terfokus pada kesiapan dan persiapan Prodi DLP. Ia mengingatkan kepada Pemerintah, untuk tidak memaksakan pelaksanaan Prodi DLP, yang dikhawatirkan malah merugikan peserta didik dan masyarakat.

Sebelumnya kepada Bergelora.com dilaporkan,, Ketua Kolegium Dokter Layanan Primer Indonesia, Mohamad Sadikin mengatakan bahwa lulusan Fakultas Kedokteran sudah memenuhi kualifikasi DDLP, sehingga muatan kurikulum tentang layanan primer dapat dimasukkan ke dalam kurikulum Pendidikan Kedokteran yang selama ini sudah berlangsung.

“Adanya Prodi DLP, terkesan merendahkan harkat dan martabat lulusan FK yang ada. Daripada membuat Prodi DLP, lebih baik Pemerintah memperkuat Pendidikan Kedokteran yang ada,” jelas Sadikin. (Enrico N. Abdielli) 

 

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru