JAKARTA- Sidang gugatan terhadap Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang telah mengubah Undang-undang Dasar (UUD) 1945 menjadi Undang-undang Dasar Amandemen dilanjutkan hari ini Selasa (8/12) pagi dengan agenda mendengar jawaban dan eksepsi MPR.
“Secara yuridis formal belum memenuhi asas Hukum Tata Negara dan Hukum Adminitrasi Negara karena secara substansial belum masuk dalam Lembaran Negara,” demikian Gigih Guntoro sebagai penggugat dari Kelompok Muda Indonesia (KMI) kepada Bergelora.com Selasa (8/12) di Jakarta.
Akibatnya menurutnya, UUD’45 Amandemen tidak memiliki kekuatan hukum negara dan pantas bisa dilanggar oleh undang-undang dibawahnya.
“Pantas saja. Hal ini sama saja kita tidak memiliki konstitusi. Siapapun yang bayar DPR bisa bikin undang-undang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan tanpa kuatir bertentangan dengan konstitusi lagi, karena UUD’45 sudah diamandemen dan UUD’45 hasil amandemen tidak memiliki kekuatan hukum,” jelasnya.
Gigih Guntoro menyesali tragedi perundang-undangan yang berujung pada perusakan sistim bernegara secara sistimatis.
“Tragis. Pemberlakuan UUD amandemen telah menjerumuskan kita dalam malpraktek penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Elit politik justru mendiamkan dan larut dalam praktek perusakan sistem bernegara,” ujarnya.
Produk amandemen UUD menurutnya telah menghasilkan kekacauan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara yang hanya menguntungkan pihak asing dan kaki tangannya didalam negeri.
“Terjadinya benturan antar institusi lembaga negara, tumpang tindih peraturan perundang-undangan, praktek otonomi daerah yang ugal-ugalan, rentan terjadinya konflik sosial, hingga munculnya disintegrasi bangsa,” jelasnya.
Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, Gunung Sahari,. Kemayoran, Jakarta Pusat didampingi pengacara M Taufik Budiman, SH – dari LBH Solidaritas Indonesia (Web Warouw)