Rabu, 21 Mei 2025

OBITUARI: Abangku Chairilsyah Telah ‘Berangkat’ Duluan: Kenangan Bersama Bang Caca

Seorang pejuang Hak Azasi Manusia (HAM) Chairilsyah (Caca) hari ini berpulang.
Almarhum adalah Sekretaris YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) era Buyung Nasutiom dan eks Ketua Dewan Nasional Walhi (1999-2002).
Dalam perjuangannya, almarhum banyak membela kawan aktivis di Palembang dan saat di YLBHI sebelum reformasi 1998. Erwin Usman, seorang sahabat menulis sebuah obituarinya pada Bergelora.com (Redaksi)

Oleh: Erwin Usman

HARI Minggu kemarin, melalui pesan berantai dari alumnus Walhi – YLBHI – KontraS dan beranda bang Chalid Muhammad, mantan Direktur Walhi, diinfokan: “Kak Dewi, istri Bang Chairilsyah mengabarkan, Bang Caca saturasinya rendah karena Covid, dan sedang mencari ICU, belum dapat, mohon doanya.” Dan beranda sosial media pun dipenuhi doa-doa untuknya.

Pukul 10.15 pagi ini, takdir Tuhan berkata lain. Bang Caca menghembuskan napas terakhir, di Jakarta.

Advokat senior dan guru bagi banyak aktivis lingkungan dan reforma agraria, pekerja bantuan hukum bagi kaum miskin – tertindas dan pejuang demokrasi itu, telah berpulang ke Rabb-nya dengan tenang.


SAYA bertemu Bang Caca –panggilan akrab Chairilsyah, SH – saat awal menetap di Jakarta. Pindah dari Kendari dan pelosok Sulawesi: Buton. Tahun 2002. Saat masih bolak-balik dari kantor Lembaga Studi Advokasi Masyarakat (ELSAM) tempat tinggal saya di Jalan Siaga II No.31 Pasar Minggu, Jakarta Selatan, ke kantor YLBHI dan Kontras di Jalan Diponegoro Menteng, Jakarta Pusat.

Kala itu, Bang Caca sudah menjadi Sekretaris Dewan Pengurus YLBHI bersama almarhum Bang Buyung (Dr. Adnan Buyung Nasution) sebagai Ketua.

Dia pindah dari kota asalnya: Palembang. Tempat dia menghabiskan seperempat usia dewasanya; aktif menjadi aktivis mahasiswa pecinta alam di Universitas Sriwijaya. Serta bergiat-aktif melakukan advokasi, pendampingan, dan pengorganisasian rakyat di Walhi Sumsel dan LBH Palembang. Dua lembaga yang kemudian pernah dipimpinnya sebagai Direktur — sebelum dia ke Jakarta.

LBH Palembang dan Walhi Sumsel adalah tempat persemaian banyak aktivis pro demokrasi di Palembang. Di masa kekuasaan Soeharto sedang kokoh-kokohnya. Masa di mana hanya sedikit orang yang berani punya nyali untuk mengkritisinya.

Bang Caca adalah mesin penggerak dan nadi utama bagi banyak kaum pergerakan di Sumatera Selatan. Bahkan saat dia sudah berpindah ke Jakarta.

Setelah saya pindah bekerja di Walhi Eknas di Tegal Parang (2002-2011) perjumpaan kami berdua makin intens. Saya belajar langsung padanya: bagaimana menjadi pembela rakyat, teknik advokasi di dalam dan di luar pengadilan, dan bagaimana bertahan hidup (survive) sebagai aktivis di tanah rantau.

Dia juga mengenalkan dan mengajarkan saya cara berkomunikasi dengan para senior: pengacara Walhi – LBH – HUMA – Kontras dan PBHI. Serta alumnus Walhi lainnya. Termasuk sikap komunikasi bila bertemu petinggi eksekutif, yudikatif, dan legislatif –juga para politisi.

Sebagai Advokat dan mantan Ketua Dewan Nasional Walhi 1999-2002, dia tak pernah menolak kalau diajak ke daerah. Untuk pendampingan hukum. Atau mengisi pelatihan. Dia serupa Pengacara seangkatannya: Bang Johnson Panjaitan (Ketua PBHI). Berani. Nyalinya kuat. Intuisinya juga. Serta, terjaga ibadahnya.

Kediaman bang Caca di daerah Jatipadang, Pasar Minggu-Jaksel, sering jadi tempat berkumpul dan berdiskusi bagi banyak aktivis. Istrinya, Kak Dewi, seorang Dokter yang sangat ramah.

Tahun 2007, dia mengikhlaskan sebuah rumahnya yang letaknya tak jauh dari kediamannya. Untuk digunakan sebagai kantor ormas nasional Sarekat Hijau Indonesia (SHI). Di mana dia menjadi Ketua Umumnya pada periode pertama 2007-2015.

SHI ini adalah ikhtiar para aktivis lingkungan dan pembaruan agraria – yang inisiasinya sudah dimulai sejak tahun 1990 -an awal.

Misinya: agar ada organisasi yang bersifat terbuka dan demokratik untuk menghimpun daya – kekuatan aktivis, pengacara publik, profesional, jurnalis, pimpinan organisasi rakyat dan kaum tani-nelayan-masyarakat adat-rakyat miskin kota untuk berdaulat atas tanah – air dan sumber-sumber kehidupannya.

Bang Caca setia berkeliling Indonesia membangun SHI dan simpul-simpul gerakannya. Juga menginisiasi pembentukan banyak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) baru. Di antaranya: LBH Sulteng, LBH Kendari, LBH Buton Raya, LBH Progresif Toli-Toli, dan LBH Ternate. Semuanya, rata-rata berdiri tahun 2004-2009. Masih aktif sampai kini.

Termasuk, di level nasional, melahirkan lembaga Serikat Pekerja Hukum Progresif (SPHP). Lembaga-lembaga itu sekaligus menjadi sekolah dan ‘pabrik’ bagi pembela umum kasus rakyat.

Bang Caca pula yang menjadi wali orang tua saya saat datang melamar isteri saya, Estika Christiariani. Bersama Ridha Saleh (Deputi Direktur Walhi), dan Arief Nuralam (Sekjend FITRA). Di rumah mertua saya di kawasan Kepatihan Kota Bogor. Juga menjadi saksi pernikahan kami. Di tahun 2006. Dia membantu banyak hal di acara sakral dalam hidup saya ini.

Dia juga yang tampil ke depan, saat acara deklarasi SHI Sultra di lapangan MTQ Kendari berubah jadi chaos –aparat dan preman membubarkannya. Banyak peserta yang mayoritas aktivis mahasiswa ikut jadi korban. Bahkan kampus Universitas Haluoleo ikut diserbu Brimob — untuk mencari pada aktivis – mahasiswa.

Bang Caca sigap melerai aparat yang memukul mahasiswa dan aktivis di lokasi acara dan di dalam kampus. Dan mengajak kami ke Mapolresta Kendari untuk membebaskan semua mahasiswa. Kejadian itu 27- 28 Maret 2008. Bung Usep Setiawan (Sekjend KPA), juga kawan Andreas Iswinarto (Sekjend SHI) dan Opi Manjulung (Direktur Walhi Sulsel), tentu ingat kisah ini.


BULAN Mei 2009. Gelaran Konferensi Kelautan Dunia (World Ocean Conference — WOC-CTI) dilaksanakan di kota Manado. Indonesia jadi tuan rumah. 80 kepala negara hadir. Juga banyak pebisnis dunia. Hajatannya: 11-15 Mei.

Masyarakat sipil — di bawah nama koalisi Aliansi Manado — memprotes acara berbiaya Rp 44 miliar itu, dipimpin Walhi bersama puluhan lembaga. Tanggal 11 Mei 2009, bertepatan acara pembukaan, kegiatan aliansi dibubarkan paksa oleh aparat. Saya dan bung Berry Nahdian Forqan I (Direktur Eksekutif Nasional Walhi) ditangkap. 15 aktivis Philipina dideportasi.

Setelah ditahan semalam di kantor Polrestabes Manado, saya dan Berry disidang di pengadilan negeri Manado. Kembali Bang Caca tampil sebagai Ketua Tim Pembela. Bersama pengacara YLBHI, Kontras, Elsam, PBHI, dan Lembaga Bantuan Hukum Manado. Salah satu anggota tim: Maharani Caroline, SH aka Namaku Ranigila.

Kami berdua diputus bebas. Hanya wajib lapor.


BANG Caca telah berangkat duluan. Mendahului kita. Menghadap sang Rabb. Dia harus menyerah pada virus Corona. Kini sakitnya sirna sudah.

Saya membaca lagi buku kisahnya. Bersama kawan-kawan aktivis Sumatera Selatan. Ditulis oleh Profesor Elizabeth F. Collins, pengajar pada Departemen of Classic and World Religions dan Southeast Asian Studies Program Ohio University, AS. Judulnya: Indonesia Dikhianati (351 halaman, terbitan Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008).

Dia telah purna menutup kisahnya. Menuntaskan ladang pengabdiannya. Menyelesaikan ‘bukunya’. Dengan takzim kedamaian. Dan, saya baru kembali membuka halaman pertama dari buku itu. Lahul Fatihah, Bang Caca.

Dalam duka cita.

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru