Minggu, 13 Juli 2025

OK NOMOR 2 TORANG GAS..! Budiman Sujadmiko: Perubahan Tidak Menjamin Kemajuan, Malah Bisa Mundur!

JAKARTA- Isu perubahan tidak menjamin bangsa ini menuju kemajuan, malahan bisa menuju kemunduran. Hal ini ditegaskan Budiman Sudjatmiko, mantan kader PDIP dan mantan Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD) saat melawan Orde Baru dalam wawancara yang dimuat di akun youtube COKRO TV dan dikutip Bergelora.com di Jakarta, Rabu (21/2).

Nah isunya perubahan tapi tidak menjamin kemajuan. Tapi kalau agenda utama adalah kemajuan pasti ada perubahan, berubah menjadi lebih dewasa, lebih matang sistem politiknya sistem ekonominya. Ketika ngomong perubahan belum tentu belum tentu maju, bisa jadi mundur,” katanya.

“Tapi kalau ngomong maju pasti berubah menjadi lebih dewasa. Kelas menengah kita akan jadi Makin tebal. Perlembagaan ekonomi, perlembagaan politik, perlembagaan budaya perlembagaan apapun akan terjadi,” ujarnya.

Ia menceritakan banyak wartawan asing mewawancarai dirinya, menanyakan masa depan hilirisasi.

“Teman-teman BBC Washington post, New York times, NHK CNBC, semua pertanyaannya sama, tentang masa depan liberal demokrasi dan mau ke mana hilisasi. Semuanya template. Artinya mereka betul-betul khawatir dengan hilirisasi. Oh karena hilirisasi itu artinya memang mereka jadi bergantung pada Indonesia,” jelas Budiman.

Ia mengingatkan Presiden Jokowi berkali-kali menjelaskan tentang kenapa hilirisasi yang semacam itu penting. Karena Indonesia sebentar lagi akan dapat bonus demografi dan menghadapi situasi kritis.

“Jokowi mikirnya soal 2045 Indonesia pokoknya harus melesat,” katanya.

Diktaktor Malas

Budiman kemudian menjawab kekuatiran tidak berdasar beberapa orang tentang kediktaktoran Orde Baru. Ia membandingkan kediktaktoran Orde Baru di bawah Soeharto dan kediktaktoran di Korea Selatan pada periode yang hampir bersamaan.

“Indonesia agak sial. Kita ini pernah hidup dalam keditaktoran yang tidak menjalankan tugas-tugas kediktakoran seperti membangun infrastruktur fisik. Orde Baru diktaktornya agak malas. Ini beda dengan Park Chung Hee di Korea Selatan,” ujarnya.

Menurutnya Park Chung Hee dan Chun Doo Hwan secara diktaktor berhasil mentransformasi Korea Selatan dari negara agraris dan menjalankan agrarian reform juga menjalankan pembangunan desa.

“Di zaman Chun Doo Hwan Korea melahirkan pebisnis-pebisnis kelas dunia. Di Indonesia kan tidak. Cuma ada Indomie aja yang terkenal. Kita masih industri ringan, light industry,” ujarnya.

Sehingga ketika di Korea Selatan terjadi demokrasi, infrastruktur fisik sudah terbangun. Sehingga tugas rezim atau presiden-presiden demokratis setelah Chun Doo Hwan jatuh 1987-1988 itu semua sudah terbangun. Semua program yang muncul seperti sosial program dan ekonomi kreatif sudah berkembang di landasan infrastruktur industrialisasi yang dibangun oleh rezim otoriter sebelumnya.

“Kenapa waktu itu (Korea-red) bisa dibangun? Karena enggak ada oposisi yang cukup kuat untuk mengganggunya. Sementara di Indonesia kan tidak. Berapa puluh kilometer terbangun jalan tol zamannya Order Baru? Berapa sih Pelabuhan udara? Berapa pelabuhan laut? Enggak ada terbangun! Berapa sih konglomerat kita yang go global sekelas Samsung, sekelas Hyundai sekelas KIA, sekelas apapun? Enggak ada! Padahal 32 tahun Orde Baru berkuasa, Iya kan!” tegasnya.

Tonton video lengkapnya:

Dua Impossible Task

Akhirnya menurut Budiman, presiden-presiden demokratis sejak 1998 sampai sekarang menjalankan dua Impossible task yang susah untuk digabungkan. Sementara tradisi demokrasi yang harus gonta-ganti 5 tahunan dengan program-program yang tidak cukup-cukup satu periode, bahkan butuh minimal satu generasi atau dua generasi.

“Bahkan infrastruktur fisik dan sumber daya manusia ini kan dua tugas yang enggak cukup 25 tahun. Membangun infrastruktur fisik dari negara berkembang menjadi negara maju, dari negara agraris menjadi negara industri itu butuh 25 tahun minimal,” ujarnya

“Kedua, membangun sumber daya manusia panennya lama, enggak cukup kerja tahun ini 5 tahun lagi terealisasi kemudian. Tidak membawa manfaat elektoral karena hasilnya 20 tahun lagi. Si anak-anak sekolah ini supaya mereka misalnya jadi doktor-doktor ilmu pengetahuan engineering, teknik macam-macam enggak bisa dipercepat. Jadi kita ini agak sialnya di situ,” tegasnya.

Tapi Budiman bersyukur karena dunia saat ini telah memasuki era digitalisasi yang merambah dan mendorong kemajuan peradaban dan teknologi.

Alhamdulillah ternyata ada juga light at the end of The Tunnel. Apa itu? Digitalisasi!” (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru