SITUBONDO- Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan rakyat Indonesia diminta untuk terus semakin mempererat kemangunggalan untuk menghadapi tantangan baru yang begitu kompleks. Demikian sambutan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dalam teleconference “Pengajian Kebangsaan” diselenggarakan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah dan Yayasan Kalimasadha Nusantara, Sabtu (24/10) terkait Hari Santri Nasional dan 70 tahun Resolusi Jihad Fisabilillah, di Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur.
“Dengan kemanunggalan TNI dan Rakyat, niscaya tantangan ‘perang baru’ itu dapat kita menangkan,” demikian Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.
Pengajian Kebangsaan bertujuan mempererat kerja-sama yang selama ini terjalin antara TNI dan masyarakat, khususnya warga NU. Acara juga dihadiri Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa.
Yayasan Kalimasadha Nusantara selama ini bergerak dalam isu-isu menyebarluaskan semangat kebangsaan Indonesia.
“Kami berharap agar kemanunggalan TNI dan Rakyat senantiasa diperteguh dan diperkuat, sehingga kedaulatan Indonesia di berbagai bidang yang kini dikuasai oleh asing dapat direbut. Keutuhan NKRI harus dipertahankan hingga tetes darah penghabisan,” demikian Pendiri Yayasan Kalimasadha Nusantara, Sigid Hardjo Wibisono menjelaskan kepada Bergelora.com di Situbondo dalam kesempatan itu.
Ia menjelaskan bahwa ,sebagaimana diketahui, terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby pada 30 Oktober 1945 yang memicu terjadinya peristiwa heroik 10 November 1945 tidak terlepas dari “Resolusi Jihad” yang diserukan oleh Rais Akbar Nahdlatul Ulama (NU) Hadlratussyaikh KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Tanggal 22 Oktober itu kini diperingati sebagai Hari Santri Nasional.
“Dengan adanya Resolusi Jihad itu ratusan ribu warga NU bahu membahu dengan pasukan TNI yang lahir pada 5 Oktober 1945 dengan nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) berjuang mempertahankan kemerdekaan RI yang terancam oleh kehadiran pasukan Sekutu,” jelasnya.
Lahirnya Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 itu sendiri diawali oleh permintaan Presiden RI Soekarno untuk mendapatkan fatwa dari Rais Akbar NU. Maka dikirimlah utusan ke KH Hasyim Asy’ari. Dengan fatwa pimpinan NU diyakini akan menggerakkan rakyat untuk berjuang menghadapi agresi militer NICA.
Para ulama se-Jawa, Madura dan Nusa Tenggara pun dikumpulkan KH Hasyim Asy’ari selama 2 hari, antara 21-22 Oktober 1945. Maka lahirlah Resolusi Jihad yang menegaskan bahwa membela tanah air hukumnya fardlu ain (kewajiban yang tidak bisa diwakilkan). Umat Islam yang berada dalam radius 94 Km pun diwajibkan berjihad melawan Belanda, sedangkan umat Islam yang berada di luar radius itu wajib memberikan bantuan.
TNI memang dilahirkan oleh Laskar-laskar. Lebih istimewa lagi, diantara Laskar yang membentuk TNI terdapat Laskar Hizbullah (Tentara Allah) dan Laskar Fisabilillah (Jalan Allah) yang sudah mempersiapkan diri sebelum kekalahan Jepang. Kedua Laskar itu sejak Februari 1945 mendapat latihan kemiliteran di Cibarusah. Mereka langsung di bawah kepemimpinan KH Hasyim Asy’ari dan secara militer dipimpin oleh KH. Zaenul Arifin. Para Kyai lainnya yang berperan dalam Laskar Hizbullah adalah KH As’ad Syamsul Arifin, KH Abbas dan KH Wahab Hasbullah. Sosok kelima Kyai fenomenal itu kini diabadikan dalam bentuk patung di Pondok Pesantren Daruttaibin, Cibarusah, Bekasi. (Ardiansyah Mahari)