JAKARTA – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengakui adanya penurunan luas tanam padi pada masa tanam Oktober 2023 hingga April 2024, yang hanya sebesar 6,55 juta hektare.
Dibandingkan periode yang sama tahun 2015-2019, luas tanam padi mencapai 10,39 juta hektare. Dengan demikian, maka terjadi penurunan sebesar 3,8 juta hektare atau turun 36,90% dalam 5 tahun.
“Penurunan luas tanam ini tentu sangat berpengaruh terhadap luas panen, yang mana gilirannya juga akan berdampak pada penurunan produksi padi,” kata Amran dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta Selatan, Kamis (20/6/2024).
Amran menjelaskan, penurunan luas tanam itu salah satunya karena dampak El Nino Tahun 2023 yang masih berlanjut. Selain itu, menurut proyeksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), musim kemarau tahun 2024 akan berlangsung panjang, mulai Juni hingga September, dengan puncaknya pada bulan Agustus.
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya berupaya semaksimal mungkin dalam mengantisipasi musim kemarau di tahun 2024 ini, melalui program pompanisasi lahan sawah tadah hujan, rehabilitasi jaringan irigasi tersier (RJIT), optimalisasi lahan rawa, optimalisasi waduk atau bendungan, teknologi pertanian hemat air, dan gerakan panen air pada akhir musim hujan.
“Beberapa inisiatif yang disiapkan Kementan antara lain, peningkatan infrastruktur pompa untuk pengairan lahan sawah tadah hujan, rehabilitasi jaringan irigasi tersier, optimalisasi penggunaan lahan rawa, serta peningkatan kapasitas dan manajemen waduk/bendungan. Teknologi budidaya pertanian hemat air dan gerakan panen air hujan juga diperkenalkan untuk meningkatkan ketahanan pangan terhadap dampak kekeringan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Amran menyampaikan bahwa pembangunan pertanian saat ini menghadapi tantangan yang semakin kompleks akibat dampak perubahan iklim ekstrim El Nino, konflik geopolitik, dan dinamika ekonomi global. Hal ini menyebabkan restriksi ekspor dari negara-negara produsen pangan, meningkatnya biaya produksi dan harga pangan, serta potensi krisis pangan.
“Kekhawatiran terhadap jaminan produksi, masalah distribusi, dan akses pangan masyarakat perlu menjadi perhatian serius dalam penyediaan pangan bagi seluruh penduduk Indonesia,” pungkasnya.

Impor Melonjak 165% Jadi 2,2 Juta Ton!
Sebelumnya kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor beras pada periode Januari – Mei 2024 telah naik 165,27% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“Impor beras naik sebesar 165,27% dibandingkan Januari – Mei 2023,” ujar Deputi Bidang Statistik Produksi, BPS, M. Habibullah, Rabu (19/6/2024).
Menyitir data BPS, secara terperinci total volume impor beras selama periode Januari – Mei 2024 mencapai 2,2 juta ton, naik 165,27% dibandingkan Januari – Mei 2023 sebanyak 854.290 ton.
Adapun, impor beras terbanyak berasal dari Thailand sebanyak 918.901 ton. Selanjutnya, negara lain yang memasok beras impor ke Indonesia pada periode tersebut yaitu Vietnam sebanyak 624.741 ton, Pakistan 390.846 ton, India 58.215 ton, dan Kamboja sebanyak 25.000 ton. Sisanya sebanyak 248.461 ton beras diimpor Dari negara lainnya.
Sementara itu, nilai yang tercatat untuk impor beras sebanyak 2,26 juta ton pada periode Januari – Mei 2024 tercatat mencapai US$1,44 miliar atau sekitar Rp23,56 triliun. Nilai impor beras pada periode tersebut naik 224,26% dibandingkan Januari – Mei 2023 sekitar US$446,6 juta.
Secara terperinci, nilai impor beras Indonesia terhadap Thailand sepanjang Januari – Mei 2024 mencapai US$597,63 juta; impor beras dari Vietnam sebesar US$402,54 juta; nilai impor beras dari Pakistan sebesar US$245,9 juta; nilai impor beras beras dari India sebesar US$29,89 juta; dan nilai impor beras dari Kamboja tercatat mencapai US$16,25 juta.
Habibullah menambahkan, impor komoditas pangan lainnya pada periode Januari – Mei 2024 seperti bawang putih turun 2,42% dibandingkan Januari – Mei 2023; impor gula naik 0,66% dibandingkan Januari – Mei 2023, impor daging sejenis lembu turun 48,36% dibandingkan Januari – Mei 2023, dan impor komoditas gandum naik sebesar 35,31% dibandingkan Januari – Mei 2023.
Berdasarkan catatan media, Senin (10/6/2024), Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menyebut adanya risiko kekurangan produksi beras tahun ini hingga 5 juta ton. Arief memproyeksikan produksi beras pada semester II/2024 akan anjlok. Prediksi itu seiring adanya defisit produksi beras periode Januari – Juli 2024 sebesar 2,6 juta ton.
“Kalau diskusi saya dengan Pak Menteri Pertanian memproyeksikan sekitar 5 juta ton [kekurangan produksi beras]. Dilihat dari grafik dan pattern di semester kedua memang agak berat produksinya,” ujar Arief dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI, Senin (10/6/2024).
Saat dikonfirmasi, Arief belum bisa berspekulasi ihwal potensi tambahan kuota impor beras tahun ini. Adapun, pemerintah sebelumnya telah menetapkan impor beras pada 2024 sebanyak 3,6 juta ton.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi menyebut, realisasi impor beras hingga saat ini sudah mencapai 2 juta ton dari penugasan 3,6 juta ton tahun ini.
Sebagian besar beras impor didatangkan dari Vietnam, Thailand, sama Pakistan. Menurut Bayu, untuk pengadaan beras impor, pihaknya tidak bisa menerapkan sistem hedging harga dengan para pemasok.
Kendati begitu, dia memastikan telah menjalin komitmen untuk pengadaan beras impor melalui kontrak dengan pihak di negara sumber impor apabila sewaktu-waktu beras diperlukan.
“Harga market, saya enggak bisa hedging aturannya enggak boleh,” ungkapnya.