Selasa, 1 Juli 2025

Pasal Penghinaan, Penyelundupan Hukum

JAKARTA- Keinginan Presiden Joko Widodo untuk kembali menghidupkan pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dalam revisi KUHP merupakan bentuk ketidakpatuhan Presiden Jokowi terhadap Konstitusi RI. Jika dipaksa, maka dapat dianggap sebagai penyelundupan hukum. Demikian Ketua Setara Institute, Hendardi kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (4/8).

 

“Jika memaksakan maka dapat dianggap sebagai penyelundupan hukum sekaligus pelanggaran terhadap Konstitusi RI. Presiden Jokowi, sekali lagi menunjukkan ketidakpahamannya terhadap praktik ketatanegaraan Indonesia,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa pasal ini sudah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Desember 2006 yang menyidangkan perkara nomor 013/PUU-IV/2006.

“Norma yang sudah dibatalkan MK tidak boleh lagi dipungut menjadi norma dalam sebuah UU baru,” tegasnya.

Revisi UU KUHP-KUHAP merupakan inisiatif pemerintah dan telah diusulkan kepada DPR sejak periode 2009-2014. Saat ini, RUU KUHP-KUHAP masih dibahas bersama antara Komisi III DPR bersama Kementerian Hukum dan HAM. Komisi III DPR kini tengah melakukan daftar inventarisasi masalah terkait RUU tersebut.

Pemerintahan Joko Widodo berniat untuk menghidupkan kembali pasal penghinaan presiden itu didalam RUU KUHP yang akan dibahas DPR. Pasal tersebut tercantum dalam Pasal 263 ayat 1 RUU KUHP yang berbunyi:

“Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV”

Pasal selanjutnya semakin memperluas ruang lingkup Pasal Penghinaan Presiden yang tertuang dalam RUU KUHP, seperti dalam Pasal 264, yang berbunyi:
“Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV,”

Perlu diketahui bahwa pasal penghinaan kepala negara adalah warisan dari masa kolonial Belanda yang dipakai sampai masa Orde Baru. (Enrico N. Abdielli)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru