JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat 2.621 laporan perundungan yang terjadi pada Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dalam setahun terakhir.
Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan RI Murti Utami menuturkan, dari total tersebut, 620 di antaranya terkonfirmasi sebagai kasus bullying.
“Sejak tahun lalu sudah membuka akses layanan pelaporan perundungan. Sampai 30 Maret, kami sudah mendapatkan pelaporan sebanyak 2.621 kasus. Yang masuk kategori perundungan sebanyak 620,” ujar Murti dalam konferensi pers di Gedung Kemenkes, Jakarta Selatan, Senin (21/4/2025).
Murti menjelaskan, dari 620 laporan perundungan PPDS, 363 terjadi di Rumah Sakit Vertikal (RSV) dan 257 kasus dari luar RSV.
“Jadi 620 laporan yang masuk lokasinya berada di rumah sakit vertikal atau punya Kemenkes, ada 363 laporan. Untuk di luar rumah sakit vertikal itu ada 257 ini,” jelas dia.
Sementara itu, tidak ditemukan adanya kasus kekerasan seksual dari 2.621 laporan tersebut. Akan tetapi, terdapat tiga laporan pelecehan seksual.
“Secara spesifik pemerkosaan tidak ada. Tapi memang ada laporan pelecehan seksual dari peserta PPDS. Itu ada tiga laporan yang sudah masuk dan sudah kami tindak lanjuti,” jelasnya.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, sebagai informasi, kasus dugaan pemerasan dan perundungan terhadap calon dokter PPDS pernah terjadi di Prodi Anestesi Universitas Diponegoro (Undip).
Mendiang dokter ARL (30), mahasiswi PPDS Prodi Anestesi Undip ditemukan meninggal dunia di kamar indekosnya pada 12 Agustus 2024.
Polisi lalu melakukan penyelidikan menyeluruh, termasuk memeriksa lingkungan kamar indekos dan memeriksa pihak-pihak yang diduga terlibat dalam perundungan.
Pada Selasa (24/12/2024), Polda Jawa Tengah telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus meninggalnya dokter ARL. Kasus ini menjadi sorotan karena adanya dugaan perundungan yang dialami korban dan berujung pada kematian. (Web Warouw)