JAKARTA – Ketua Tim Hukum pasangan calon (paslon) nomor urut 02 Yusril Ihza Mahendra menilai bukti-bukti yang disampaikan oleh kubu 01 dan 03 tidak akan diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena tidak memiliki kekuatan.
Penyebabnya, dia menilai dari semua saksi dan ahli yang dihadirkan di dalam persidangan setiap kubu pada prinsipnya tidak dapat memberikan keterangan atau bukti konkret yang luar biasa sebagai bagian dari keterangan saksi dan ahli kubu lawan.
“Jadi intinya, menurut kami, saksi dan ahli yang dihadirkan itu tidak menerangkan apa-apa. Hanya ngomong saja dan tidak begitu relevan untuk dijadikan bukti di sebuah persidangan. Oleh karena itu kami berkeyakinan, dari pernyataan itu, maka MK akan menolak,” tandas Yusril saat melakukan konferensi pers di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (1/4/2024).
Yusril mengatakan permohonan Timnas AMIN tak akan dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu disampaikan Yusril Ihza Mahendra saat jeda sidang sengketa pilpres hari ini.
“Jadi intinya, menurut kami, saksi dan ahli yang dihadirkan itu tidak menerangkan apa-apa. Hanya ngomong saja dan tidak begitu relevan untuk dijadikan bukti di sebuah persidangan. Oleh karena itu kami berkeyakinan, dari pernyataan-pernyataan itu, MK akan menolak,” kata Yusril kepada wartawan, Senin (1/4/2024).
Ia mengatakan tim kuasa hukum Prabowo-Gibran telah menyimak betul apa yang disampaikan oleh Tim Hukum Amin. Ia pun menilai keterangan yang disampaikan oleh saksi dan ahli dari tim lawan bukan hal yang luar biasa.
“Dari semua saksi dan ahli yang dihadirkan di sini sudah kami simak baik-baik. Kami juga sudah ajukan pertanyaan yang cukup tajam kepada mereka. Jadi pada prinsipnya mungkin tidak, bukan sesuatu yang luar biasa dari keterangan saksi dan ahli,” ucap Yusril.
Salah Paham Soal Vonis
Kepada Bergelora.com di Jakarra dilaporkan, ia juga menyebut adanya salah pemahaman mengenai kata vonis yang disampaikan oleh salah satu ahli yang hadir.
“Jadi begini, tadi juga ahli menerangkan bahwa satu pejabat penyelenggara negara tidak bisa mengambil satu kebijakan berdasarkan vonis pengadilan, dia bilang putusan MK vonis,” imbuh dia.
“Dalam bahasa Belanda, putusan MK itu bukan vonis, karena tidak mengadili orang, dia menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar dan dia membatalkan bunyi UU Pemilu dan mengatakan bahwa calon presiden dan wakil presiden itu boleh di bawah 40 tahun sepanjang dia pernah menjabat jabatan yang dipilih dalam pemilu termasuk pilkada. Itu sama sekali bukan vonis ya,” sambungnya.
“Putusan MK dalam hal pengujian undang-undang pun mempunyai kekuatan yang setara dengan undang-undang. Itu bukan vonis pengadilan, kalau vonis pengadilan dieksekusi. Jadi saya juga agak heran, ahlinya tapi kurang memahami persoalan,” kata Yusril. (Web Warouw)