JAKARTA – Rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR dan Komisi Pemilihan Umum yang membahas penyesuaian peraturan KPU (PKPU) berlangsung dengan tensi tinggi pada Selasa (31/10/2023) malam. Penyesuaian PKPU diperlukan setelah Mahkamah Konstitusi memutus perkara nomor 90/PUU- XXV/2023, yang memberikan kesempatan bagi kepala daerah berusia di bawah 40 tahun yang terpilih lewat pemilihan umum maju pada Pemilihan Presiden 2024. Putusan ini dipandang sejumlah pihak memberikan karpet merah kepada putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, untuk maju sebagai bakal calon wakil presiden Prabowo Subianto.
Tensi tinggi terjadi antara dua pimpinan Komisi II, yakni Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia dan Wakil Ketua Komisi II Junimart Girsang. Diketahui, dua unsur top level di komisi yang salah satu tugasnya mengurusi kepemiluan itu mendukung dua calon presiden berbeda.
Doli yang berasal dari Partai Golkar mendukung pasangan Prabowo Subianto-Gibran, sedangkan Junimart yang berasal dari PDI-P mengusung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Awal Mula
Ketegangan bermula ketika Junimart merasa ada beberapa pernyataan anggota Komisi II yang belum dijawab Ketua KPU, Hasyim Asy’ari. Misalnya tentang bagaimana cara KPU menafsirkan putusan MK untuk diakomodasi di dalam penyesuaian PKPU tentang Perubahan atas PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
“Karena begini, putusan MK itu kan menurut saya, tafsir, Pak. Jadi enggak firm maksudnya ini a atau b. Contoh, (bunyi putusan itu) dia berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pilkada,” ungkap Junimart dalam rapat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (31/10/2023) malam.
“Dia dipilih, tapi enggak menang jadi kepala daerah, masuk enggak di situ (boleh menjadi capres-cawapres)?” tanya dia.
Menurut dia, KPU mestinya memperoleh penjelasan lebih dulu dari MK sebelum menyesuaikan PKPU tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Hal ini agar rancancangan penyesuaian PKPU tersebut bukan hanya berdasarkan pada penafsiran KPU semata, melainkan sudah ada penjelasan dari MK.
Junimart bersikeras meminta penjelasan KPU atas pertanyaan itu. Sebab, menurutnya, persoalan ini berkaitan erat dengan syarat pencalonan.
“Jadi mesti (KPU) minta pendapat mereka (MK), apa maksud ini? Karena di putusan itu enggak ada penjelasan, beda dengan UU,” tutur politikus PDI-P ini.
MK Merampok Wewenang DPR
Junimart pun lantas menyebut bahwa MK telah merampok wewenang DPR dan pemerintah di dalam menyusun undang-undang lantaran menambahkan norma baru di dalam putusan atas pasal yang memuat syarat usia minimum capres-cawapres yang digugat.
“Walaupun MK itu menurut saya sudah merampok fungsi DPR dan pemerintah, fungsi legislasi ini, Pak,” tegas dia.
Mendengar hal itu, Doli lantas menimpali Junimart yang pada akhirnya membuat keduanya saling silang pendapat atas tafsir putusan MK.
Menurut Doli, sejak rapat dengar pendapat dibuka, sudah ada kesepakatan bahwa rapat tidak akan fokus pada putusan MK, tetapi penyesuaian PKPU. Ditambah lagi, menurut dia, KPU tidak memiliki wewenang untuk menafsirkan putusan MK.
“Ya kan. Nah, kalau kita mau menafsirkan, mau mempersoalkan putusan MK, saya kira ada forum atau ranahnya yang lain,” jawab Doli.
“Sekali lagi saya katakan mereka (KPU) ini melaksanakan kewajiban, UU mengatakan mereka wajib konsultasi sama kita (DPR),” sambungnya.
Menurut Doli, saat ini KPU sudah menjalankan kewajibannya untuk menindaklanjuti putusan MK.
Di sisi lain, dia juga sudah mendengar bahwa KPU sudah berusaha memohon konsultasi dengan MK meski belum terlaksana.
“Jadi, menurut saya, kita jangan berdebat soal tafsir putusan MK,” pesan Waketum Partai Golkar ini.
Putusan MK
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebelumnya, putusan MK mengenai batas usia capres-cawapres telah dikeluarkan dengan Nomor 90/PUU-XXI/2023.
MK menambahkan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden yang termaktub dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dalam putusan ini. Dari putusan ini, orang yang berusia di bawah 40 tahun boleh menjadi capres-cawapres asalkan pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah.
Nama yang ikut terseret dari putusan ini tak lain dan tak bukan adalah Gibran Rakabuming Raka. Putra sulung Presiden Jokowi itu dinilai memakai politik jalan pintas untuk meraih posisi cawapres dengan cara melalui putusan MK.
Bersamaan itu pula muncul isu Jokowi ingin membangun dinasti politik setelah dirinya tak lagi menjabat sebagai presiden pada 2024. (Web Warouw)