JAKARTA – DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan menjadi undang-undang (UU) pada Selasa (4/6/2024). UU tersebut mengatur, perempuan yang bekerja berhak untuk mendapatkan cuti melahirkan selama enam bulan. Selain itu, terdapat ketentuan besaran gaji yang didapatkan seorang ibu pekerja jika cuti sampai dengan 6 bulan, serta ketentuan suami cuti saat mendampingi istri melahirkan.
Lantas, bagaimana aturan UU KIA?
Syarat Perempuan Berhak Dapat Cuti Melahirkan 6 Bulan
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, dalam ketentuan pada Pasal 4 ayat (3), diatur bahwa seorang ibu mendapatkan hak cuti melahirkan paling singkat 3 bulan pertama. Kemudian, seorang bisa cuti melahirkan untuk tiga bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus.
Berikut bunyi Pasal 4 ayat (3) RUU KIA:
“Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan: a. Cuti melahirkan dengan ketentuan: 1. Paling singkat 3 (tiga) bulan pertama; dan 2. Paling lama 3 (tiga) bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter. b. Waktu istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter, dokter kebidanan dan kandungan, atau bidan jika mengalami keguguran; c. Kesempatan dan fasilitas yang layak untuk pelayanan kesehatan dan gizi serta melakukan laktasi selama waktu kerja; d. Waktu yang cukup dalam hal diperlukan untuk kepentingan terbaik bagi Anak; dan/atau e. Akses penitipan anak yang terjangkau secara jarak dan biaya.”
Dalam ayat selanjutnya, diatur bahwa cuti melahirkan selama 3 bulan tersebut bersifat wajib diberikan oleh pemberi kerja. Kondisi khusus yang dimaksud untuk mendapatkan cuti sampai dengan 6 bulan disebutkan dalam Pasal 4 ayat (5). Kondisi khusus tersebut jika ibu atau anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan, termasuk keguguran.
“Kondisi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 2 meliputi: a. Ibu yang mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi pascapersalinan atau keguguran; dan/atau b. Anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi.”
Besaran Gaji Yang Didapat Bagi Ibu Cuti Lahir
Lebih lanjut, Pasal 5 ayat (1) pada RUU KIA mengatur bahwa setiap ibu yang mengajukan cuti melahirkan tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya. Kemudian besaran gaji yang didapatkan sebagai hak pekerja bagi ibu melahirkan diatur dalam Pasal 5 ayat (2).
“Setiap Ibu yang melaksanakan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a berhak mendapatkan upah: a. Secara penuh untuk 3 (tiga) bulan pertama; b. Secara penuh untuk bulan keempat; dan c. Sebanyak 75% (tujuh puluh lima persen) dari upah untuk bulan kelima dan bulan keenam.”
Di ayat selanjutnya, disebutkan bahwa jika seorang ibu pekerja diberhentikan dari pekerjaan karena melahirkan atau tidak memperoleh haknya, maka pemerintah pusat dan daerah wajib memberikan bantuan hukum.
Ketentuan Suami Cuti Saat Dampingi Istri Melahirkan
Aturan suami berhak cuti saat mendampingi istri melahirkan tertuang dalam Pasal 6 RUU KIA. Pada Pasal 6 ayat (2), seorang suami berhak mendapat cuti selama 2 hari dan 3 hari berikutnya sesuai kesepakatan. Sementara apabila istri mengalami keguguran, seorang suami berhak mendapatkan cuti pendampingan selama 2 hari. Lebih lanjut, Pasal 6 ayat (3) mengatur bahwa suami juga diberikan waktu yang cukup selain cuti yang dimaksud.
“Selain cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (2), suami diberikan waktu yang cukup untuk mendampingi istri dan/atau Anak dengan alasan: a. istri yang mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi pascapersalinan atau keguguran; b. Anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, komplikasi; dan/atau c. istri yang melahirkan meninggal dunia; dan/atau d. Anak yang dilahirkan meninggal dunia.”
Lebih lanjut, Pasal 6 ayat (4) berbagai kewajiban yang perlu dilaksanakan oleh suami selama mendapatkan hak cuti pendampingan.
Adapun bunyi Pasal 6 ayat (4) RUU KIA sebagai berikut:
“Selama melaksanakan hak cuti pendampingan istri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), suami berkewajiban: a. menjaga kesehatan istri dan Anak; b. memberikan gizi yang cukup dan seimbang bagi istri dan Anak; c. mendukung istri dalam memberikan air susu ibu eksklusif sejak Anak dilahirkan sampai dengan Anak berusia 6 (enam) bulan; dan d. mendampingi istri dan Anak dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dan gizi sesuai dengan standar.” (Enrico N. Abdielli)