Sabtu, 5 Oktober 2024

PERBUDAKAN MODERN..! Migrant Care Minta Magang Mahasiswa ke Luar Negeri Dihentikan

JAKARTA – Pemerintah diminta menghentikan segala bentuk skema magang mahasiswa ke luar negeri melalui program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) karena dianggap sangat rentan dengan modus perbudakan modern. Hal itu disampaikan Direktur Migrant Care Wahyu Susilo menanggapi kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terhadap 1.047 mahasiswa berkedok magang di Jerman dengan mencatut program MBKM.

“Standpoint Migrant Care, pemerintah harus menghentikan skema magang dengan jalur apapun, karena sebenarnya skema magang ini adalah muslihat mempekerjakan pekerja dengan gaji yang lebih rendah tetapi waktu kerjanya penuh dan bahkan eksploitatif,” kata Wahyu saat dihubungi pada Selasa (26/3/2024).

Wahyu menganggap tujuan praktik magang saat ini sudah bergeser dari konsep awal.

“Ini jauh dari filosofi internee atau magang yang pada awalnya yaitu transfer knowledge atau transfer ilmu pengetahuan dan teknologi itu sama sekali enggak terjadi,” ujar Wahyu.

Wahyu mengatakan, masyarakat harus menjadikan kasus itu sebagai pelajaran supaya generasi usia produktif lebih kritis dan tidak mudah tergiur dengan tawaran magang di luar negeri dengan berbagai iming-iming.

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, sebanyak 1.047 mahasiswa dari 33 universitas di Indonesia diduga menjadi korban eksploitasi kerja dengan modus magang di Jerman (ferienjob) pada Oktober sampai Desember 2023. Seluruhnya sudah dipulangkan setelah kasus itu terungkap. Pihak kepolisian kini tengah mendalami dan memeriksa sejumlah pihak terkait kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berkedok Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) ini.

“Polri akan meminta keterangan dan kami bekerja sama dengan semua pihak terkait termasuk Kemendikbud,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko di Jakarta, Jumat (22/3/2024).

Trunoyudo membeberkan, kasus TPPO berkedok program magang di Jerman ini terungkap setelah empat mahasiswa yang sedang mengikuti ferienjob (kerja paruh waktu untuk mahasiswa) mendatangi KBRI Jerman.

Setelah ditelusuri KBRI, program ini dijalankan sebanyak 33 universitas di Indonesia dengan total mahasiswa yang diberangkatkan sebanyak 1.047 mahasiswa.

“Namun, mahasiswa tersebut dipekerjakan secara non-prosedural sehingga mahasiswa tersebut tereksploitasi,” kata Trunoyudo.

Awalnya, para mahasiswa mendapatkan sosialisasi dari PT CVGEN dan PT SHB terkait program magang di Jerman.

Saat mendaftar mahasiswa diminta membayar biaya sebesar Rp 150.000 ke rekening PT CVGEN, serta membayar sebesar 150 euro (sekitar Rp 2,5 juta) untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB. Setelah LOA terbit, korban harus membayar sebesar 200 euro (sekitar Rp 3,4 juta) lagi kepada PT SHB untuk pembuatan surat persetujuan (approval) otoritas Jerman atau working permit. Mahasiswa juga dibebankan dana talangan sebesar Rp 30 juta-Rp 50 juta di mana pengembalian dana tersebut dengan cara pemotongan upah kerja tiap bulan. Selain itu, setelah mahasiswa sampai di Jerman langsung disodorkan surat kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit (izin kerja) untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman.

Mahasiswa yang menjadi korban melaksanakan ferienjob dalam kurun waktu selama tiga bulan dari Oktober hingga Desember 2023. (Calvin G. Eben-Haezer)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru